Mazhab Dalam Islam
Bidang ushul fiqih
Bidang ushul fiqih
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Pak Ustadz, dalam Islam kita kenal 4 mazhab. Kenapa cuma 4 yang
selama ini kita kenal? Bukankah masih banyak para ulama lain yang mungkin juga
pantas untuk punya mazhab sendiri. Imam Ghozali dengan Ihya Ulumuddin-nya
(sebuah maha karya masa itu) beliau tidak dikenal memiliki mazhab. Dan beliau
hidup pada zaman apa?
Jazakumullah khairan katsira
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Secara bahasa arti mazhab adalah tempat untuk pergi. Berasal
dari kata zahaba - yazhabu - zihaaban . Mahzab adalah isim
makan dan isim zaman dari akar kata tersebut.
Sedangkan secara istilah, mazhab adalah sebuah metodologi
ilmiyah dalam mengambil kesimpulan hukum dari kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah
Nabawiyah. Mazhab yang kita maksudnya di sini adalah mazhab fiqih.
Mazhab Tidak Hanya Empat Saja
Sesungguhnya mazhab fiqih itu bukan hanya ada 4 saja, tetapi
masih ada banyak lagi yang lainnya. Bahkan jumlahnya bisa mencapai puluhan.
Namun yang terkenal hingga sekarang ini memang hanya 4 saja.
Padahal kita juga mengenal mazhab selain yang 4 seperti:
Mazhab Al-Ibadhiyah yang didirikan oleh Jabir bin Zaid (w
93 H). Mazhab Az-Zaidiyah yang didirikan oleh Zaid bin Ali Zainal Abidin (w
122H). Mazhab Azh-Zahiriyah yang didirikan oleh Daud bion Ali Azh-Zhahiri (202
- 270 H) dan mazhab-mazhab lainnya.
Sedangkan yang kita kenal 4 mazhab sekarang ini adalah karena
keempatnya merupakan mazhab yang telah terbukti sepanjang zaman bisa tetap
bertahan, padahal usianya sudah lebih dari 1.000 tahun.
Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah
adalah empat dari sekian puluh mazhab yang pernah berkembang di masa kejayaan
fiqih dan mampu bertahan hingga sekarang ini.
Di dalamnya terdapat ratusan tokoh ulama ahli yang meneruskan
dan melanggengkan mazhab gurunya. Dan masing-masing memiliki pengikut yang
jumlahnya paling besar, serta mampu bertahan dalam waktu yang sangat lama.
Para ulama mazhab itu kemudian menulis kitab yang tebal-tebal
dalam jumlah yang sangat banyak, kemudian diajarkan kepada banyak umat Islam di
seluruh penjuru dunia.
Kitab-kitab itu sampai hari ini masih dipelajari di berbagai
perguruan tinggi Islam, seperti di Al-Azhar Mesir, Jami'ah Islamiyah Madinah,
Jami'ah Al-Imam Muhammad Ibnu Suud Riyadh, Jamiah Ummul Qura Makkah dan di
berbagai belahan dunia Islam lainnya. Bahkan di Al-Azhar dibuka fakultas
Syariah dengan jurusan dari masing-masing mazhab yang empat itu.
Sementara puluhan mazhab lainnya mungkin terlalu sedikit
pengikutnya, atau tidak punya ulama yang sekaliber pendirinya yang mampu
meneruskan kiprah mazhab itu, atau tidak mampu bertahan bersama bergulirnya
zaman. Sehingga banyak di antaranya yang kita tidak mengenalnya, kecuali lewat
kitab-kitab klasik yang menyiratkan adanya mazhab tersebut di zamannya.
Buku mereka sendiri mungkin sudah lenyap dari muka bumi, atau
barangkali ikut terbakar ketika pasukan Mongol datang meratakan Baghdad dengan
tanah. Sebagian yang masih tersisa mungkin malah disimpan di musium di Eropa.
Memang sungguh sayang sekali, ilmu yang pernah ditemukan dan berkembang besar,
kemudian lenyap begitu saja di telan bumi.
Pentingnya Bermazhab
Banyak orang salah sangka bahwa adanya mazhab fiqih itu berarti
sama dengan perpecahan, sebagaimana berpecah umat lain dalam sekte-sekte.
Sehingga ada dari sebagian umat Islam yang menjauhkan diri dari bermazhab,
bahkan ada yang sampai anti mazhab.
Penggambaran yang absurd tentang mazhab ini terjadi karena
keawaman dan kekurangan informasi yang benar tentang hakikat mahzab fiqih.
Kenyataannya sebenarnya tidak demikian. Mazhab-mazhab fiqih itu bukan
representasi dari perpecahan atau pereseteruan, apalagi peperangan di dalam
tubuh umat Islam.
Sebaliknya, adanya mazhab itu memang merupakan kebutuhan asasi
untuk bisa kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kalau ada seorang bernama
Mas Paijo, mas Paimin, mas Tugirin dan mas Wakijan bersikap yang anti mazhab
dan mengatakan hanya akan menggunakan Al-Quran dan As-Sunnah saja, sebenarnya
mereka masing-masing sudah menciptakan sebuah mazhab baru, yaitu mazhab
Al-Paijoiyah, Al-Paiminiyah, At-Tugiriniyah dan Al-Wakijaniyah.
Sebab yang namanya mazhab itu adalah sebuah sikap dan cara
seseorang dalam memahami teks Al-Quran dan As-Sunnah. Setiap orang yang
berupaya untuk memahami kedua sumber ajaran Islam itu, pada hakikatnya sedang
bermazhab.
Kalau tidak mengacu kepada mazhab orang lain yang sudah ada,
maka minimal dia mengacu kepada mazhab dirinya sendiri. Walhasil, tidak ada di
dunia ini orang yang tidak bermazhab. Semua orang bermazhab, baik dia sadari
atau tanpa disadarinya.
Lalu bolehkah seseorang mendirikan mazhab sendiri?
Jawabnya tentu saja boleh, asalkan dia mampu meng-istimbath
(menyimpulkan) sendiri setiap detail ayat Al-Quran dan As-sunnah. Kalau kita
buat sedikit perumpamaan dengan dunia komputer, maka adanya mazhab-mazhab itu
ibarat seseorang dalam berkomputer, di mana setiap orang pasti memerlukan
sistem operasi (OS).
Tidak mungkin seseorang menggunakan komputer tanpa sistem
operasi, baik Windows, Linux, Mac OS atau yang lainnya. Adanya beragam sistem
operasi di dunia komputer menjadi hal yang mutlak bagi setiap user, sebab tanpa
sistem operasi, manusia hanya bicara dengan mesin.
Kalau ada orang yang agak eksentrik dan bertekad tidak mau pakai
Windows, Linux, Mac Os atau sistem operasi lain yang telah tersedia, tentu saja
dia berhak sepenuhnya untuk bersikap demikian. Namun dia tentu perlu membuat
sendiri sistem operasi itu, yang tentunya tidak terlalu praktis.
Apalagi buat orang-orang kebanyakan, rasanya terlalu mengada-ada
kalau harus membuat dulu sistem operasi sendiri. Bahkan seorang programer level
advance sekalipun belum tentu mau bersusah payah melakukannya. Buat apa
merepotkan diri bikin sistem operasi, lalu apa salahnya sistem operasi yang
sudah tersedia di pasaran.
Tentu masing-masingnya punya kelebihan dan kekurangan. Tapi yang
jelas, akan menjadi sangat lebih praktis kalau kita memanfaaatkan yang sudah
ada saja.
Sebab di belakang masing-masing sistem operasi itu pasti
berkumpul para maniak dan geek yang bekerja 24 jam untuk kesempurnaan sistem
operasinya.
Demikian juga dengan ke-4 mazhab yang ada. Di dalamnya telah
berkumpul ratusan bahwa ribuan ulama ahli level tertinggi yang pernah dimiliki
umat Islam, mereka bekerja siang malam untuk menghasilkan sistem fiqih Islami
yang siap pakai serta user friendly. Meninggalkan mazhab-mazhab itu sama saja
bikin kerjaan baru, yang hasilnya belum tentu lebih baik.
Akan tetapi boleh saja kalau ada dari putera puteri Islam yang
secara khusus belajar syariah hingga ke level yang jauh lebih dalam lagi, lalu
suatu saat merumuskan mazhab baru dalam fiqih Islami.
Namun seorang yang tingkat keilmuwannya sudah mendalam semacam
Al-Imam al-Ghazali rahimahullah sekalipun tetap mengacu kepada salah
satu mazhab yang ada, yaitu mazhab As-Syafi'iyah. Beliau tetap bermazhab meski
sudah pandai mengistimbath hukum sendiri. Demikian juga dengan beragam ulama
besar lainnya seperti Al-Mawardi, An-Nawawi, Al-'Izz bin
Abdissalam dan lainnya.
Wallahu a'lam bishshawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ust
Ahmad Sarwat Lc
Adanya mazhab untuk dijadikan rujukan oleh seorang hamba Allah dalam mengaplikasikan perintah2Nya didalam kehidupan sehari hari.
ReplyDeleteMenarik. Bagaimana dengan mazhab2 seperti Asy'ariyyah, Maturidiyyah, Murjiah, Taimiyyah, dll?
ReplyDelete