Memahami Makna Ukhuwah Islamiyah
Bismillahirrohmanirrohiim
Dalam satu pengajian di masjid Jannatul Firdaus di Taman Galaxi, pak Ustadz menyampaikan betapa pentingnya setiap muslim meningkatkan semangat ukhuwah islamiyah dalam dirinya di tengah-tengah situasi saat ini yang rawan konflik dan ketegangan antar berbagai golongan masyarakat yang seringkali diikitu tindak kekerasan
Dalam satu pengajian di masjid Jannatul Firdaus di Taman Galaxi, pak Ustadz menyampaikan betapa pentingnya setiap muslim meningkatkan semangat ukhuwah islamiyah dalam dirinya di tengah-tengah situasi saat ini yang rawan konflik dan ketegangan antar berbagai golongan masyarakat yang seringkali diikitu tindak kekerasan
Ukhuwah Islamiyah artinya persaudaraan yang Islami. Ukhuwah
Islamiyah sebenarnya memiliki arti yang luas yang mencakup bukan hanya terhadap
sesama kaum muslimin, namun juga terhadap sesama secara keseluruhan. Artinya,
ukhuwah Islamiyah ini sebenarnya adalah semangat yang universil yang di
dambakan oleh setiap insan yang menginginkan kehidupan yang damai.
Note: Ada yang menterjemahkan Ukhuwah Islamiyah sebagai persaudaraan antara
ummat Islam. Ini sebenarnya sangat sempit. Padahal yang dimaksud adalah
pembinaan rasa persaudaraaan secara Islam dengan siapa saja. Jadi, istilah
tersebut mengandung nilai-nilai yang bersifat lebih universil.
Ada 5 usaha pokok untuk menggalang Ukhuwah Islamiyah ini,
yang di sebut dengan 5 ta’;
Ta’aruf =
saling mengenal.
Sebelum kita menggalang rasa persaudaraan yang lebih jauh, kita harus saling
kenal dulu. “Tak kenal maka tak sayang”, kata pepatah. Saling mengenal artinya
kita tahu siapa dirinya dan sebaliknya. Pertemuan-pertemuan seperti pengajian,
sarasehan, rapat RT/RW, berorganisasi, piknik, rekreasi, study tour, dan
sebagainya merupakan kegiatan untuk lebih saling mengenal antara individu.
Allah bersabda:
Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.
Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
~ Al-Hujurat – QS 49 : 13 ~
Tafahum = saling pengertian. Setelah saling mengenal, maka dilanjutkan dengan
tahapan untuk lebih saling mengerti. Saling mengerti artinya, kita tahu apa
maunya dan sebaliknya dia tahu apa mau kita serta motivasi yang
melatar-belakangi keinginan masing-masing. Juga berarti saling memahami tugas
dan tanggung jawab masing-masing, serta peranan masing-masing dalam masyarakat.
Juga berarti saling memahami dan merasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi
bersama.
Ta’awun = tolong menolong. Setelah saling mengenal, dan memahami maka
hubungan perlu ditingkatkan dalam bentuk tolong menolong untuk kebaikan dan
ketaqwaan. Mengenai hal ini, Allah bertitah dalam surah Al-Maidah ayat 2:
……Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan taqwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.
Dan
bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
~ Al-Maidah – QS 5 : 2 ~
Artinya yang memiliki kelebihan menolong yang memiliki
kekurangan. Kalau tolong menolong atau bergotong royong untuk melaksanakan
kejahatan, itu jelas-jelas bukanlah termasuk ukhuwah Islamiyah. Lebih lanjut,
ta’awun ini bisa dilakukan dalam 3 bentuk, yaitu mal (harta), ilmu dan quwwah (tenaga).
Mal =
harta bisa disalurkan melalui badan
Zakat, Infaq dan Sadakah (BAZIS). Ini sekaligus untuk membersihkan dan
mensucikan rizki harta yang kita peroleh. Bazis akan menyalurkan dana kepada
kaum dhuafa atau golongan-golongan yang memerlukannya untuk modal guna
memperoleh nafkah. Allah berfirman:
Ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan*) dan mensucikan**) mereka,
dan mendo’alah untuk mereka.
Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui
~ At-Taubah – QS 9 : 103 ~
Catatan:
*) Zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta
yang berlebihan terhadap harta benda.
**) Zakat iti menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati
mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
Ilmu. Bila kita memiliki ilmu, tak boleh kita simpan
sendiri, namun harus dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Seorang ahli
pertanian misalnya, sebaiknya menurunkan ilmunya kepada para petani, sehingga
para petani menjadi semakin pandai dan kesejahteraan merekapun jadi semakin
meningkat.
Ilmu, dan juga harta seperti disebut diatas, merupakan
nikmat Allah yang harus kita syukuri dengan membaginya kepada orang lain.
Sesungguhnya berbagi harta atau ilmu kepada orang yang memerlukan, tidak akan
membuat kita menjadi miskin atau bodoh, sebagaimana janji Allah dalam surah
berikut:
Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan:
”Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
~ Ibrahim – QS 14 : 7 ~
Quwwah = tenaga. Kalau kita tidak bisa
memberikan harta dan ilmu maka kita bisa menyumbangkan tenaga kita untuk
kebaikan. Kaum dhuafa biasanya memiliki tenaga, sedangkan hartawan memiliki
harta, sehingga keduanya bisa saling bantu, saling mengisi sehingga keduanya
memperoleh mutual benefit.
Tadhanan = saling bertanggung jawab. Dalam menjaga kerukunan, maka semua pihak yang
terlibat harus menjaga agar ucapan dan tindakannya membawa suasana yang
kondusif bagi tercapainya kerukunan. Apa yang telah disepakati untuk dilakukan
atau dibangun demi kerukunan itu, haruslah menjadi tanggung jawab setiap orang
untuk melaksanakan dan memeliharanyanya. Bila salah satu pihak mengabaikan
tanggung jawabnya, maka akan sungguh sulit untuk menciptakan kerukunan itu.
Jaminan tercapainya kerukunan itu adalah dengan saling bertanggung jawab.
Tasaamuh = saling toleransi. Satu faktor penting ialah rasa tenggang
menenggang. Dalam menciptakan kerukunan, maka ada hal-hal yang bisa di-negotiate, atau ditawar. Kita boleh
fleksibel dalam hal-hal tertentu, tapi kita perlu tetap memegang prinsip dengan
berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw.
Mengenai hal toleransi ini, maka kita perlu mencontoh
Nabi saw, dalam mengakomodir kepentingan ibadah kaum Nasrani sewaktu beliau
menjadi pemimpin kaum muslim di Madinah. Dibawah kepemimpinan Nabi saw inilah
lahir berbagai peraturan dan undang-undang yang melindungi tempat-tempat ibadah
non-muslim, serta diharuskan untuk ikut menjaganya bila ada orang yang berniat
merusaknya.
Kalau dengan kaum non-muslim saja Nabi menganjurkan kita
untuk bertoleransi, apalagi dengan saudara se-iman, se-ichwan
dan se-ichsan. Allah berfirman:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
~ Al-Mumtahanah – QS 60 : 8 ~
Demikian yang dapat saya catat mengenai Ukhuwah Islamiyah
dari pengajian di masjid Jannatul Firdaus itu.
Bagaimana pendapat Anda?
Penulis: H. R. Bambang Irawan
No comments:
Post a Comment