Assalamu'alaikum wa rahmatullahi. wa barakatuh.
Ada beberapa pertanyaan seputar I'tikaf antara lain :
#1. Sebenarnya apa sih yang dilakukan orang saat I'tikaf, bolehkah hanya diam saja?
Kata i'tikaf berasal dari 'akafa alaihi', artinya senantiasa
atau berkemauan kuat untuk menetapi sesuatu atau setia kepada sesuatu. Secara
harfiah kata i'tikaf berarti tinggal di suatu tempat, sedangkan syar'iyah kata i'tikaf berarti tinggal di masjid
untuk beberapa hari, teristimewa sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Selama hari-hari itu, seorang yang
melakukan i'tikaf (mu'takif) mengasingkan diri dari segala urusan duniawi dan
menggantinya dengan kesibukan ibadat dan zikir kepada Allah dengan sepenuh
hati. Dengan i'tikaf seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, kita
berserah diri kepada Allah dengan menyerahkan segala urusannya kepada-Nya, dan
bersimpuh di hadapan pintu anugerah dan rahmat-Nya.Yang dilakukan pada saat
i'tikaf pada hakikatnya adalah taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah. Makna
taqrrub adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan beragam rangkaian
ibadah. Di antaranya:
A. Shalat
Baik shalat wajib secara berjamaah atau
punshalat sunnah, baik yang dilakukan secara berjamaah maupun sendirian.
Misalnya shalat tarawih, shalat malam (qiyamullail), shalat witir, shalat
sunnah sebelum shalat shubuh, shalat Dhuha', shalat sunnah rawatib (qabliyah
dan ba'diyah) dan lainnya.
B. Zikir
Semua bentuk zikir sangat dianjurkan
untuk dibaca pada saat i'tikaf. Namun lebih diutamakan zikir yang lafaznya dari
Al-Quran atau diriwayatkan dari sunnah Rasulullah SAW secara shahih. Jenis
lafadznya sangat banyak dan beragam, tetapi tidak ada ketentuan harus disusun
secara baku dan seragam. Juga tidak harus dibatasi jumlah hitungannya.
C. Membaca ayat Al-Quran
Membaca Al-Quran (tilawah) sangat
dianjurkan saat sedang beri'tikaf. Terutama bila dibaca dengan tajwid yang
benar serta dengan tartil.
D. Belajar Al-Quran
Bila seseorang belum terlalu pandai
membaca Al-Quran, maka akan lebih utama bila kesempatan beri'tikaf itu juga
digunakan untuk belajar membaca Al-Quran, memperbaiki kualitas bacaan dengan
sebaik-baiknya. Agar ketika membaca Al-Quran nanti, ada peningkatan.
E. Belajar Memahami Isi Al-Quran
Selain pentingnya membaca Al-Quran
dengan berkualitas, maka meningkatkan pemahaman atas setiap ayat yang dibaca
juga tidak kalah pentingnya. Sebab Al-Quran adalah pedoman hidup kita yang
secara khusus diturunkan dari langit. Tidak lain tujuannya agar mengarahkan
kita ke jalan yang benar. Apalah artinya kita membaca Al-Quran, kalau kita
justru tidak paham makna ayat yang kita baca. Tentunya belajar baca dan
memahami ayat Al-Quran membutuhkan guru yang ahli di bidangnya. Tanpa guru,
sulit bisa dicapai tujuan itu.
F. Berdoa
Berdoa adalah meminta kepada Allah atas
apa yang kita inginkan, baik yang terkait dengan kebaikan dunia maupun kebaikan
akhirat. Dan aktifitas meminta kepada Allah bukanlah kesalahan, bahkan bagian
dari pendekatan kita kepada Allah. Allah SWT senang dengan hamba-Nya yang
meminta kepada-Nya. Meski tidak langsung dikabulkan, tetapi karena meminta itu
adalah ibadah, maka tetaplah meminta.
Semakin banyak kita meminta, maka semakin banyak
pula pahala yang Allah berikan. Dan bila dikabulkan, tentu saja menjadi
kebahagiaan tersendiri.
Dan meminta kepada Allah (berdoa) sangat dianjurkan untuk dilakukan di dalam berik'tikaf.
Namun dari semua kegiatan di atas, bukan berarti seorang yang beri'tikaf tidak boleh melakukan apapun kecuali itu. Dia boleh makan di malam hari, dia juga boleh isterirahat, tidur, berbicara, mandi, buang air, bahkan boleh hanya diam saja. Sebab makna i'tikaf memang diam. Tetapi bukan berarti diam saja sepanjang waktu i'tikaf.
Adapun yang terlarang dilakukan saat i'tikaf adalah bercumbu dengan isteri hingga sampai jima'. Sedangkan yang dimakruhkan adalah berbicara yang semata-mata hanya masalah kemegahan dan kesibukan keduniaan saja, yang tidak membawa manfaat secara ukhrawi.
Bicara masalah dagang, tentu boleh bila terkait dengan bagaimana dagang yang sesuai syariat. Sebab syariat itu tentu bukan hanya bicara hal-hal di akhirat saja, tetapi tercakup luas semua masalah keduniaan.
Dan meminta kepada Allah (berdoa) sangat dianjurkan untuk dilakukan di dalam berik'tikaf.
Namun dari semua kegiatan di atas, bukan berarti seorang yang beri'tikaf tidak boleh melakukan apapun kecuali itu. Dia boleh makan di malam hari, dia juga boleh isterirahat, tidur, berbicara, mandi, buang air, bahkan boleh hanya diam saja. Sebab makna i'tikaf memang diam. Tetapi bukan berarti diam saja sepanjang waktu i'tikaf.
Adapun yang terlarang dilakukan saat i'tikaf adalah bercumbu dengan isteri hingga sampai jima'. Sedangkan yang dimakruhkan adalah berbicara yang semata-mata hanya masalah kemegahan dan kesibukan keduniaan saja, yang tidak membawa manfaat secara ukhrawi.
Bicara masalah dagang, tentu boleh bila terkait dengan bagaimana dagang yang sesuai syariat. Sebab syariat itu tentu bukan hanya bicara hal-hal di akhirat saja, tetapi tercakup luas semua masalah keduniaan.
Sunnat bagi orang yang sedang i'tikaf
tidak boleh menengok yang sakit, jangan menyaksikan jenazah, tidak boleh
menyentuh perempuan dan jangan bercumbu, dan jangan keluar (dari masjid) untuk
satu keperluan kecuali dalam perkara yang tidak boleh tidak, dan tidak ada
i'tikaf melainkan di masjid kami." (HR Abu Dawud).
#2. Apakah I'tikaf harus
selalu di masjid dan harus punya wudlu?
I'tikaf tidak sah dilakukan kecuali di
masjid. Ini adalah hal yang kebenarannya telah menjadi kesepakatan semua ulama.
Sesuai dengan firman Allah SWT:"Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
malam, janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid.
Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa". (QS
Al-Baqarah: 187)
Sedangkan masalah wudhu, bukan merupakan
syarat. Namun sebagian ulama mewajibkan seseorang berwudhu' bila masuk masjid.
Sebagian lain tidak mewajibkan tapi hanya menyunnahkan.
#3. Apakah sebelum melakukan
I'tikaf harus berniat dulu, bagaimana niatnya?
Niat adalah syarat sah semua ibadah.
Tanpa niat, semua ibadah tidak sah.
Tetapi niat itu bukan lafadz yang diucapkan, melainkan sesuatu yang ditetapkan di dalam hati. Lafadz niat hanya sekedar menguatkan, bahkan hukumnya diperdebatkan para ulama. Sebagian menganjurkannya, tetapi sebagian lain malah melarangnya.
Jadi niatkan saja di dalam hati bahwa anda akan melakukan i'tikaf, maka sah sudah niat anda.
#4. Apakah benar kita dianjurkan I'tikaf pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan, apa dalilnya?
Tetapi niat itu bukan lafadz yang diucapkan, melainkan sesuatu yang ditetapkan di dalam hati. Lafadz niat hanya sekedar menguatkan, bahkan hukumnya diperdebatkan para ulama. Sebagian menganjurkannya, tetapi sebagian lain malah melarangnya.
Jadi niatkan saja di dalam hati bahwa anda akan melakukan i'tikaf, maka sah sudah niat anda.
#4. Apakah benar kita dianjurkan I'tikaf pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan, apa dalilnya?
Benar, 'itikaf itu hukumnya sunnah untuk
dilakukan di 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Dalilnya adalah perbuatan nabi
SAW yang telah melakukannya, bahkan tiap tahun tanpa meninggalkannya sekalipun.
Sehingga ada sebagian ulama yang nyaris hampir mewajibkannya. Namun hukumnya
tidak wajib, tetapi sunnah yang sangat dianjurkan.
Adapun dalilnya adalah: Dari Aisyah Ra. ia berkata, "Rasulullah SAW melakukan i'tikaf pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sampai saat ia dipanggil Allah Azza wa Jalla." (HR Bukhari dan Muslim).
Adapun dalilnya adalah: Dari Aisyah Ra. ia berkata, "Rasulullah SAW melakukan i'tikaf pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sampai saat ia dipanggil Allah Azza wa Jalla." (HR Bukhari dan Muslim).
Dan dari Ibnu Umar r.a. ia berkata,
"Rasulullah SAW melakukan i'tikaf pada sepuluh malam terakhir bulan
Ramadhan." (HR Bukhari dan Muslim).
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu
'alaikum warahmatullahi wabaraktuh,
Ahmad Sarwat, Lc. - Rumah Fiqih Indonesia
No comments:
Post a Comment