PASCA RAMADHAN
Oleh: H.R.
Bambang Irawan
Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah Subhaanahu Wa Ta’ala, boleh dibilang kita telah habis-habisan beribadah selama Ramadhan. Selain shaum, ibadah-ibadah lain yang sempat kedodoran di bulan-bulan biasa telah ditingkatkan berlipat ganda. Mulai dari taraweh, tahajud, tadarus, qatam Al-Qur’an, i’tikaf, dzikir dan doa, tafakur, sedekah dalam berbagai bentuk dari membagi harta sampai senyum dikulum, alhamdulillah semuanya telah kita lakukan dengan semakin intensif.
Memang bulan
Ramadhan penuh berkah! Klimaks nya adalah pencapaian hari kemenangan, Idul
Fitri. Hari kemenangan ini dirayakan dengan ibadah yang maksimal pula;
berzakat, takbir, sholat Ied dan silaturahmi kepada sesama. Kebahagiaan
mencapai final tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Suatu rasa bahagia yang kita rasakan manakala kita
telah berjuang mati-matian, lantas kita memperoleh hasilnya dengan selamat
sejahtera.
Kebahagiaan ini
mungkin tidak lama kita rasakan. Mungkinkah hanya pada 1 Syawal saja? Bagaimana
dengan hari-hari berikutnya? Apakah hari-hari berikutnya sekedar merupakan
anti-klimaks dari kekhusukan dan kekhidmatan ibadah yang telah kita lakoni
selama Ramadhan? Mestinya bukan!
Namun banyak
diantara kita menganggap Idul Fitri sebagai hari kemenangan dimana seakan-akan
diperoleh buku baru dengan lembaran-lembaran yang putih bersih yang siap diisi
dengan kisah-kisah dosa. Mereka kembali ke-“dunia”-nya dengan melakukan hal-hal
yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Mereka kumat
lagi! Mungkin tak lama lagi kita akan melihat lagi kezaliman-kezaliman, saling
fitnah, hujat menghujat, saling memusuhi bahkan saling bunuh untuk mengejar
prinsip-prinsip keduniawian. Bahkan menjelang hari kemenangan tahun ini, yang
akan jatuh pada 8 Agustus 2013, terdengar berita bahwa telah terjadi pemboman dan
berbagai tindak kemaksiatan di negeri kita yag mayoritas Islam ini
Sungguh
menyedihkan! Mereka lupa pada latihan-latihan menahan diri yang telah mereka
jalani selama Ramadhan. Hikmah Ramadhan seakan hilang di hati mereka. Bagaimana
kiatnya agar memudarnya hikmah Ramadhan tak terjadi pada diri kita?
Kuncinya terletak
pada bagaimana kita menjaga momentum ketaqwaan yang telah kita capai di bulan
Ramadhan, yaitu dengan terus
melakukan ibadah secara baik. Ibadah yang baik adalah ibadah yang kita
lakukan sebagai bukti kecintaan dan ketaqwaan kita kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala
sebagaimana tersirat dalam beberapa ayat berikut ini.
“Hai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu
dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. ~ QS 2 – Al-Baqarah : 21 ~
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. ~ QS 3 – Ali ‘Imran : 31 ~
Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan RasulNya; jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang kafir” ~ QS 3 – Ali ‘Imran : 32 ~
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nyadalam menjalankan agama dengan
lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus”. ~ QS 98 – Al-Bayyinah : 5 ~
Jadi, ibadah yang
baik menurut beberapa ayat Al-Qur’an diatas mensyaratkan 3 perkara.
Pertama, ibadah itu harus
mengikuti sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam , karena hanya Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wassalam yang telah diberikan mandat oleh Allah Subhaanahu Wa Ta’ala
untuk menjelaskan tata cara beribadah yang baik. Nabi saw memang merupakan
satu-satunya suri tauladan yang harus kita ikuti.
Untuk bisa
beribadah yang baik Rasulullah saw selalu berdoa: “Allahumma a’inni ‘ala dzikrika
wa syukrika wa husni ‘ibadatika, Ya Allah, Tuhanku, bantulah aku untuk dapat mengingat-Mu,
bersyukur kepada-Mu dan beribadah yang baik kepada-Mu”. Bulan Ramadhan
dapat kita extend dengan melakukan
puasa sunnah Senin-Kamis. Dengan berpuasa sunnah setidak-tidaknya spirit ketaqwaan bulan Ramadhan akan
terus terpelihara.
Kedua, ibadah harus dilakukan
dengan keikhlasan yang semata-mata untuk mencari keridhaan-Nya. Ibadah harus
benar-benar lillahi ta’ala, tanpa
pamrih. Jangan kita berpuasa sunnah karena kita mau tetap langsing, atau
bersedekah karena kita kasihan pada seseorang, atau bekerja keras karena kita
ingin mengejar harta.
Lakukanlah semua
itu, berpuasa sunnah, bersedekah, bekerja keras dan lain-lainnya demi Allah
semata. Dengan cara itu, maka Allah selalu melindungi kita dan melimpahkan
rezeki dari arah yang tak terduga. Allah berfirman:
“Barangsiapa di antara kamu sekalian tetap taat kepada
Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Kami memberikan
kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezeki yang banyak”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 31 ~
Ketiga, mempertahankan
perilaku yang baik dalam kesehari-harian serta memelihara diri dari perbuatan
keji dan mungkar yang tak dikehendaki-Nya. Jangan sampai kita ketularan kembali
penyakit hati yang telah berhasil kita basmi dari diri kita selama Ramadhan,
macam bergunjing, menyebarkan fitnah atau khabar bohong, dengki, dendam,
sombong, merasa paling bisa, iri hati, riya’, sok pamer, hujat menghujat,
pemarah, ingin berkuasa dan masih banyak lagi. Kita juga jangan mudah terhasut
oleh berita-berita atau ajakan-ajakan kaum fasik, sehingga kita turut terseret
dalam malapetaka. Saringlah segala berita dengan akal sehat dan kepala dingin.
Terus terang,
melakukan ibadah seperti yang disyaratkan diatas memang tidaklah mudah karena
kita masih harus memerangi “hawa nafsu” (internal) dan “syaitan” (external)
untuk mewujudkan ibadah yang baik secara berkesinambungan. Karena beratnya
peperangan ini, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. pun selalu
memanjatkan doa diatas, agar Allah membantunya untuk melaksanakan ibadah dengan
baik.
Akhir kata, penulis
ingin menyitir kata-kata Sayidina Ali ra:
“Bukanlah yang dinamakan berhari
kemenangan itu dengan berpakaian baru, tetapi ketaatannya kepada Allah (sesudah
berpuasa) yang semakin bertambah”
Bagaimana
pendapat Anda?
Kepustakaan: Al-Qur’an
dan Pengajian Kang Dedet, Hikmah Republika - “Ibadah yang baik” oleh KH.
Mu’ammal Hamidy Lc - Filename: Risalah Mutiara Tauhid - Pasca Ramadhan – 1999,
Re-edited 4 Agustus 2013, Ramadhan1434H
No comments:
Post a Comment