DEBAT PUBLIK ISLAM
NUSANTARA
Debat Terbuka Dengan Ansor Soal Islam Nusantara, Habib Hanif
Alatas: Jangan Sampai Jadi Sarden Babi Cap Onta
Jakarta - Di Cianjur, Jawa Barat,
pada hari Sabtu 28 Juli 2018 mulai pukul 22 : 30 WIB digelar Munazhoroh atau
debat terbuka antara FPI dan Ansor di Ponpes Hibatussa'diyyah, Pimp KH.
Cepy Hibatullah.
Kyai Salman, Lc, selaku
narasumber pertama dari kubu pro Islam Nusantara menyampaikan bahwa Islam
Nusantara bukanlah mazhab baru akan tetapi Isnus adalah konsep beragama Islam
Ahlusunnah wal Jamaah yang santun, ramah dan mengedepankan pendekatan budaya
dalam dakwah, sebagaimana hal ini terwujud di Nusantara sejak berabad-abad yang
lalu.
Sementara itu, Habib Hanif Alathas,
Lc. sebagai Ketua Umum FSI menyampaikan materi menggunakan power point dengan
judul "Islam Nusantara, antara Konsep dan Realita" di
awal pemaparannya beliau sampaikan bahwa dalam menilai Islam Nusantara jangan
sampai tertipu dengan bungkus dan teori, namun kita juga harus melihat
kepada substansi dan realita yang ada.
Beliau memaparkan bahwa jika melihat
konsep tertulis yang ditawarkan, khususnya yang dirumuskan dalam hasil
Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur di Malang, yaitu; Islam Nusantara adalah ajaran Ahlusunnah wal Jamaah yang anti Radikal
dan Liberal, juga Syiah dan Wahabi, dengan cara dakwah yang sopan santun
serta mengedepankan akhkaqul karimah, Maka defenisi ini sangat bagus dan
menarik.
Namun realita dan fakta di lapangan
membuktikan sebaliknya, Islam Nusantara dibajak oleh kelompok Liberal untuk mengkampanyekan
kebencian kepada Arab.
Di samping itu, Isnus juga kerap
dijadikan kendaraan untuk meligitimasi ajaran-ajaran yang menyimpang seperti
Rofidhoh, Liberalisme, Pluralisme bahkan sampai Komunisme,
juga banyak tokoh-tokoh Isnus menganggap ajaran Islam seperti Cadar,
Gamis, Jenggot, dll sebagai BUDAYA ARAB, bahkan menebar kebencian
kepada para Habaib.
Untuk membuktikan ini semua Habib
Hanif menampilkan fakta tak terbantahkan berupa tampilan video-video pernyataan
nyeleneh para petinggi Islam Nusantara, seperti KH Said Agil Siroj, KH
Yahya Kholil Tsaquf, Ulil Abshar Abdalah, Dll.
Bahkan menariknya, beliau
sekaligus membantah semua statemen nyeleneh para petinggi Isnus dengan
nukilan-nukilan dari berbagai Karya Hadhrotusyekh KH Hasyim Asy'ari,
sehingga nampak jelas bahwa berbagai kengawuran yang nampak dari tokoh-tokoh
tersebut pada hakikatnya adalah penyimpangan terhadap koridor yang telah
digariskan pendiri NU.
Beranjak dari hal tersebut,
Habib Hanif menuturkan bahwa ada kesenjangan yang begitu dalam antara teori
yang indah dan fakta yang menyakitkan sehingga beliau mengatakan "Jangan
sampai Islam Nusantara ini seperti sarden babi cap onta, bungkusnya menarik
namun isinya rusak, beda jauh "
Habib Hanif dalam hal ini juga
meminta maaf kepada moderator karena waktu persentasi beliau melebihi durasi
yang disediakan, karena khawatir jika dipotong akan menjadikan pemahamannya rancu,
sebab pemahaman yang keliru lebih bahaya dari sekedar melewati waktu karenanya
Habib Hanif juga mempersilahkan manakala pihak pro Islam Nusantara ingin
diberikan waktu tambahan, agar adil.
Dalam sesi tanggapan, Kyai
Salman mengutarakan bahwa Habib Hanif telah keluar dari Tema Islam Nusantara,
beliau lebih fokus kepada pemikiran-pemikiran negatif KH. Said Agil Siroj,
padahal Said Agil hanya salah satu dari Pengusung Islam Nusantara.
Habib Hanif dengan lugas menjawab
bahwa dia tidak sama sekali keluar dari tema, justru judul materi beliau
adalah Membandingkan Islam nusantara antara konsep dan realita yang ada, KH Said
Agil adalah pemilik Ide Islam Nusantara (Beliau menunjukkan Video pengakuan
Said Agil bahwa ISNUS adalah Idenya) sehingga statemen-statemen beliau
menjadi cerminan dari Islam Nusantara itu sendiri, ini yang menjadi
persepsi umum.
Andai kata yang mengucapkan semua
statemen adalah soerang santri maka tidak akan menjadi masalah, namun yang
mengucapkan adalah para petinggi PBNU, maka akan menjadi representasi dari
Islam Nusantara itu sendiri.
Habib Hanif melanjutkan bahwa lain
halnya jika PBNU langsung membantah pernyataan-pernyataan yang nyeleneh ini dan
menyatakan bahwa itu bukan bagian dari Islam Nusantara, maka konsep ini
akan tetap terjaga.
Tapi faktanya sampai saat ini tidak
ada bantahan resmi sama sekali bahkan terkesan dibiarkan dan selalu
dibela. Dari sini, beliau melihat bahwa Istilah Islam Nusantara
masih sangat rentan dibajak oleh siapun, sehingga berbagai aliran
sempalan berlindung dibelakang baju Islam Nusantara, dari pada kita
mempertaruhkan akidah Ummat lebih baik pakai Istilah yang sudah pasti dan
terbukti, yaitu Ahlusunnah wal Jamaah.
Kalau dipandang masih kurang jelas
maka tambahkan Asy'ariyyah, kaidahnya sudah jelas, konsepnya
jelas, kitab-kitab rujukannya sudah jelas, Dipegang teguh oleh para
ulama dari masa kemasa, sehingga tidak bisa dibajak oleh pihak manapun.
Jika ada yang jelas dan terbukti, mengapa harus cari yang bermasalah ?
KH. Cepy Hibatullah selaku tuan rumah
yang mendukung Islam nusantara juga menanggapi, bahwa sebetulnya ia
gregetan melihat statemen-statemen para petinggi NU, semisal
Gusdur, KH Said Agil dan KH Yahya Kholil Tsaquf, namun beliau
memandang bahwa ucapan-ucapan mereka tidak bisa dihukumi secara dzhohir karena
mereka termasuk Ahlussama' (Penduduk Langit) sehingga statemennya itu masuk
kategori Siyasah Aliyaah (politik tingkat tinggi) yang cukup kita sikapi
dengan Husnudzhon.
Dengan santai Habib Hanif menjawab
bahwa Syariat memerintahkan kita untuk menilai apa yang nampak, adapun
perkara bathin kita serahkan kepada Allah SWT, hal ini dicontohkan oleh
Wali Songo yang menghukum Syekh Siti Jenar, begitu pula Ulama yang
menghukum mati Hallaj, meskipun keduanya Ahli Hakikat dan Makrifat namun
ulama tetap menghukumi secara dzhohir.
Disamping itu syariat memerintahkan
kita untuk berbicara sesuai dengan kadar akal lawan bicara kita, terlebih
seorang ulama yang berbicara dihadapan ummat, jangan sampai apa yang
disampaikan menjadi fitnah yang mendangkalkan akidah, dalam hal ini akidah
ummat dipertaruhkan. Nasihat ini pernah disampaikan oleh al-Marhum KH. M.
Subadar Besuk seorang ulama sepuh dan kharismatik NU kepada KH Said Agil
saat diskusi di Sidogiri, Pasuruan.
Habib Hasan Asseggaf selaku Ketua DPW
FPI Bogor juga membacakan kutipan dari kitab Bughyah al-Mustarsyidin, bahwa
Seorang Ulama Haram sembarangan bicara depan Ummat, apalagi
masalah-masalah yang membuat ummat jadi menggampangkan dan bermain-main dalam
urusan Agama, ini sangatlah berbahaya, karenanya ulama-ulama
terdahulu, khususnya Almarhum KH Agil Siroj (Ayahanda Said
Agil) sangat berhati-hati dalam bicara depan ummat mereka tidak
pernah menyampaikan hal-hal yang dapat menimbulkan fitnah.
Gus Lutfi Rohman selaku ketua DPD FSI
Jawa Tengah juga menyampaikan bahwa beliau hadir dalam Muktamar NU
Jombang, beliau sebagai orang NU sejak lahir mempertanyakan tema "Islam
Nusantara Untuk Perdamaian Dunia " yang diusung dalam muktamar
Jombang, Beliau mengatakan " Saya lihat sendiri Muktamar Jombang itu kisruh,
sampai-sampai Gus Mus menangis ketika baca head line berita saat itu (Muktamar
Muhammadiyah Teduh, Muktamar NU Kisruh), Bagaimana Konsep ini mau
memberikan kedamaian dunia, kalau didalam NU saja membuat rusuh??
" tutur Gus Lutfi.
Pada sesi penutup, KH Cepy
selaku tuan rumah mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak
atas terselenggaranya debat publik ini.
Sebagai Closing statemen, Habib Hanif
mengutip Nasihat Hadhrotusyekh KH Hasyim Asy'ari dalam kitabnya Mawaidz,
agar kita semua meninggalkan fanatisme golongan dan berlomba lomba membela
Alquran serta Agama, karena jihad melawan para perusak Agama adalah wajib.
Sejak awal, Debat publik ini berjalan
dengan santun, akhlaqul karimah, aman dan Kondusif, sampai ditutup dengan
doa oleh Habib Hud Alidrus.
No comments:
Post a Comment