TUNTUNAN AL QUR’AN TENTANG BAGAIMANA MENANGGAPI ISU
DAN BERITA
Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah Subhaanahu wa ta’ala, berita dan isu yang merebak dalam suasana kampanye pilpres akhir-akhir ini membuat sebagian kita terseret dalam gibah
(pergunjingan), saling menghujat, menjelekkan, menghina, bahkan ikut serta menyebarkan
kabar bohong dan fitnah yang tak jelas sumbernya dan tidak kita tahu
kebenarannya.
Berita dan isu yang
beredar tak terkontrol lagi. Mengaduk-ngaduk perasaan kita, marah, benci,
dendam, kecewa, putus asa, rasa ingin berontak yang bisa jadi pencetus
tindakan-tindakan kekerasan sampai pembunuhan ....dan seterusnya dan seterusnya! Na’udzubillah
minzaliq .....
Nah, bagaimana
pencegahannya, agar kita tidak termakan isu sehingga tidak terserang
penyakit-penyakit itu? Ciba kita renungkan ayat-ayat berikut. Allah berfirman:
“Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” ~ QS 49 – Al-Hujuraat : 6 ~
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya”. ~ QS 17 – Al-Israa’ : 36 ~
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang
keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri* diantara mereka, tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari
mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia Allah kepada kamu,
tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebagian kecil saja (diantaramu)” ~ QS 4 – An–Nisaa’ : 83 ~
Note: *Ulil Amri ialah tokoh-tokoh sahabat dan
para cendikiawan diantara pengikut Nabi. Rasul dan Ulil Amri dianggap ahli
dalam menetapkan kesimpulan (istimbat) tentang berita itu.
“Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu, orang
mu’minin dan mu’minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan
(mengapa tidak) berkata: “Ini adalah berita bohong yang nyata”. Mengapa mereka
(yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu?
Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi
Allah orang-orang yang dusta” ~ QS 24 – An-Nuur : 12-13 ~
Dari ayat-ayat Al-Qur’an yang merupakan
satu-satunya sumber berita tentang kebenaran, maka pantaslah kita bersyukur
bahwa untuk situasi yang over-informed
ini sudah tersedia petunjuk yang jelas, sehingga kita dapat terhindar dari
penyakit-penyakit hati itu.
Yang tersirat
adalah bahwa setiap ada berita hendaknya kita menyaring berita itu. Tidak
dibenarkan untuk menelan mentah-mentah setiap berita yang masuk ketelinga kita
atau terbaca oleh mata kita. Waspadailah berita bohong atau berita yang berniat
memecah belah. Jangan kita ikuti atau terpengaruh oleh hal-hal yang kita tidak
memiliki pengetahuan tentangnya. Kita harus selalu meneliti sumber berita
dengan seksama dan penuh kehati-hatian. Kita diingatkan untuk menggunakan
kemampuan intelegensia kita, bukan perasaan emosi kita.
Orang yang bijak
ialah orang yang selalu memfungsikan pendengaran, penglihatan dan pengamatan
kemudian menggunakan daya analisanya secara cermat, sehingga menjadi ahli dalam
menyimpulkan berita. Dengan demikian langkah-langkah yang diambilnya kemudian
mencerminkan kemantapan pribadi dan penuh percaya diri yang tahan terhadap isu
dan khabar bohong.
Berita apapun
tidak akan meresahkannya dan menimbulkan kepanikannya. Semuanya ditanggapi
dengan ketenangan karena yakin akan kebenaran Al-Qur’an dan bimbingan Allah Subhaanahu
wa ta’ala.
Tugas
menyimpulkan berita sebagaimana yang dilakukan oleh Rasul dan Ulil Amri di
jamannya, harus bisa dihayati dan diamalkan oleh para kepala keluarga sekarang
dalam setiap keluarga, sehingga keluarga, istri dan anak bisa hidup dalam
ketentraman dan ketenangan terbebas dari isu-isu yang sangat diragukan
kebenarannya.
Semoga bermanfaat
Wasallam, Mimuk
Bambang Irawan
Jakarta, 7 Juli 2014
No comments:
Post a Comment