MEMAHAMI AS SUNNAH SESUAI PETUNJUK AL QUR'AN ! (2)
Terjemahannya: ‘Sungguh, ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka,’” (HR Muslim).
Secara harfiah pemahaman yang
kita dapati dari keterangan hadits di atas menunjukkan bahwa kedua orang tua
Rasulullah SAW termasuk ke dalam penghuni neraka.
Tetapi sebenarnya ulama baik dari
kalangan ahli hadits maupun kalangan ahli kalam berbeda pendapat perihal
ini.
Di antara ulama yang memaknai
hadits ini secara harfiah adalah Imam An-Nawawi.
Imam Nawawi menjelaskan bahwa
orang yang meninggal dalam keadaan kufur bertempat di neraka. Kedekatan kerabat
muslim tidak akan memberikan manfaat bagi mereka yang mati dalam keadaan kafir.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa mereka yang meninggal dunia di masa fatrah
(masa kosong kehadiran rasul) dalam keadaan musyrik yakni menyembah berhala
sebagaimana kondisi masyarakat Arab ketika itu, tergolong ahli neraka. Kondisi
fatrah ini bukan berarti dakwah belum sampai kepada mereka. Karena sungguh
dakwah Nabi Ibrahim AS, dan para nabi lainnya telah sampai kepada mereka.
Sedangkan ungkapan ‘Sungguh, ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka’
merupakan ungkapan solidaritas dan empati Rasulullah SAW yang sama-sama terkena
musibah seperti yang dialami sahabatnya perihal nasib orang tua keduanya.
Ungkapan Rasulullah SAW ‘Ketika orang itu berpaling untuk pergi’ bermakna
beranjak meninggalkan Rasulullah SAW.” [Imam An-Nawawi, Al-Minhaj Syarah
Shahih Muslim Ibnil Hajjaj, Dar Ihyait Turats Al-Arabi, Beirut, Cetakan Kedua,
1392 H].
Sebaliknya, Syaikh Muhammad al
Ghazali terang terangan menolak hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam
Nawawi tsb, karena bertentangan dengan firman Allah Swt seperti,
1).
وَمَا
كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا
"Dan Kami tidak akan
mengazab sebelum Kami (Allah) mengutus seorang rasul." ~QS-17 Al
Isra’ :15~
2)
وَلَوْ
أَنَّا أَهْلَكْنَاهُمْ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِهِ لَقَالُوا رَبَّنَا لَوْلَا
أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولًا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَذِلَّ
وَنَخْزَىٰ
"Dan sekiranya Kami
binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al Quran itu (diturunkan), tentulah
mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul
kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan
rendah?" ~QS-20 Thaahaa : 134~
3)
يَا
أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَىٰ فَتْرَةٍ
مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلَا نَذِيرٍ ۖ فَقَدْ
جَاءَكُمْ بَشِيرٌ وَنَذِيرٌ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Hai Ahli Kitab,
sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari'at Kami)
kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan:
"Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun
seorang pemberi peringatan". Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu." ~QS-5 Al Ma'idah : 19~
Syaikh Yusuf Qardhawi dalam
kitabnya, "Bagaimana Memahami Hadits Nabi Saw (judul asli 'Kayfa Nata'amalu Ma'a As-Sunnah An
Nabawiyyah'" mencoba menggali lebih dalam tentang hadits shahih yang
diriwayatkan Imam Muslim dan disyarah oleh Imam Nawawi tsb. Beliau menemukan
ulama lainnya yang juga mensyarah kitab Shahih Muslim dan menukil pendapat Al 'Alaamah
Al Ibbiy (pensyarah Shahih Muslim) atas pendapat Imam Nawawi terhadap masa
fatrah.
Berkata Al-Ibbiy: "Perhatikan
kontradiksi yang ada dalam ucapan Imam Nawawi tersebut. Sebab orang yang telah
sampai kepadanya dakwah para Rasul , tidak disebut sebagai 'Ahl al Fatrah'.
Adapun yang dimaksud dengan 'Ahl al Fatrah' adalah bangsa2 yang hidup diantara
masa 2 orang Rasul.
Yang pertama, tidak diutus kepada
mereka (atau sebelum masa hidup mereka). Sedangkan Yang kedua, diutus setelah
mereka meninggal dunia.
Sebagai contoh, orang-orang badui
(Arab) yang Nabi Isa as tidak diutus kepada mereka, sementara mereka tidak
menjumpai masa kerasulan Nabi Muhammad Saw. Jadi masa fatrah adalah masa antara
dua orang Rasul."
Untuk memperjelas komentar Al
Alaamah al Ibbiy, Syaikh Yusuf Qardhawi merujuk beberapa firman Allah Swt yang
menjelaskan hal (masa fatrah) ini antara lain :
i.)
لِتُنذِرَ
قَوْمًا مَّآ أُنذِرَ ءَابَآؤُهُمْ فَهُمْ غَٰفِلُونَ
"Agar kamu memberi
peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan,
dan karena itu mereka lalai." ~QS-36 Ya-Sin : 6~
ii).
لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّآ أَتَىٰهُم
مِّن نَّذِيرٍ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ
"Agar kamu memberi
peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka seorang pemberi
peringatan sebelum kamu; semoga mereka menjadi orang-orang yang mendapat hidayah." ~QS-32
As-Sajdah : 3~
iii.)
وَمَا أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِنْ نَذِيرٍ
Dan Kami tidak pernah mengutus
kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatan." ~QS-34
Saba – 44~
Syaikh Yusuf Qardhawi lebih
lanjut menjelaskan bahwa para fuqaha' (ahli fiqh) memaknai masa fatrah sebagai
khusus masa antara Nabi Isa as dan Nabi Muhammad Saw (berdasarkan riwayat Imam
Bukhari dari sahabat Salman) yang lamanya 600 tahun.
حَدَّثَنِي
الْحَسَنُ بْنُ مُدْرِكٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ أَخْبَرَنَا أَبُو
عَوَانَةَ عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ
فَتْرَةٌ بَيْنَ عِيسَى وَمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِمَا وَسَلَّمَ سِتُّ
مِائَةِ سَنَةٍ
"Telah menceritakan kepadaku
Al Hasan bin Mudrik telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hammad telah
mengabarkan kepada kami Abu 'Awanah dari 'Ashim Al Ahwal dari 'Utsman dari
Salman berkata; "Masa fatrah (tidak ada risalah/wahyu dari Allah) antara
Nabi 'Isa 'alaihis salam dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah
enam ratus tahun". [Hadits Shahih Al-Bukhari No. 3654 - Kitab
Perilaku, budi pekerti yang terpuji.Islamnya Salman al Farisi]
Syaikh Dr Yusuf Qardhawi akhirnya
menjelaskan bahwa, untuk dapat memahami As-Sunnah dengan pemahaman yang benar,
jauh dari penyimpangan, pemalsuan, dan penafsiran yang buruk maka haruslah
dipahami sesuai dengan petunjuk Al Qur'an.
Yaitu dalam kerangka bimbingan
Ilahi yang pasti benarnya dan tak diragukan keadilannya, sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah Swt,
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا
وَعَدْلًا ۚ لَّا مُبَدِّلَ لِكَلِمَٰتِهِۦ ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
"Dan telah sempurnalah
kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang
dapat merubah rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui”. ~QS-6. Al-An’am : 115~
Menurut syaikh Yusuf al Qardhawi,
"Al-Qur'an adalah 'ruh' dari eksistensi Islam, dan merupakan azas
bangunannya. Ia merupakan konstitusi dasar yang paling pertama dan utama, yang
kepadanya bermuara semua perundang undangan Islam.
Sedangkan As-Sunnah adalah
penjelasan terinci tentang isi konstitusi tsb, baik dalam hal-hal yang bersifat
teoritis ataupun penerapan secara praktis. Itulah tugas Rasulullah Saw.,
"menjelaskan bagi manusia apa yang diturunkan kepada mereka."
Oleh sebab itu, tidaklah mungkin
sesuatu yang merupakan "pemberi penjelasan" bertentangan dengan
"apa yang hendak dijelaskan" itu sendiri. Atau, "cabang"
berlawanan dengan "pokok".
Maka, penjelasan yang bersumber
dari Nabi Saw. selalu dan dan senantiasa berkisar disekitar Al-Qur'an, dan
tidak mungkin akan melanggarnya.
Karena itu, tidak mungkin ada
suatu hadits (sunnah) shahih yang kandungannya berberlawanan dengan ayat2 Al
Qur'an yang muhkamat, yang berisi keterangan2 yang jelas dan pasti.
Dan kalaupun ada sebagian dari
kita memperkirakan adanya pertentangan seperti itu, maka hal itu pasti
disebabkan tidak shahihnya hadits yang bersangkutan, atau pemahaman kita yang
tidak tepat, ataupun apa yang diperkirakan sebagai "pertentangan" itu
hanyalah bersifat semu, bukanlah pertentangan yang hakiki.'"
Itulah pendapat yang disampaikan
syaikh Yusuf al Qardhawi dalam kitabnya, "Bagaimana Memahami Hadits Nabi
Saw."
Karena itu tidak sepantasnya
seorang muslim menyebut orangtua Rasullullah adalah orang2 musyrik dan
tempatnya di neraka. Sebab hal itu memperlihatkan kurangnya adab, ceroboh dalam
dalam berfatwa, dan rendahnya rasa kecintaan kepada Rasulullah !
Allah Swt
berfirman”
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱللَّهَ
وَرَسُولَهُۥ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ
عَذَابًا مُّهِينًا
"Sesungguhnya orang-orang
yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di
akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan."
Dan
Rasulullah menjelaskan dalam sebuah hadits bahwa,
وَرَوَي
البيهاقي, وَابْن عَسَاكِرِ عَن اَنَسٍ رضي الله عنه قال:خَطَبَ النَّبِي صلي الله
عليه وسلم فقال اَنَا محمد بْنِ عبد الله بْنِ المطلب بْنِ هَاشِمٍ بْنِ عبد
مَنَافٍ بْنِ قُصَي بْنِ كِلَابِ بْنِ مرة بْنِ كَعَبِ بْنِ لُؤَي بْنِ غَالِبِ
بْنِ فَهَرِ بْنِ ماَلِكِ بْنِ النِضَر بْنِ كِنَانَةِ بْنِ خريمة بْنِ مدركة بْنِ
اِليَاسٍ بْنِ مُضَر بْنِ نِزَارٍ , وَمَا اِفْتَرَقَ النَّاسُ فِرْقَيْنِ اِلاَّ
جَعَلَنِي الله فِي خَيْرِهِمَا فَأَخْرَجْتُ مِنْ أَبوي, فَلَم يَصِبنِي شَيٌء
مِن عَهْرِ الْجَاهِلِيَّةِ , وخَرَجتُ مِن نِكَاحٍ, وَلَم أَخرُج مِن سِفَاحٍ مِن
لَدُنِ اَدَمَ حَتى اِنُتَهَيُت اِلَي أَبِي وأُمِّي فَأَناَ خيرُكُم نفسا و خَيْرُكمْ اَباً
Beliau bersabda : “Aku
Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muthalib bin Hasyim bin Abdil Manaf bin Qusai
bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luai bin Galib bin Fahar bin Malik bin Nazar
bin Kinanah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudzar bin Nizar. Tidaklah terbagi dua
kelompok kecuali aku adalah yang terbaik diantaranya maka aku dilahirkan dari
orang tuaku dan aku tidak pernah terkena dengan kotoran jahiliyah. Aku
dilahirkan dari pernikahan yang sah , dan aku tidak dilahirkan dari Adam hingga
sampai kepada Ayahku dan ibuku. Aku adalah sebaik-baik manusia dan aku
mempunyai ayah yang terbaik." [Diriwayatkan oleh Baihaqi dan
Ibnu A’sakir dari Anas ra]
Semoga
kita selalu dalam bimbingan dan petunjuk Allah Swt dan Rasul-Nya.
Aamiin ya
rabbalalamin.
Link ke Bagian Artikel selengkapnya:
No comments:
Post a Comment