TERNYATA EGO ADALAH TUHAN KEBANYAKAN KITA
Oleh: Imam Suhadi
Tauhid berasal dari kata ahad, yang artinya satu. Secara harfiah
tauhid berarti pengesaan Allah Subahanahu wa ta’ala.
Apa maksud pengesaan Allah Subahanahu wa ta’ala?
Maksudnya adalah menjadikan Allah satu-satunya Tuhan, tidak ada
tuhan yang lain. Hal ini sangat terkait dengan syahadat kita *laa ilaha
ilallah*, tidak ada Tuhan selain Allah.
Banyak orang berpikir bahwa tuhan-tuhan selain Allah hanyalah
seperti patung-patung, berhala, dan sejenisnya. Padahal sesungguhnya tidak.
Bagi kebanyakan manusia, kata Ibnu Arabi, tuhan terbesar manusia adalah hawa
nafsunya sendiri.
Pantaslah jika Allah bersabda dalam ayat-ayat berikut:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” ~ QS 45 – Al Jaatsiyah : 23 ~
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?,
atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami.
Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat jalan nya” ~ QS 25 - Al-Furqaan : 43-44 ~
Dari ketiga ayat tsb dijelaskan bahwa akibat kita tanpa sadar
menjadikan hawa nafsu kita sebagai tuhan kita, mata dan pendengaran hati (jiwa/qalbu)
kita menjadi tertutup, sehingga menjadi tersesat dari ash-shirat (jalan yang
lurus). Orang yang tertutup mata dan pendengaran hati (jiwa/qalbu)nya, dalam
ayat yang lain disebut sebagai orang-orang yang kafir.
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu
beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan
beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan
mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat”.
~ QS 2 - Al-Baqarah : 6-7 ~
~ QS 2 - Al-Baqarah : 6-7 ~
Sedikit sekali orang - mungkin termasuk kita - yang tidak
menyadari ini. Karena lahir dan besar dari keluarga muslim, kita ke-geer-an
menyangka diri kita adalah orang-orang yang ber-iman, dan menganggap orang di
luar itu yang kafir.
Padahal dari ayat itu seharusnya kita berpikir: “Wah, boleh jadi
saya ini masih kafir, dan yang dimaksud ayat ini adalah diri saya sendiri“.
Sahabat-sahabat,
Karena kita menyangka kita beriman, maka kita selalu menganggap
ketika al-Quran berbicara tentang orang-orang kafir, bukan untuk kita. Tetapi
untuk orang lain.
Akibatnya pesan-pesan yang sebenarnya Allah tujukan untuk kita,
tidak dipahami sama sekali oleh kita. Iman dan kafir itu ibarat terang dan
gelap. Diantara terang dan gelap ada demikian banyak gradasi terang dan gelap.
Sangat mungkin di dalam diri kita ada keimanan 10%, namun bercampur dengannya
ada 90% kekafiran. Semakin kita menjadi hamba hawa nafsu kita, maka semakin
meningkat kakafiran dalam diri kita.
Sahabat-sahabat,
Hawa nafsu atau sering juga disebut sebagai ego, banyak
jenisnya. Sombong, kikir, iri dengki, marah dan dendam, malas, serakah, adalah
beberapa bentuk dari hawa nafsu tersebut. Karena itu agama mengajarkan kita
untuk mengendalikan sifat-sifat tersebut. Karena mengikutinya akan merusak
syahadat kita. Akan menghancurkan tauhid kita.
Lihatlah diri kita. Betapa sering kita merasa sombong,
marah-marah tanpa alasan yang jelas, kikir, iri dengki, berkeluh kesah? Hampir
tiap waktu kita selalu diisi oleh sifat-sifat tersebut. Tanpa sadar, posisi
Allah sebagai tuhan dalam diri kita sudah digantikan oleh hawa nafsu kita.
Walaupun secara lahiriah nampak shalih, rajin shalat, baca Al Quran, namun
sesungguhnya tidak akan banyak bermakna jika kita tidak menyadari bahwa kita harus
menyingkirkan tuhan-tuhan hawa nafsu dari masjid hati kita.
Nah, tauhid sesungguhnya adalah ilmu yang bertujuan untuk
memurnikan syahadat kita. Meneguhkan bahwa hanya Allah satu-satunya tuhan bukan
hawa nafsu kita.
Sahabat-sahabat,
Seluruh tuntunan lahiriah dan bathniah agama kita, sesungguh nya
adalah jalan yang diberikan untuk menyempurnakan tauhid kita. Dan sesungguhnya
tauhid yang semakin menyempurna inilah yang diharapkan oleh Allah Subahanahu wa
ta’ala.
Orang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: “Wahai
Rasulullah! Amalan apa yang paling baik? Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
menjawab: “ilmu mengenai Allah!”. Bertanya pula orang tersebut: “Ilmu apa yang
engkau kehendaki?” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Ilmu mengenai
Allah”. Berkata orang itu lagi: “Kami menanyakan tentang amal, lantas engkau
menjawab tentang ilmu”. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab:
“Bahwasannya sedikit amal adalah lebih bermanfaat dengan disertai ilmu mengenai
Allah. Dan bahwasannya banyak amal tidak bermanfaat bila disertai kebodohan
mengenai Allah Ta’ala (HR Ibnu Abdil Birri)
Hadits di atas sangat menarik sekali. Seseorang bertanya kepada
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang sebuah amalan, namun dijawab oleh
Nabi malah ilmu tentang Allah. Kenapa demikian? Karena memang sesungguhnya
muara seluruh ilmu dan amal kita adalah untuk kita semakin *mengenal Allah*.
Mengenal Allah tidak akan pernah dapat kita lakukan dengan
membaca buku. Walaupun seribu kitab kita baca, tidak akan pernah membuat kita
mengenal Allah kalau kita tidak "menjalaninya". Ilmu dari kitab-kitab
hanyalah panduan dasar, namun pengenalan baru akan dapat terjadi ketika kita
melaksanakan panduan tersebut.
Seperti berenang. Belajar dari buku atau video tentang bagaimana
cara berenang tidak akan pernah membuat kita bisa berenang. Kita harus terjun
ke kolam, merasakan bagaimana gerakan tangan kita, merasakan gerakan kaki kita,
lambat laun akan menyebabkan kita bisa berenang.
Demikian pula dgn ilmu tauhid. Walaupun kita belajar buku-buku tentang tauhid, ikut kuliah dan ceramah secara rutin, hal ini tidak akan pernah mengantarkan kita kepada pemahaman sejati tentang tauhid kalau kita tidak selami. Kita harus benar-benar menyelami, untuk dapat memahami tauhid.
Demikian pula dgn ilmu tauhid. Walaupun kita belajar buku-buku tentang tauhid, ikut kuliah dan ceramah secara rutin, hal ini tidak akan pernah mengantarkan kita kepada pemahaman sejati tentang tauhid kalau kita tidak selami. Kita harus benar-benar menyelami, untuk dapat memahami tauhid.
Bagaimana cara menyelaminya?Sebenarnya Al-Quran sudah memberikan
panduan yang utuh tentang hal ini. Namun karena sebahagian besar kita tidak
memahami struktur informasi Quran, kita sering kebingungan sendiri membaca
Quran. Quran nampak seperti kitab yang rumit dan sulit dipahami.Cara pertama
seperti yang dikatakan dalam QS 3 - Ali Imran:7 laksanakan saja apa-apa yang
muhkamat dari al-Quran, baik yang sifatnya lahiriah ataupun bathiniah.Nah,
disini masalah. Kebanyakan kita hanya beragama secara lahiriah. Yang bathiniah
diabaikan. Padahal kalau mau menyelami dengan baik, maka kedua-duanya harus
kita tekuni.
Lihatlah betapa banyak orang yang sangat rajin shalatnya,
jamaahan tidak pernah tertinggal, puasa senin kamis selalu dilaksanakan, namun
hari-harinya diisi dengan keluh kesah dan kebencian? Sekiranya kita menjalani
semua tuntunan lahiriah dan bathiniah yang ada di dalam al Quran, percayalah
bahwa sedikit demi sedikit tauhid kita akan mengalami penyempurnaan.
Aamiin
ya Rabbal’aalamin
No comments:
Post a Comment