Bismillahirrohmanirrohiim
TELINGA TANPA SARINGAN
Saudara-saudaraku
yang dirahmati Allah Subhaanahu wa ta’ala, bertolak belakang dengan lirik lagu
Bimbo: “….punya mata, tapi tak melihat. Punya telinga tapi tak mendengar……..”,
yang menggambarkan manusia yang “bebal” terhadap sunatullah, maka saat ini satu hal yang justru banyak
menyebabkan penyakit masyarakat (baca: penyakit hati: resah-gelisah, cemas,
takut, was-was, curiga, buruk-sangka, dendam, dengki, bergunjing dan
sebagainya) ialah: terlalu banyak melihat dan terlalu banyak mendengar.
Bayangkan! Mulai
pagi, saat menyetel TV, kita disuguhkan berbagai ragam berita dan acara. yang
masih bisa kita pilih antara satu stasiun TV dengan yang lain. Saat membaca
koranpun – yang bisa 2 atau 3 macam koran – juga kita disuguhi bermacam-macam berita. Belum
lagi kalau kita berlanggan majalah yang juga macam-macam dan banyak lagi koran
atau majalah gosip.
Keluar dari
rumah, di radio mobil kita dengar berita dan aneka macam informasi lain. Dimana-mana
terpasang spanduk promosi berbagai penawaran dengan headline yang ditulis mencolok.
Sesampai di
kantor, teman-teman, rekanan atau partner bisnis tanpa diminta nerocos tentang
macam-macam hal mulai dari hal-ihwal pekerjaan sampai kepada politik, kata si
anu begini, si fulan bilang begitu dan seterusnya. Internet juga merupakan satu
sumber informasi yang sering tidak jelas sumbernya, diragukan validitasnya,
namun makin banyak diminati dan diamani, tanpa memeriksa kebenarannya. Para ibu
rumah-tangga barangkali sekali-sekali mendengarkan tetangganya berkicau
mengeluhkan ini-itu dibumbui dengan sedikit gosip.
Terlepas dari
benar tidaknya, bermanfaat atau merugikan, baik atau buruknya informasi, kita telah dijejali informasi seharian sampai kita tidur. Kita
menjadi mahluk yang over-informed, kelebihan informasi. Dengan begitu banyak yang
kita baca dan dengar, maka penyakit hatipun merebak dan menjangkiti siapa saja
yang kiranya memiliki telinga tanpa saringan dan mata tanpa sensor.
Berita dan isu
yang merebak akhir-akhir ini membuat sebagian kita terperangah. Kita cemas, khawatir, gemas dan marah mendengar
berita tentang tingkah laku koruptif yang semakin parah dinegeri tercinta
Indonesia ini. Sikap koruptif yang telah menjangkiti seluruh kehidupan bangsa
ini, terutama di antara para pemimpin, pejabat, pengusaha, penegak hukum dan bahkan
kalangan para pembuat undang-undang.
Berita dan isu
tak terkontrol lagi. Mengaduk-ngaduk perasaan kita, marah, benci, dendam, kecewa,
putus asa, rasa ingin berontak yang bisa jadi pencetus tindakan-tindakan
kekerasan sampai pembunuhan ....dan seterusnya dan
seterusnya! Na’udzubillah minzaliq .....
Nah, bagaimana
pencegahannya, agar kita tidak termakan isu sehingga tidak terserang
penyakit-penyakit itu? Ciba kita renungkan ayat-ayat berikut. Allah berfirman:
“Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” ~ QS 45 – Al-Hujuraat : 6 ~
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya”. ~ QS 17 – Al-Israa’ : 36 ~
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang
keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri* diantara mereka, tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari
mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia Allah kepada kamu,
tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebagian kecil saja (diantaramu)” ~ QS 4 – An–Nisaa’ : 83 ~
Note: *Ulil Amri ialah tokoh-tokoh sahabat dan
para cendikiawan diantara pengikut Nabi. Rasul dan Ulil Amri dianggap ahli
dalam menetapkan kesimpulan (istimbat) tentang berita itu.
“Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu, orang
mu’minin dan mu’minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan
(mengapa tidak) berkata: “Ini adalah berita bohong yang nyata”. Mengapa mereka
(yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu?
Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi
Allah orang-orang yang dusta” ~ QS 24 – An-Nuur : 12-13 ~
Dari ayat-ayat Al-Qur’an yang merupakan
satu-satunya sumber berita tentang kebenaran, maka pantaslah kita bersyukur
bahwa untuk situasi yang over-informed
ini sudah tersedia petunjuk yang jelas, sehingga kita terhindar dari
penyakit-penyakit hati itu.
Yang tersirat
adalah bahwa setiap ada berita hendaknya kita menyaring berita itu. Tidak
dibenarkan untuk menelan mentah-mentah setiap berita yang masuk ketelinga kita
atau terbaca oleh mata kita. Waspadailah berita bohong atau berita yang berniat
memecah belah. Jangan kita ikuti atau terpengaruh oleh hal-hal yang kita tidak
memiliki pengetahuan tentangnya. Kita harus selalu meneliti sumber berita
dengan seksama dan penuh kehati-hatian. Kita diingatkan untuk menggunakan
kemampuan intelegensia kita, bukan perasaan emosi kita.
Orang yang bijak
ialah orang yang selalu memfungsikan pendengaran, penglihatan dan pengamatan
kemudian menggunakan daya analisanya secara cermat, sehingga menjadi ahli dalam
menyimpulkan berita. Dengan demikian langkah-langkah yang diambilnya kemudian
mencerminkan kemantapan pribadi dan penuh percaya diri yang tahan terhadap isu
dan khabar bohong.
Berita apapun
tidak akan meresahkannya dan menimbulkan kepanikannya. Semuanya ditanggapi
dengan ketenangan karena yakin akan kebenaran Al-Qur’an dan bimbingan Allah
swt.
Tugas
menyimpulkan berita sebagaimana yang dilakukan oleh Rasul dan Ulil Amri di
jamannya, harus bisa dihayati dan diamalkan oleh para kepala keluarga sekarang
dalam setiap keluarga, sehingga keluarga, istri dan anak bisa hidup dalam
ketentraman dan ketenangan terbebas dari isu-isu yang sangat diragukan
kebenarannya.
Memang, pada saat
penuh isu ini tugas kepala keluarga ialah “memasang saringan di telinganya”.
Bagaimana
pendapat Anda?
Kepustakaan:
Al-Qur’an dan Hikmah Republika.
Filename: THINK12-Telinga tanpa
saringan – 1998, Re-edited: 26 Agustus 2009, Ramadhan 1430 H
1998 © Mimuk Bambang Irawan
No comments:
Post a Comment