Berhari Ulang Tahun Dengan Bermuhasabah
Pertanyaan-pertanyaan di atas hanya sekedar contoh. Masih banyak pertanyaan yang bisa kita tanyakan kepada diri kita sendiri. Perlunya muhasabah, menimbang, merenungi perbuatan baik buruk kita ini tersirat dalam ayat Al-Qur’an berikut ini:
Tulisan: H. R. Bambang Irawan
Bismillahirrohmanirrohiim
Saudara-saudaraku
yang dirahmati Allah SWT, masih banyak kaum muslim yang memperingati hari
lahirnya dengan merayakannya, hura-hura, berpesta bergembira ria, makan-makan,
bahkan ada yang overdoing, dengan
mengundang kenalan handai taulan di gedung yang menghabiskan uang berjuta-juta
rupiah. Adakah cara lain untuk memperingati hari lahir kita?
Itu sebenarnya
tergantung bagaimana kita memaknai hari lahir kita serta bagaimana niat kita
untuk memperingatinya. Kebanyakan dari kita menganggap bahwa bertambahnya umur
merupakan suatu “prestasi” yang perlu dirayakan. Prestasi yang berupa tambah
dewasa, tambah pengalaman, kesuksesan (duniawi) yang dikaitkan dengan
bertambahnya umur. Makin bertambah umur kita diharapkan menjadi lebih dewasa,
lebih pengalaman atau lebih sukses.
Hari lahir kita
bisa juga dilihat dari sudut lain. Bila hidup di dunia ini kita anggap suatu
perjalanan, dari janin, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan mati, maka
dengan bertambahnya umur bukankah kita semakin mendekati garis “finish” kehidupan dunia?
Diseberang sana,
di belakang garis finish, adalah akhirat. Tempat kita diakhirat, seperti kita
tahu, tergantung kepada amal saleh kita selama menempuh perjalanan hidup di
dunia ini. (Anda tentu masih ingat bahwa kita menempuh 5 alam kehidupan; alam ruh, alam janin, alam fana=dunia, alam
barzah=kubur dan alam baka=akhirat).
Nah, bila
demikian asumsinya, mestinya dengan bertambahnya umur, kita perlu semakin
waspada dan melakukan introspeksi; cukupkah bekal pahala kita untuk masuk ke
surga? Dengan perkataan lain, seberapa banyakkah diriku melakukan amal saleh?
Dalam Islam
dikenal istilah muhasabah yang berasal dari kata hasaba, yuhasibu; yang berarti melakukan perhitungan terhadap diri
sendiri berkaitan dengan amal, perilaku, serta keputusan-keputusan yang telah
diambil dalam kehidupan ini. Mungkin padanan kata muhasabah adalah introspeksi.
Muhasabah ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang berpegang pada asumsi
diatas, yaitu sadar akan hakekat kehidupan yang bak perjalanan menuju akhirat
yang abadi.
Jadi, adalah
sangat bagus bila hari ulang tahun kita, dipakai untuk melakukan muhasabah ini, dengan mengajukan
bermacam-macam pertanyaan pada diri kita sendiri. Pertanyaan-pertanyaan itu bisa
dikelompokkan menurut 2 aspek, yaitu aspek hablum minallah dan aspek hablum
minannas.
Aspek hablum minallah; Telah cukupkah iman dan taqwaku? Khusyu’kah shalatku? Seringkah aku
mengulur-ulur waktu shalat? Berapa banyak aku mengingatNya? Pernahkah aku
menyekutukanNya? Kapan aku mengingkari perintahNya? Kenapa aku mengingkari
perintahNya? Telah bersyukurkah aku kepadaNya? Takutkah aku padanya? Pernahkah
aku meragukanNya? Seringkah aku mengabaikanNya dan mendahulukan yang lain?
Aspek hablum minannas; Pernahkah aku menyakiti atau menzalimi orang lain? Bagaimana dengan
zakat, infaq dan sedekahku? Bermanfaatkah aku buat orang lain? Apakah telah aku
berikan ilmuku kepada orang lain? Apakah aku sudah terbebas dari
penyakit-penyakit hati, a.l; dengki, dendam, iri, menggunjing, merendahkan
orang, sombong, memfitnah dan lain sebagainya? Apakah aku telah menjadi
pemimpin keluarga yang baik? Sayangkah aku pada keluargaku? Bertanggung
jawabkah aku, terhadap keluarga, teman-teman di kantor dan lingkungan kita?
Pertanyaan-pertanyaan di atas hanya sekedar contoh. Masih banyak pertanyaan yang bisa kita tanyakan kepada diri kita sendiri. Perlunya muhasabah, menimbang, merenungi perbuatan baik buruk kita ini tersirat dalam ayat Al-Qur’an berikut ini:
Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun
niscaya akan melihat balasannya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat
dzarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula
~ Al-Zalzalah – QS 99 : 7-8 ~
Jadi, merenung
merupakan hal yang utama kita lakukan saat berhari ulang tahun. Sebenarnya
muhasabah bisa dilakukan setiap hari sehabis shalat Isya’, ini boleh kita sebut
sebagai muhasabah harian. Sedangkan
pada ulang tahun itu kita mengadakan muhasabah besar atau muhasabah tahunan.
Lantas
memperingatinya bisa dengan melakukan ta-syukuran. Mengundang orang juga dengan
niat
untuk silaturahmi dan mengajak memanjatkan do’a bersama memohon
kekuatan lahir dan bathin, taufik dan hidayah, bimbingan dan petunjukNya agar
kita tetap berada pada jalan yang diridhoiNya. Syukuran lebih baik lagi kalau
dilakukan dengan mengajak kaum dhuafa atau yatim piatu, sehingga kita bisa
sekaligus bersedekah.
Dengan
memperingati (bukan merayakan) hari ulang tahun seperti itu, pasti akan banyak
manfaatnya buat diri kita dan orang lain. Dan lagi, cara ini tidak kalah
mengesankan dibanding dengan memperingatinya secara hip-hip-hura-hura.
Bagaimana
pendapat Anda?
No comments:
Post a Comment