"Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnay agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat" ~ QS 17 - Al Israa’:1 ~
Tanggal 27 Rajab
1434 H atau 6 Juni 2013 besok kita memperingati
peristiwa penting sekaligus fenomenal bagi ummat Islam yaitu Isra' Mi’raj.
Peristiwa ini ditegaskan dalam Al Qur’an surat Al Israa’ di atas. Kita semua
tahu bahwa bagi kaum muslim esensi dari persitiwa ini adalah turunnya perintah untuk sholat lima waktu
seperti yang kita lakukan sekarang.
Begitu pentingnya
perintah shalat ini sampai-sampai Allah mengutus Jibril untuk menjemput Nabi
Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam guna melaksanakan perjalanan semalam menuju Sidratil Muntaha atau “tempat
tertinggi” di mana Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam menerima perintah
shalat langsung dari Allah Subhaanahu wa ta’ala. Sungguh suatu perjalanan yang prestigious bagi seorang utusan Allah di
akhir zaman ini, sekaligus membuktikan bahwa Muhammad Rasulullah adalah yang
paling istimewa di antara para rasul lainnya.
Yang perlu kita
renungkan kali ini adalah betapa Allah ingin menunjukkan kebesaran-Nya kepada
Muhammad dan ummatnya. Ada beberapa ayat dalam Al Qur’an yang berkaitan dengan
peristiwa Isra Mi’raj ini, yaitu: An Najm:13-18 dan Al Ma’aarij:3-4;
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu
(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di
dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil
Muntaha diliputi sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya
dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar” ~ QS 53 - An Najm : 13 – 18 ~
“(Yang datang) dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat
naik. Malaikat2 dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya
limapuluh ribu tahun”
~ QS 70 - Al Ma’aarij: 3- 4 ~
Yang menjadi
pertanyaan dan keingin-tahuan para ahli dan ilmuwan adalah di mana sebenarnya
Sidratil Muntaha yang disebut sebagai tempat tertinggi itu. Pakar-pakar
astronomi maupun para ahli antariksa mencoba mencari jawabnya, namun sampai ini
belum juga ketemu.
Ini menunjukkan
bahwa betapa pemikiran manusia di jaman modern ini masih sangat terbatas. Alam
semesta yang bisa dijangkau secara fisik dengan teknoligi sekarang baru sebatas
planet Saturnus yang berhasil dicapai oleh Voyager-2 setelah menjelajahi ruang
angkasa selama lebih dari tiga tahun. Seperti kita ketahui, Voyager-2
diluncurkan 20 Agustus 1977 dan mencapai Saturnus 12 November 1980.
Padahal luasnya
langit dengan segala obyek yang berada di dalamnya sepertinya tak terbatas
jarak dan jumlahnya. Dalam hitungan teknologi manusia, jaraknya bisa berpuluh,
beratus bahkan ribuan tahun cahaya.
Kalau kecepatan
cahaya besarnya 300.000 km/detik dan merupakan materi dengan kecepatan
tertinggi saat ini, maka jarak matahari = 8,3 menit cahaya = 150 juta
kilometer! Sedangkan dimensi tatasurya yang dikenal oleh para ilmuwan saat ini
jaraknya sekitar 800 menit = 13,3 jam cahaya (hitung sendiri deh kilometernya).
Jarak bintang di
langit lebih jauh lagi (atau lebih tinggi lagi), bahkan bintang terdekat dan
diketahui saja jaraknya 4,3 tahun cahaya. Sedangkan satu tahun cahaya setara
dengan 946.052.973 X 10 pangkat 15 kilometer (susah kan hitungnya?). Bintang
yang dekat dan diketahui keberadaannya demikian jauh adanya, apalagi bintang
yang lebih jauh dan belum teridentifikasi atau tampak kasat mata dengan
teleskop tercanggihpun. Lantas di mana lokasi Sidratil Muntaha sebagai tempat
tertinggi itu?
Kalau dalam
hitungan awam menggunakan hukum alam yang kita kuasai saat ini, maka perjalanan
fisik semalam oleh Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam jaraknya hanyalah
sebatas tepi tata surya. Lalu, seandainya letak Sidratil Muntaha diasumsikan di
situ adanya, ya namanya bukan tempat tertinggi bukan?
Oleh karena itu
kita mesti mencari clue yang lain dalam Al Qur’an yang menyatakan bahwa ada
perbedaan dimensi waktu antara alam manusia dengan “suatu alam lain”, di mana
disebutkan bahwa “di tempat-tempat naik itu satu hari setara dengan limapuluh
ribu tahun”. Jadi suatu alam ghaib di atas sana yang belum bisa dijangkau oleh
kecanggihan teknologi manusia saat ini.
Jadi, akhirnya
kita kembali kepada Al Qur’an yang menyatakan bahwa memang perjalanan malam
Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam adalah untuk menunjukkan kebesaranNya. Sesungguhnya kita dihadapkan pada 2
pilihan.
Pertama, menjadi seorang yang
penasaran karena ilmu yang dimilikinya belum bisa memecahkan misteri Isra' Mi’raj itu dan menganggapnya sebagai sebuah cerita fiksi ilmiah serta belum
meyakini kebesara Allah Subhaanahu wa ta’ala sehingga menyangkal keberadaan
Sidratil Muntaha.
Kedua, menjadi orang yang
beriman kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala dan haqqul yakin pada apa yang di
firmankanNya dalam Al Qur’an. Sebagai seorang muslim pilihan kedualah yang
pasti kita pilih
Akhirnya,
kesimpulan yang dapat diambil dari renungan kita kali ini adalah bahwa
sesungguhnya ilmunya manusia (science) masih terbatas untuk bisa memahami
fenomena seperti Isra’ Mi’raj ini. Oleh karenanya, sebagai orang yang berilmu
pendekatan keimanan merupakan pendekatan terbaik. Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Akbar.
Bagaimana
pendapat Anda?
Kepustakaan: Al
Qur’an, Harian Republika
Filename: THINK48-Isra Mi’raj, Jkt
26/12/2001, Re-edited: 8 September 2009, Ramadhan 1430 H
Copyright 2001 © Bambang Irawan
No comments:
Post a Comment