TENTANG
UJUB
“Amal shalih itu ibarat sinar dan cahaya, yang terkadang padam
bila dihembus angin ujub!” (Panah Setan, Syaikh Shalih Al~Wunaiyyan, dari Ebook
di Maktabah Abu Salma Al-Atsari )
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya
kalian tidak pernah berbuat dosa, maka benar-benar khawatir akan menimpa kalian
sesuatu yang lebih besar daripada itu, yaitu ujub” (Silsilatul Ahaadiits ash~Shahiihah,
no.658)
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata: "Demi Allah, Allah
tidak akan memberikan kemenangan kepada orang yang menganggap suci dirinya atau
bersikap ujub” [Siyaru A'laamin Nubalaa', (IV/190)]
Di dalam Al-Hilyah (Hilyatul
Auliyaa', II/200) disebutkan, Abul Asyhab meriwayatkan dari Al~Mutharrif bin
Abdullah, bahwa ia berkata:
"Tidur terlelap untuk kemudian bangun dengan penyesalan lebih aku sukai daripada semalaman shalat dan bangun pagi dengan perasaan ujub." (Siyaru A'laamin Nubalaa', IV/190)
"Tidur terlelap untuk kemudian bangun dengan penyesalan lebih aku sukai daripada semalaman shalat dan bangun pagi dengan perasaan ujub." (Siyaru A'laamin Nubalaa', IV/190)
Dari Said bin Abdurrahman bin Abu Hazim diriwayatkan bahwa ia
berkata: "Sesungguhnya seorang hamba bisa saja melakukan kebajikan yang
dia senangi, namun ternyata Allah menjadikannya (kebajikan tsb) sebagai
keburukan yang paling berbahaya buat dirinya.
Ada kalanya seorang hamba melakukan keburukan yang ia benci (melakukannya), namun ternyata Allah menjadikan (keburukan tsb) sebagai kebaikan yang paling bermanfa'at yang tiada bandingnya buat dirinya.
Ada kalanya seorang hamba melakukan keburukan yang ia benci (melakukannya), namun ternyata Allah menjadikan (keburukan tsb) sebagai kebaikan yang paling bermanfa'at yang tiada bandingnya buat dirinya.
Sebabnya, ketika si hamba melakukan kebajikan itu ia bersikap takabbur,
menganggap dirinya memiliki keutamaan yang tidak dimiliki orang lain. Bisa jadi
sebab itu maka Allah menggugurkan kebajikannya itu bersamaan denga kebajikannya
yang lain
Sementara ketika si hamba melakukan keburukan yang dibencinya
itu, bisa jadi Allah menumbuhkan rasa takut dalam dirinya, kemudian ia menghadap
Allah dalam keadaan rasa takut yang masih tertanam di dalam Hatinya." [Shifatush Shafwah (II/164)]
(Dikutip dari buku "Sudah Salafikah Akhlak Anda?")
Wasallam,
Mimuk Bambang Irawan
No comments:
Post a Comment