Wajibkah Berpuasa Bila Sakit?
Hukum Puasa dan Cara Membayar Fidyah
bagi Orang Sakit dan Orang Tua
بسم
الله الرحمن الرحيم
Allah ta’ala berfirman,
فَمَنْ
كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Maka siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) untuk membayar fidyah,
(yaitu): memberi makan seorang miskin.” ~ QS 2 - Al-Baqarah: 184~
Macam-macam Orang Sakit
PERTAMA: Sakit
yang masih diharapkan kesembuhannya, keadaanya ada tiga:
Keadaan Pertama : Sakit
yang tidak menyusahkan dan tidak membahayakan apabila seseorang berpuasa,
seperti sakit yang sangat ringan, yang apabila ia berpuasa tidak memberikan
pengaruh apa-apa, maka wajib berpuasa.
Sama dengan orang tua yang tidak merasa berat, tidak pula
berpuasa membahayakannya dan masih mampu berpuasa, maka wajib berpuasa.
Keadaan Kedua: Sakit
yang menyusahkan apabila seseorang berpuasa tapi tidak membahayakan, maka
dimakruhkan baginya berpuasa, dan apabila ia tetap berpuasa maka puasanya sah. Dimakruhkan karena Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ
اللهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ
“Sesungguhnya Allah mencintai keringanan-keringanan dari-Nya
diambil, sebagaimana Allah membenci kemaksiatan kepada-Nya dilakukan.” [HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dari Ibnu
Umar radhiyallahu’anhuma, Shahihul Jaami’: 1886]
Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata,
واتفقوا
على أن المريض إذا تحامل على نفسه فصام أنه يجزِئه، واتفقوا على أن من آذاه المرض
وضَعُف عن الصوم فله أن يفطر
“Para ulama sepakat bahwa orang sakit yang memberatkan dirinya
apabila ia berpuasa maka puasanya sah, dan mereka juga sepakat bahwa orang yang
menderita karena suatu penyakit atau merasa lemah untuk berpuasa maka boleh
baginya berbuka.” [Maraatibul
Ijma’, hal. 71, sebagaimana dalam Ash-Shiyaamu fil Islam, hal. 120]
Keadaan Ketiga: Sakit
yang membahayakan seseorang apabila berpuasa, seperti tertundanya kesembuhan
atau memperparah penyakit, maka wajib atasnya berbuka, tidak boleh berpuasa.
Karena Allah ta’ala berfirman,
وَلاَ
تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ الله كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.” ~QS 4 - An-Nisaa’: 29~
Dan firman Allah ta’ala,
وَلاَ
تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan.” ~QS 2 - Al-Baqarah : 195~
Apa Kewajibannya?
Kewajibannya adalah mengqodho’ di luar bulan Ramadhan, di
hari-hari yang tidak terlarang untuk puasa, sejumlah hari-hari puasa yang ia
tinggalkan tersebut.
Apabila sakitnya berlanjut sampai Ramadhan tahun berikutnya dan
masih tetap diharapkan kesembuhannya atau apabila berpuasa di tahun tersebut
masih dikhawatirkan penyakitnya akan kambuh maka tidak apa-apa ia menunda
qodho’ setelah Ramadhan di tahun berikutnya.[1]
Perhatian:
•Apabila seseorang sakit maka boleh baginya tidak berpuasa sejak awal hari,
•Apabila sakitnya di pertengahan hari ketika sedang berpuasa
maka boleh baginya berbuka,
•Dan apabila sakitnya sembuh di pertengahan hari setelah
sebelumnya tidak berpuasa atau telah berbuka maka ia tidak perlu melanjutkan
puasanya dan tidak sah apabila ia berpuasa.
•Akan tetapi bolehkah ia makan dan minum atau berhubungan suami
istri, pendapat yang benar insya Allah adalah boleh, karena ia tidak wajib berpuasa
atau ia berbuka karena sebab yang dibolehkan oleh syari’at.
Sahabat yang Mulia Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata,
من
أفطر أول النهار فليفطر آخره
“Barangsiapa dibolehkan berbuka di awal hari maka boleh
baginya berbuka di akhirnya.” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah, 3/54]
•Demikian pula, orang yang telah sembuh dari sakitnya, seperti
orang yang gagal ginjal kemudian melakukan operasi pencangkokkan ginjal, lalu
menjadi sehat, dan dokter spesialis yang terpercaya mengatakan bahwa walau ia
sudah sehat namun apabila berpuasa akan menyebabkan sakitnya kambuh.
•Atau ia diharuskan minum air di siang hari jika tidak maka
sakitnya akan kambuh, maka wajib baginya berbuka, tidak boleh berpuasa. Apabila
ia tidak bisa berpuasa berkepanjangan maka termasuk sakit dalam bentuk yang
kedua berikut ini.
KEDUA : Sakit
yang berkepanjangan dan tidak diharapkan lagi kesembuhannya dengan persaksian
para dokter yang terpercaya,[2] hukumnya sama dengan orang tua yang merasa
berat atau apabila berpuasa akan membahayakannya dengan persaksian dokter yang
terpercaya atau sudah tidak mampu lagi berpuasa, maka boleh bagi mereka berbuka
dan wajib membayar fidyah.
Adapun orang tua yang tidak merasa berat, tidak pula
membahayakannya dan masih mampu berpuasa maka wajib berpuasa.
Allah ta’ala berfirman,
فَاتَّقُوا
الله مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kepada Allah sesuai kemampuanmu.” ~QS 64 - Ath-Thagaabun : 16~
Dan firman Allah ta’ala,
لاَ
يُكَلِّفُ الله نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani satu jiwa kecuali sesuai kemampuannya.” ~QS 2 - Al-Baqarah: 286~
Dan firman Allah ta’ala,
وَمَا
جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Allah sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan.” ~QS 22 - Al-Hajj : 78~
Al-Imam Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,
وأجمعوا
على أن للشيخ الكبير والعجوز العاجِزَيْن عن الصوم أن يفطرا
“Para ulama sepakat bahwa orang tua dan orang yang tidak mampu
berpuasa, boleh berbuka.” [Al-Ijma’, 60, sebagaimana dalam Ash-Shiyaamu fil Islam, hal.
123]
Apa Kewajibannya?
Allah ta’ala berfirman,
وَعَلَى
الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika
mereka tidak berpuasa) untuk membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang
miskin.” ~QS
2 - Al-Baqarah : 184~
Sahabat yang Mulia Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata,
لَيْسَتْ
بِمَنْسُوخَةٍ هُوَ الشَّيْخُ الكَبِيرُ، وَالمَرْأَةُ الكَبِيرَةُ لاَ
يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا، فَيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا
“Ayat ini tidak dimansukh (tidak dihapus hukumnya) bagi
laki-laki tua dan wanita tua yang tidak mampu berpuasa, hendaklah memberi makan
untuk setiap hari puasa satu orang miskin.” [Riwayat Al-Bukhari]
Al-Hasan dan Ibrahim rahimahumallah berkata,
وَأَمَّا
الشَّيْخُ الكَبِيرُ إِذَا لَمْ يُطِقِ الصِّيَامَ فَقَدْ أَطْعَمَ أَنَسٌ بَعْدَ
مَا كَبِرَ عَامًا أَوْ عَامَيْنِ، كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِينًا، خُبْزًا وَلَحْمًا،
وَأَفْطَرَ
“Adapun orang tua yang tidak mampu berpuasa, maka Anas bin Malik
ketika telah tua, beliau memberi makan selama satu atau dua tahun, setiap satu
hari puasa satu orang miskin, roti dan daging, dan beliau tidak berpuasa.” [Riwayat Al-Bukhari]
Bagaimana Cara Mengetahui Macam-macam Sakit?
Pertama: Dengan pengalaman, apabila seseorang
telah pernah mencoba berpuasa dan terbukti bahwa puasa memberatkannya atau
memperlambat kesembuhannya, maka hendaklah ia berbuka.
Kedua: Dengan
pengabaran seorang dokter muslim yang ahli dan terpercaya.
Ketiga: Dengan persangkaan yang kuat bahwa
penyakitnya tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya maka hendaklah ia berbuka
dan membayar fidyah.[3]
Cara Membayar Fidyah
Pertama:
Membagi bahan makanan mentah kepada orang-orang miskin, untuk setiap satu hari puasa yang ditinggalkan memberi makan satu orang miskin, sebanyak 1/2 sho’ (senilai kurang lebih 1,5 kg) bahan makanan pokok di negerinya.[4]
Membagi bahan makanan mentah kepada orang-orang miskin, untuk setiap satu hari puasa yang ditinggalkan memberi makan satu orang miskin, sebanyak 1/2 sho’ (senilai kurang lebih 1,5 kg) bahan makanan pokok di negerinya.[4]
Nilai ½ sho’, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam,
لِكُلِّ
مِسْكِينٍ نِصْفَ صَاعٍ
“Setiap satu orang miskin setengah sho’.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ka’ab
bin ‘Ujroh radhiyallahu’anhu]
Kedua:
Menyiapkan makanan jadi dan memberikannya kepada orang-orang miskin, setiap satu porsi untuk satu hari puasa, sebagaimana yang dilakukan Sahabat yang Mulia Anas bin Malik radhiyallahu’anhu,
Menyiapkan makanan jadi dan memberikannya kepada orang-orang miskin, setiap satu porsi untuk satu hari puasa, sebagaimana yang dilakukan Sahabat yang Mulia Anas bin Malik radhiyallahu’anhu,
فَقَدْ
أَطْعَمَ أَنَسٌ بَعْدَ مَا كَبِرَ عَامًا أَوْ عَامَيْنِ، كُلَّ يَوْمٍ
مِسْكِينًا، خُبْزًا وَلَحْمًا
“Anas bin Malik ketika telah tua, beliau memberi makan selama
satu atau dua tahun, setiap satu hari puasa satu orang miskin, roti dan
daging.” [Riwayat
Al-Bukhari]
Beberapa Permasalahan Terkait Fidyah
•Fidyah hendaklah diberikan dalam bentuk makanan tidak
diuangkan,[5] karena Allah ta’ala berfirman,
فِدْيَةٌ
طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.”
~QS 2 - Al-Baqarah : 184~
•Dan para sahabat radhiyallahu’anhum membayar fidyah dalam
bentuk makanan sebagaimana yang dilakukan Anas bin Malik radhiyallahu’anhu.
•Kualitas makanan fidyah hendaklah sama dengan yang biasa kita
dan keluarga kita makan.[6]
•Fidyah boleh dibayarkan kepada satu orang miskin karena dalil
tidak menentukan berapa orang miskin, berbeda dengan kaffaroh jima’, wajib
dibagi kepada 60 orang miskin.
•Fidyah boleh diberikan di awal, tengah dan Akhir Ramadhan.
•Bagi yang TIDAK MAMPU BERPUASA dan TIDAK PULA MAMPU MEMBAYAR
fidyah maka TIDAK ADA kewajiban apa-apa baginya.
Disebutkan dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah,
ويكفي
دفع ذلك إلى فقير واحد، وإن عجزت عن الإطعام سقط عنك
“Boleh membayar fidyah kepada satu orang fakir, jika engkau
tidak mampu maka hilang kewajiban membayar fidyah darimu.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 6/380
no. 15268]
Disebutkan juga dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah,
ويكفي
دفع ذلك إلى مسكين واحد أو أكثر في أول الشهر أو أثنائه أو آخره
“Boleh membayar fidyah kepada satu orang miskin atau lebih di
awal bulan Ramadhan, atau pertengahan dan akhirnya.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 6/380
no. 15268 dan 9/128 no. 17029]
Apabila Orang Sakit yang Sudah Tidak Diharapkan Kesembuhannya
Ternyata Sembuh, Apa Kewajibannya?
يجزئها
ما أخرجته من الفدية فيما مضى عن كل يوم أفطرته ولا يجب عليها قضاء تلك الشهور؛
لأنها معذورة وقد فعلت ما وجب عليها في حينه.
“SUDAH MENCUKUPINYA FIDYAH yang telah ia kerjakan dahulu
setiap satu hari puasa yang ia tinggalkan, dan TIDAK WAJIB baginya mengqodho’
puasa selama bulan-bulan ketika sakitnya tersebut, karena ketika itu ia dalam
keadaan memiliki ‘udzur dan ia telah melakukan kewajibannya saat itu.”[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/196
no. 4681]
•Demikian pula sebaliknya, apabila sakitnya masih diharapkan
kesembuhan pada awalnya, kemudian ternyata berlanjut terus dan tidak diharapkan
lagi kesembuhannya, maka hendaklah ia membayar fidyah sebanyak hari-hari puasa
yang telah ia tinggalkan tersebut.[7]
وبالله
التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
—————-
[1] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/185 no. 2433
[2] Lihat Majmu Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/175.
[3] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/183 no. 2143
[4] Lihat Majmu Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/175.
[5] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/183 no. 5750
[6] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/189 no. 2129
[7] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/189 no. 2129
[1] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/185 no. 2433
[2] Lihat Majmu Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/175.
[3] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/183 no. 2143
[4] Lihat Majmu Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/175.
[5] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/183 no. 5750
[6] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/189 no. 2129
[7] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/189 no. 2129
FansPage Website: Sofyan Chalid bin Idham
Ruray [www.fb.com/sofyanruray.info]
http://sofyanruray.info/hukum-puasa-dan-cara-membayar-fidyah-bagi-orang-sakit-dan-orang-tua/
http://sofyanruray.info/hukum-puasa-dan-cara-membayar-fidyah-bagi-orang-sakit-dan-orang-tua/
No comments:
Post a Comment