“Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu
apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya
untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh)
kesejahteraan sampai terbit fajar” ~ QS 97 - Al-Qadr : 1-5 ~.
Lailatul qadar adalah
malam yang ditetapkan Allah bagi umat Islam. Ada dua pengertian mengenai maksud
malam tersebut. Pertama, lailatul qadar adalah malam kemuliaan. Kedua, lailatul
qadar adalah waktu ditetapkannya takdir tahunan. Kedua makna ini adalah maksud
dari lailatul qadar.
Lailatul qadar adalah
waktu penetapan takdir sebagaimana disebutkan dalam ayat,
فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.”
(QS. Ad Dukhon: 4).
Qotadah berkata, “Yang
dimaksud adalah pada malam lailatul qadar ditetapkan takdir tahunan.” (Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, 13: 132)
Kapan
Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu
terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ
الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan
Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169).
Yang dimaksud dalam
hadits ini adalah semangat dan bersungguh-sungguhlah mencari lailatul qadar
pada sepuluh hari tersebut. Lihat Syarh Shahih Muslim,
8: 53.
Terjadinya lailatul qadar
di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap,
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ
مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir
di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017).
Kapan tanggal pasti
lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah
menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang
paling kuat dari berbagai pendapat yang ada adalah lailatul qadar itu terjadi
pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya
berpindah-pindah dari tahun ke tahun (lihat Fathul Bari, 4:
262-266 dan Syarh Shahih Muslim, 6: 40).
Mungkin pada tahun
tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang
berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak
dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ
مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى
، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى
“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan
Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.” (HR.
Bukhari no. 2021)
Para ulama mengatakan
bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat
untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal
pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan (lihat Fathul Bari, 4: 266).
Tanda-Tanda
Malam Lailatul Qadar
Ibnu Hajar Al Asqolani
berkata,
وَقَدْ وَرَدَ لِلَيْلَةِ الْقَدْرِ
عَلَامَاتٌ أَكْثَرُهَا لَا تَظْهَرُ إِلَّا بَعْدَ أَنْ تَمْضِي
“Ada beberapa dalil yang
membicarakan tanda-tanda lailatul qadar, namun itu semua tidaklah nampak
kecuali setelah malam tersebut berlalu.” (Fathul Bari, 4: 260).
Di antara yang menjadi
dalil perkataan beliau di atas adalah hadits dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,
هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ
سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ
يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.
“Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh
(dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari
terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala
penjuru.” (HR. Muslim no. 762).
Dari Ibnu Abbas,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ
لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan,
tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar
tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi
dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18: 361. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no.
5475.)
Jika demikian, maka tidak
perlu mencari-cari tanda lailatul qadar karena kebanyakan tanda yang ada muncul
setelah malam itu terjadi. Yang mesti dilakukan adalah memperbanyak ibadah di
sepuluh hari terakhir Ramadhan, niscaya akan mendapati malam penuh kemuliaan
tersebut.
Jangan
Memilih Malam Ganjil, Malam Lailatul Qadar Bisa Jadi di Malam Genap
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah menyebutkan bahwa sepantasnya bagi seorang muslim untuk mencari malam lailatul qadar di seluruh sepuluh hari
terakhir. Karena keseluruhan malam sepuluh hari terakhir bisa teranggap ganjil
jika yang dijadikan standar perhitungan adalah dari awal dan akhir bulan
Ramadhan. Jika dihitung dari awal bulan Ramadhan, malam ke-21, 23 atau malam ganjil
lainnya, maka sebagaimana yang kita hitung. Jika dihitung dari Ramadhan yang
tersisa, maka bisa jadi malam genap itulah yang dikatakan ganjil. Dalam hadits datang
dengan lafazh,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ
مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى
، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى
“Carilah malam lailatul qadar di sepuluh hari terakhir dari bulan
Ramadhan. Bisa jadi lailatul qadar ada pada sembilan hari yang tersisa, bisa
jadi ada pada tujuh hari yang tersisa, bisa jadi pula pada lima hari yang
tersisa.” (HR. Bukhari no. 2021).
Jika bulan Ramadhan 30
hari, maka kalau menghitung sembilan malam yang tersisa, maka dimulai dari
malam ke-22. Jika tujuh malam yang tersisa, maka malam lailatul qadar terjadi
pada malam ke-24. Sedangkan lima malam yang tersisa, berarti lailatul qadar
pada malam ke-26, dan seterusnya (Lihat Majmu’ Al Fatawa,
25: 285).
Semoga Allah memudahkan
kita bersemangat dalam ibadah di akhir-akhir Ramadhan dan
moga kita termasuk di antara hamba yang mendapat malam yang penuh kemuliaan.
Referensi:
- Al
Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi,
terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1433 H.
- Fathul
Bari Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, 1379.
- Jami’ul
Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath Thobari,
terbitan Dar Ibnil Jauzi.
- Majmu’atul
Fatawa, Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan keempat, tahun 1432
H.
- Minhatul
‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, terbitan
Dar Ibnul Jauzi, cetakan ketiga, tahun 1432 H, 5: 51-52.
Disusun di siang hari, 19 Ramadhan 1434
H @ Pesantren
Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta
Penulis: Muhammad
Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Dari artikel 'Kajian Ramadhan 17: Tanda Lailatul Qadar dan Kapan Lailatul Qadar Terjadi? — Muslim.Or.Id'
No comments:
Post a Comment