MENYAMBUT
KEMATIAN
Copas kiriman WA
dari Dr Gunawan Halim - Holicare.
Saya
share tulisan dari seorang dokter yang bertugas di RS Swasta -
Jogjakarta..
Seringnya
mendapat giliran tugas menunggui mereka yang sedang menghadapi sakaratul maut alias detik-detik menjelang
lepasnya ruh dari tubuh fisiknya, membuat saya banyak merenungkan apa
arti dari semua ini.
Sebuah
kesempatan belajar yang langka dan tidak semua orang bisa mengalaminya.
Apa
pentingnya buat saya?
Sangat
penting, karena dari peristiwa itulah saya terus disadarkan bagaimana mengisi
hari-hari yang saya jalani ini, agar bisa berakhir dengan penuh makna, mencapai
tujuan yang diagendakan sejak sebelum saya diturunkan ke dunia, dan belajar
menghargai waktu yang tersisa dengan hidup yang lebih berkualitas.
Cara
orang meninggal dunia itu berbeda-beda.
Kemiripannya
hanya pada tanda-tanda yang menyertai sebelum maut menjemput.
Wajah
yang mendadak berubah, seperti bukan yang kita kenali selama ini.
Pucat,
bahkan putih seperti tembok.
Terutama
sorot mata mereka, yang sebentar kosong, sebentar gelisah, sebentar marah.
Perilaku
juga berubah.
Ada
yang keinginannya harus dituruti betapapun anehnya.
Atau
membuat orang lain kesal, dan yang bersangkutan sendiri marah atau
uring-uringan.
Mereka
juga jadi labil secara emosi.
Sedih,
sering menangis tanpa tertahan lagi, takut ditinggal sendirian.
Semakin
mendekati waktunya, semakin gelisah menanyakan hari, tanggal atau jam.
Juga
tak betah lagi mengenakan segala macam alat bantu medis yang dimaksudkan untuk
membuat mereka lebih lama bertahan hidup.
Yang
membedakan adalah seberapa pasrah atau seberapa besar keyakinan mereka terhadap
amal soleh yang mereka jalani semasa hidupnya.
Kebanyakan
mereka yang simpel dan lurus-lurus saja hidupnya, tak banyak kuatir memikirkan
ini itu hingga detil, lebih cepat "berangkat"nya.
Tapi
jika masih ada banyak ganjalan di hati dan pikirannya, seringkali mengalami
kesusahan pada saat jiwanya akan lepas dari tubuhnya.
Hal
ini membuat saya berpikir, bahwa untuk mati dengan mudah tanpa melalui banyak
siksaan, adalah dengan melatihnya semasa kita masih hidup di dunia.
Berlatih
mati?
Ya,
Anda tidak salah baca, dan saya tidak sedang becanda.
Yang pertama perlu dilatih adalah soal
keyakinan kita.
Yakin
dan menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwa segala sesuatu itu datang dari
Allah dan baik adanya, segala sesuatu senantiasa berujung kebaikan, termasuk di
saat mengalami sakaratul maut yang bisa sangat menyakitkan.
Ini
adalah fondasi yang sangat penting ketika kita mengalami sakaratul maut nanti.
Mengingat
dan meyakini Kebaikan Allah yang ada dalam pikirkan kita akan membuat kita
menyambut kematian dengan tersenyum dan pasrah
Putusnya
ruh dan keluarnya ruh dari tubuh fisik
kita akan lancar sama seperti ketika buang hajat besar, semakin kita rileks,
akan semakin mudah, tapi semakin kita tegang, semakin susah lepas.
Latihan kedua adalah berlatih untuk ikhlas.
Ini
mengikhlaskan apa saja yang selama ini kita anggap sebagai milik dan hak kita.
Sadarilah
bahwa kita tidak memiliki apa-apa dan tidak berhak atas apapun, termasuk
memikirkan nasib orang-orang yang kita kasihi yang akan kita tinggalkan.
Itu
bukan urusan dan tanggung jawab kita.
Mereka
adalah milik Allah dan masing-masing memiliki urusannya sendiri-sendiri dengan Allah
Sang Pencipta kita.
Ikhlaskan
juga segala urusan harta, kekayaan dan apapun yang masih mengikat dan menguasai
kita, sejak sekarang ini, selagi kita masih hidup.
Artinya,
ini adalah latihan mental agar kita tidak terus menerus kuatir dan memikirkan
sesuatu yang nantinya akan kita tinggalkan.
Ikhlas
juga berarti melepaskan dendam, kemarahan, kepahitan, luka batin yang masih
ada.
Bersihkanlah
hati kita mulai dari sekarang ini, hingga tak ada sisa sama sekali.
Juga
maafkan dan doakan mereka yang pernah menyakiti hati, mengkhianati, mengakali
kita dengan seikhlas-ikhlasnya.
Latihan
juga tidak berhenti di aspek spiritual dan mental saja, namun juga di aspek
fisik.
Memang
tubuh fisik kita nantinya akan kita tinggalkan.
Tapi
lebih enak mana meninggal dengan sehat atau dengan sakit?
Berlatihlah
menghormati dan menghargai tubuh kita mulai dari sekarang.
Mulai
belajar mendengarkan suaranya, apa yang sebenarnya ia butuhkan, bukan apa yang
kita (ego/nafsu) butuhkan.
Berikanlah
apa yang tubuh inginkan sejak sekarang, agar ia tak membangkang atau menusuk di
belakang pada saat kita tak berdaya lagi.
Tapi
ini bukan berarti manipulasi ya.
Lakukanlah
dengan ikhlas, karena mengasihi tubuh sendiri sama dengan melayani orang yang
sedang sekarat.
Perlu
hati-hati, cermat, penuh hormat.
Daripada
nantinya tubuh kita habis dimakan obat, lebih baik memeliharanya dengan baik
semasa kita masih bisa.
Berikan
makanan yang sehat, olahraga yang cukup, sinar matahari pagi, dan air bersih
yang sesuai kebutuhan.
Banyak
lagi yang bisa kita latihkan untuk menyambut kematian dengan gembira dan bukan
dengan air mata.
Sudah
waktunya kita mengubah persepsi tentang kematian bukan lagi sebagai peristiwa
dukacita tapi sebagai pintu masuk ke keindahan alam kehidupan akhirat yang
perlu kita syukuri.
Selamat
merenungkan dan mulai berlatih.
Edited by ; MBI
No comments:
Post a Comment