Bismillahirrohmanirrohiim
JANGAN OMDO AH!
Saudara-saudaraku
yang di rahmati Allah Subhaanahu wa ta’ala, belakangan ini kuping dan mata kita
terpolusi oleh orang-orang yang suka OMDO (ngomong doang), alias NATO (Talk Only No Action). Di koran dan TV kita bisa baca dan dengar
bagaimana berbagai pejabat, tokoh masyarakat, selebriti, ahli ini dan itu,
pengamat bidang ini dan itu angkat bicara. Lucunya, mereka bicara dengan penuh
kebanggaan diri, padahal amat sering mereka tampak seperti pelawak yang sok
pinter.
Yang lebih lucu,
yang bukan ahli dan belum pernah menjadi pengamatpun bisa dan boleh angkat
bicara. Ahli hukum bicara ekonomi, ahli ekonomi bicara teknik, insinyur bicara
politik dan sebaliknya. Satu topik bisa dikomentari macam-macam oleh berbagai
‘ahli’. Makin banyak komentarnya makin bagus buat koran, majalah atau
media-massa yang lain untuk menaikkan rating. Akhirnya yang bingung
adalah masyarakat dan membuat negara ini makin runyam.
Mengenai berbicara atau berkata-kata itu, ada suatu hadits dari Bukhari dan
Muslim yang menyatakan:
Barang siapa yang percaya akan Allah dan hari kiamat,
hendaklah ia berkata-kata yang baik-baik atau diam. (HR Bukhari dan
Muslim).
Jadi, artinya
kita boleh ngomong, asal yang baik-baik dan inipun dalam rangka amal ma’ruf
nahii munkar. Seorang yang obral bicara, obral janji, obral statement, apalagi obral caci-maki,
umpatan, hujatan dan sejenisnya jelaslah bukan cara berbicara yang diteladani
oleh Rasulullah seperti yang tersurat dalam hadits diatas.
Kalau ada hal
yang tidak penting, apalagi yang tidak perlu atau tidak kita ketahui
hakekatnya, maka sebaiknya kita diam. Silent is golden, kata pepatah orang
barat. Orang barat pada dasarnya juga kurang suka kalau ada orang yang banyak
bicara tanpa tindakan apa-apa. Ini barangkali karena orang barat lebih firm (tegas), terbuka dan pandai.
Berkata yang
baik-baik memiliki makna yang dalam. Pada dasarnya berkata baik itu memberikan
dampak positif bagi lawan bicara atau pendengarnya. Ada beberapa konteks dimana
kita bisa berkata baik-baik itu.
1. DAKWAH. Drs. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc. mendefinisikan dakwah sebagai suatu “aktualisasi imani yang dimanifestasikan
dalam suatu sistim kegiatan manusia beriman, dalam bidang kemasyarakatan yang
dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara untuk merasa, berpikir,
bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan
sosio-kultural, dalam rangka terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi
kehidupan dengan menggunakan suatu cara tertentu.”
Dakwah dilakukan
dalam rangka amal ma’ruf nahi mungkar, sehingga hanya mengandung dan mengundang
kepada yang baik-baik. Dakwah menjadi kewajiban setiap muslim
untuk menyampaikan berita yang baik mengenai ajaran Islam, sejalan dengan makin
meningkatnya iman kita. Keharusan untuk berdakwah difirmankan Allah sebagai
berikut:
“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu
bukanlah orang yang berkuasa atas mereka” ~ QS 88 – Al-Ghaasyiyah : 21-22 ~
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan
mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan
kepada Allah-lah kembali sgala urusan”
~ QS 22 – Al-Hajj : 41 ~
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada jalan Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya
aku termasuk orang yang berserah diri”? ~ QS 41 – Fushshilat : 33 ~
Pada intinya, isi
dakwah bertujuan agar makin banyak orang bersedia untuk masuk kejalan Allah dan
secara bertahap tapi pasti menuju peri kehidupan yang Islami.
2. MENASIHATI. Berkata yang baik-baik dapat di-implementasikan melalui saling nasihat
menasihati sebagaimana dititahkan Allah swt. dalam beberapa ayat surah Al-Ashr:
Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam
kerugian, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran ~ QS 103 – Al’Ashr : 1-3 ~
Untuk dapat
menasihati seseorang tentunya kita sendiri harus memiliki wawasan yang luas
tentang kebenaran (ahlaq) dan pengetahuan (ilmu). Oleh karena itu menjadi
sangat penting bagi kita untuk memperdalam ketauhidan dan mencari ilmu seluas-luasnya.
Bila kita ingin menasihati orang maka hendaknya kita sendiri telah menjalani
isi nasihat itu sendiri.
Kahlil Gibran, seorang ahli filsafat Arab yang tersohor mengatakan: Bila engkau hendak mengajak seseorang ke jalan terang (suci), maka itu
tak mungkin kau lakukan bila engkau sendiri berada dalam gelap (berlumur dosa).
3. MEMBELA YANG BENAR. Memperjuangkan dan membela kebenaran juga merupakan kewajiban seorang
muslim (Al-‘Ashr:3). Sudah sering
kita mendengar bahwa kita harus menegakkan kebenaran dan melawan kebathilan.
Kebenaran yang kita bela dan tegakkan merupakan dasar dari prinsip keadilan
yang ada dalam diri kita sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil” ~ QS 5 – Al-Maa’idah : 8 ~
Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan” ~ QS 7 – Al-A’raaf : 29 ~
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan” ~ QS 16 – An-Nahl : 90 ~
Kedua sifat ahlaq
yang saleh itu mesti berjalan seiring, saling menunjang dan saling mengisi.
Sangat sering orang-orang munafik memisahkan keduanya. Mereka menuntut keadilan
bagi dirinya namun menyembunyikan kebenaran kepada orang lain.
4. MENGEJAR ILMU PENGETAHUAN. Mengapa kita harus senantiasa berusaha mengajarkan ilmu pengetahuan yang
kita miliki kepada orang lain, terutama sesama muslim? Ini tak lain karena
ummat Islam dimuka bumi ini (apalagi di Indonesia) masih sangat memerlukan
peningkatan dalam kekuatan dan kualitas hidup agar dapat berperan optimal
sebagai Khalifah Allah di muka bumi ini.
Kita lihat betapa
masih ketinggalannya kaum muslim dibandingkan dengan sarjana barat dalam hal
ilmu pengetahuan dan teknologi. Keharusan menurunkan ilmu yang ada pada kita
adalah sesuai dengan firman Allah:
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari
orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi
kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya” ~ QS 3 – Ali-‘Imran : 187
~
Oleh karena itu
sungguh patut kalau kita menimba ilmu sebanyak-banyaknya untuk diberikan kepada
orang lain dalam rangka tersebut diatas. Pada dasarnya ilmu yang kita timba itu
haruslah ilmu yang bermanfaat bagi ummat dan dapat digolongkan dalam 4 macam
ilmu:
1. Ilmu yang menanamkan
keyakinan aqidah yang benar, yang selamat dari syirik dan khurafat
2. Ilmu yang makin
meningkatkan ibadah kita secara benar dan penuh keikhlasan terhadap Allah swt.
3.
Ilmu yang makin membersihkan jiwa dan hati kita.
4.
Ilmu yang dapat mendisiplinkan tingkah laku kita yang berkaitan dengan
aspek hablum-minannas
Selain itu,
menebar ilmu merupakan suatu ibadah yang dijanjikan Allah akan mendapat pahala
yang besar (QS 4 – An-Nisaa’:162)
5. MENGAJUKAN
GAGASAN YANG BERMANFAAT.. Kita diperintahkan
oleh Allah Subhaanahu wa ta’ala untuk melakukan pemikiran-pemikiran atas
ciptaanNya yang nyata maupun yang ghaib (Ar-Ra’d:3,
An-Nahl:44, 65-69, 3-18, Ar-Ruum:20-21, Az-Zumar:42, Yunus:24), sehingga kita memperoleh hikmah ilmu daripadanya.
Olah pikir akan mencetuskan gagasan-gagasan baru yang bisa bermanfaat buat
kehidupan kita.
Dalam kehidupan
sehari-hari, kita sering menemukan ide-ide sebagai sarana untuk mencari
rizkiNya. Kita melahirkan konsep-konsep, teori-teori, hipotesa, rumus-rumus,
metoda, sistim dan sebagainya. Itu semua harus dikomunikasikan, disebar-luaskan
dalam bentuk ceramah, presentasi, makalah, sehingga diketahui dan bisa
dimanfaatkan oleh orang lain.
Mengenai halnya
tentang diam, maka dalam konteks hadits di atas, berarti kita mesti berkata
yang baik dulu baru diam. Jadi, kalau ada orang diam dari awalnya, kita bisa
menduga ia tergolong orang yang introvert.
Disekeliling kita banyak ditemui orang yang introvert yang dilandasi kurang
percaya diri sehingga cenderung untuk diam, takut kekurangannya akan ketahuan.
Biasanya orang
jenis ini jarang bergaul atau sedikit sekali memiliki teman-teman. Ia kurang
berhasil dalam hidup, karena gagal mengekspresikan keinginan, gagasan-gagasan
dan kemampuan yang dimilikinya. Ia gagal
mengaktualisasi diri. Jadi, pepatah “Silent
is golden” itu tidak berlaku bagi
yang introvert.
Kemudian, ada
orang-orang yang bukan hanya banyak ngomong, tapi juga menghujat dan mengumpat
orang lain. Untuk golongan ini Allah berfirman:
“Celakalah mereka yang suka mengumpat dan mencela” ~ QS 104 – Al-Humazah : 1 ~
Bagaimana
pendapat Anda?
Kepustakaan:
Al-Qur’an, Pengajian Kang Dedet, Drs. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc, “Dakwah
Aktual”, Hikmah Republika. Filename: THINK33-Jangan OMDO ah - Jakarta, 14
Juli 1999, Re-edited 1 September 2009, Ramadhan 1430 H - Copyright
1999 © Mimuk Bambang Irawan
hai
ReplyDelete