Obat Batuk Beralkohol Haramkah?
Alkohol dalam Obat Batuk
Batuk merupakan salah satu penyakit yang cukup sering dialami
banyak kalangan. Sehingga batuk diidentikan sebagai reaksi fisiologik yang
normal. Batuk terjadi jika saluran pernafasan kemasukan benda-benda asing atau
karena produksi lendir yang berlebih. Benda asing yang sering masuk ke dalam
saluran pernafasan adalah debu. Gejala sakit tertentu seperti asma dan alergi
merupakan salah satu sebab kenapa batuk terjadi.
Obat batuk yang beredar di pasaran saat ini cukup beraneka
ragam. Baik obat batuk berbahan kimia hingga obat batuk berbahan alami atau
herbal. Jenisnya pun bermacam-macam mulai dari sirup, tablet, kapsul hingga
serbuk (jamu). Terdapat persamaan pada semua jenis obat batuk tersebut, yaitu sama-sama
mengandung bahan aktif yang berfungsi sebagai pereda batuk. Akan tetapi
terdapat pula perbedaan, yaitu pada penggunaan bahan campuran/penolong. Salah
satu zat yang sering terdapat dalam obat batuk jenis sirup adalah alkohol.
Temuan di lapangan diketahui bahwa sebagian besar obat batuk
sirup mengandung kadar alkohol. Sebagian besar produsen obat batuk baik dari
dalam negeri maupun luar negeri menggunakan bahan ini dalam produknya. Beberapa
produk memiliki kandungan alkohol lebih dari 1 persen dalam setiap volume
kemasannya, seperti Woods’, Vicks Formula 44, OBH Combi, Benadryl,
Alphadryl Expectorant, Alerin, Caladryl, Eksedryl, Inadryl hingga Bisolvon.
Fungsi Alkohol dalam Obat Batuk
Menurut Pakarnya
Menurut pendapat salah seorang pakar farmasi Drs Chilwan Pandji
Apt Msc, fungsi alkohol itu sendiri adalah untuk melarutkan atau mencampur
zat-zat aktif, selain sebagai pengawet agar obat lebih tahan lama. Dosen
Teknologi Industri Pertanian IPB itu menambahkan bahwa berdasarkan penelitian
di laboratorium diketahui bahwa alkohol dalam obat batuk tidak memiliki
efektivitas terhadap proses penyembuhan batuk, sehingga dapat dikatakan bahwa
alkohol tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan frekuensi batuk
yang kita alami.
Sedangkan salah seorang praktisi kedokteran, dr Dewi mengatakan,
“Efek ketenangan akan dirasakan dari alkohol yang terdapat dalam obat batuk,
yang secara tidak langsung akan menurunkan tingkat frekuensi batuknya. Akan
tetapi bila dikonsumsi secara terus menerus akan menimbulkan ketergantungan
pada obat tersebut.”
Berdasarkan informasi tersebut sebenarnya alkohol bukan
satu-satunya bahan yang harus ada dalam obat batuk. Ia hanya sebagai penolong
untuk ekstraksi atau pelarut saja. [1]
Bedakan Antara Alkohol Pelarut dan
Khomr
Sebagaimana telah diketahui tadi bahwa fungsi alkohol dalam obat
semacam obat batuk adalah sebagai solvent (pelarut). Oleh karenanya,
sebagaimana penjelasan kami yang telah lewat mengenai alkohol, mohon alkohol
yang bertindak sebagai solvent (pelarut) ini dibedakan baik-baik dengan alkohol
pada khomr. Karena kedua alkohol ini berbeda.
Perlu kita ketahui terlebih dahulu, khomr adalah segala
sesuatu yang memabukkan. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
كُلُّ
مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Setiap yang memabukkan adalah khomr. Setiap yang memabukkan
pastilah haram.”[2]
Yang jadi illah (sebab) pengharaman khomr adalah
karena memabukkan. Khomr diharamkan karena illah (sebab pelarangan)
yang ada di dalamnya yaitu karena memabukkan. Jika illah tersebut hilang, maka
pengharamannya pun hilang. Karena sesuai kaedah “al hukmu yaduuru ma’a illatihi
wujudan wa ‘adaman (hukum itu ada dilihat dari ada atau tidak
adanya illah)”. Illah dalam pengharaman khomr adalah memabukkan
dan illah ini berasal dari Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’
(kesepakatan ulama kaum muslimin).”[3]
Inilah sebab pengharaman khomr yaitu karena memabukkan. Oleh
karenanya, tidak tepat jika dikatakan bahwa khomr itu diharamkan karena alkohol
yang terkandung di dalamnya. Walaupun kami akui bahwa yang jadi patokan dalam
menilai keras atau tidaknya minuman keras adalah karena alkohol di dalamnya.
Namun ingat, alkohol bukan satu-satunya zat yang dapat menimbulkan efek
memabukkan, masih ada zat lainnya dalam minuman keras yang juga sifatnya
sama-sama toksik (beracun). Dan sekali lagi kami katakan bahwa Al Qur’an dan Al
Hadits sama sekali tidak pernah mengharamkan alkohol, namun yang dilarang
adalah khomr yaitu segala sesuatu yang memabukkan.
Sedangkan alkohol yang bertindak sebagai pelarut sebenarnya
tidak memabukkan karena kadarnya yang terlalu tinggi sehingga mustahil untuk
dikonsumsi. Kalau mau dikonsumsi, maka cuma ada dua kemungkinan yaitu sakit
perut, atau bahkan mati. Sehingga alkohol pelarut bukanlah khomr, namun
termasuk zat berbahaya jika dikonsumsi sebagaimana layaknya Baygon.
Jadi yang tepat kita katakan bahwa alkohol disebut khomr jika
memabukkan dan tidak disebut khomr jika tidak memabukkan.
Pandangan Ilmu Fiqih Mengenai Obat
Beralkohol
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menjelaskan, “Adapun
beberapa obat yang menggunakan campuran alkohol, maka itu tidaklah
haram selama campuran tersebut sedikit dan tidak nampak memberikan
pengaruh.”[4]
Obat yang mengandung alkohol ini dibolehkan karena
adanya istihlak. Yang dimaksud dengan istihlak adalah bercampurnya
benda haram atau najis dengan benda lainnya yang suci dan halal yang jumlahnya
lebih banyak sehingga menghilangkan sifat najis dan keharaman benda yang
sebelumnya najis, baik rasa, warna dan baunya.[5]
Apakah benda najis yang terkalahkan oleh benda suci tersebut
menjadi suci? Pendapat yang benar adalah bisa menjadi suci.
Alasannya adalah dua dalil berikut.
Hadits pertama, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
الْمَاءُ
طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
“Air itu suci, tidak ada yang dapat menajiskannya.”[6]
Hadits kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِذَا
بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ
“Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak mungkin
dipengaruhi kotoran (najis).”[7]
Dua hadits di atas menjelaskan bahwa apabila benda yang najis
atau haram bercampur dengan air suci yang banyak, sehingga najis tersebut lebur
tak menyisakan warna atau baunya, maka dia menjadi suci.
Jadi suatu saat air yang najis, bisa berubah menjadi suci jika
bercampur dengan air suci yang banyak. Tidak mungkin air yang najis selamanya
berada dalam keadaan najis tanpa perubahan. Tepatlah perkataan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah, “Siapa saja yang mau merenungkan dalil-dalil yang
telah disepakati dan memahami rahasia hukum syari’at, niscaya akan jelas
baginya bahwa pendapat inilah yang lebih tepat. Sangat tidak mungkin ada air
atau benda cair yang tidak mungkin mengalami perubahan menjadi suci (tetap
najis). Ini sungguh bertentangan dengan dalil dan akal sehat.”[8]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin juga mengatakan, “Begitu
pula khomr apabila dia bercampur dengan zat lain yang halal dan tidak
memberikan pengaruh apa-apa, maka campuran yang ada akan tetap halal.”[9]
Di samping itu pula selain karena alasan istihlak sebagaimana
dijelaskan di atas, obat yang mengandung alkohol diperbolehkan
karena illah(sebab) seperti yang ada pada khomr tidak ada lagi, yaitu
memabukkan. Padahal hukum berputar sesuai dengan ada tidaknya illah (sebab).
Sebagian orang mungkin ada yang salah memahami hadits berikut.
مَا
أَسْكَرَ كَثِيرُهُ فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ
“Sesuatu yang apabila banyaknya memabukkan, maka meminum
sedikitnya dinilai haram.”[10] Sehingga dari sini ada sebagian yang mengatakan
bahwa dalam obat ini terdapat alkohol sekian persen, maka itu terlarang dikonsumsi.
Kami katakan bahwa pernyataan seperti ini muncul, di antaranya
karena kurang memahami hadits di atas. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan,
“Mereka menyangka bahwa makna hadits tersebut adalah jika
sedikit khomr tercampur dengan minuman selain khomr, maka
minuman tersebut menjadi haram. Ini bukanlah makna dari hadits di atas. Namun
makna hadits yang sebenarnya adalah jika sesuatu diminum dalam jumlah banyak
sudah memabukkan, maka kalau diminum dalam jumlah sedikit tetap dinilai
haram.”[11] Sedangkan yang ada pada obat-obatan tidaklah demikian.
Untuk Kehati-hatian
Chilwan Pandji mengatakan, “Konsumsi alkohol berlebih akan
menimbulkan efek fisiologis bagi kesehatan tubuh, yaitu mematikan sel-sel baru
yang terbentuk dalam tubuh. Selain itu juga efek sirosis dalam hati, di mana
jika dalam tubuh manusia terdapat virus maka virus tersebut akan bereaksi dan
menimbulkan penyakit hati (kuning).”
Chilwan Pandji menambahkan bahwa pada saat ini telah ditemukan
berbagai macam obat alternatif yang memiliki fungsi sama dengan obat batuk yang
mengandung alkohol tersebut.[12]
Oleh karena itu, dari sisi inilah obat yang mengandung alkohol
bisa kita katakan sebaiknya dijauhi. Alasannya, karena jika dikonsumsi
secara berlebihan dapat menimbulkan efek samping. Padahal Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا
تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS 4 - An Nisaa’: 29). Di antara maksud ayat ini
adalah janganlah menjerumuskan diri dalam kebinasaan yaitu yang dapat
mencelakakan diri sendiri.[13] Di antara bentuknya adalah mengkonsumsi
makanan atau minuman yang dapat membahayakan jiwa.
Begitu pula sebagaimana dikatakan oleh Chilwan Pandji di awal,
berdasarkan penelitian di laboratorium diketahui bahwa alkohol dalam obat batuk
tidak memiliki efektivitas terhadap proses penyembuhan batuk, sehingga dapat
dikatakan bahwa alkohol tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan
frekuensi batuk yang kita alami.[14]
Sebagaimana pula hasil rapat Komisi Fatwa MUI tahun 2001
menyimpulkan bahwa minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol minimal
1% (satu persen).[15] Sehingga untuk kehati-hatian, kami sarankan
untuk meninggalkan obat beralkohol jika kandungan alkoholnya di atas 1%.
Penutup
Sebagai solusi, kami sarankan menggunakan obat herbal, di mana
diketahui tidak membutuhkan alkohol dalam pelarutan zat-zat aktif, tetapi dapat
menggunakan air sebagai bahan pelarut. Obat batuk herbal yang berasal dari
bahan alami ini pada dasarnya tidak berbahaya, dan dari segi kehalalannya sudah
lebih dapat dibuktikan. Inilah solusi yang lebih aman.
Demikian sekelumit pembahasan mengenai obat beralkohol seperti
obat batuk. Semoga bermanfaat.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Diselesaikan di Panggang-GK, Ahad, 6 Rabi’ul Akhir 1431 H
(21/03/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel https://rumaysho.com
No comments:
Post a Comment