LA ILAHA ILALLAH
Suatu ketika,
seorang Kyai yang sedang mengajar para santrinya, menjelaskan makna dari
kalimat "La ilaaha illallah" kepada para
santrinya. Tak hanya itu, beliau juga berusaha menanamkan kalimat "La ilaaha illallah" hingga ke dalam
jiwa santri-santrinya.
Kemudian,
sebagai bentuk takzim kepada Kyainya itu, ada salah seorang santri yang memang
mampu dan berkecukupan harta menghadiahkan seekor burung kakak tua untuk Sang
Kyainya. Sang Kyai pun menerima hadiah tersebut dengan senang hati. Burung itu
pun dirawatnya dengan baik.
Semakin hari
Sang Kyai pun makin suka dengan burung itu dan sering membawa burung itu pada
saat mengajar santri-santrinya. Sehingga burung kakak tua itu pun belajar
mengucapkan kalimat tauhid "La ilaha illallah". Sampai akhirnya, burung kakak tua itu pun lancar
dan pandai sekali mengucapkan (laa ilaaha illallah) siang dan malam.
Suatu ketika,
para santri mendapati Sang Kyai sedang menangis. Ketika ditanya apa yang
membuat Sang Kyai menangis, dengan terbata-bata beliau mengatakan, kucing telah
menerkam burung kakak tua dan membunuhnya.
Para santri pun
bertanya dengan heran, "Karena inikah engkau menangis, Wahai Kyai? Kalau
engkau menginginkan lagi, kami mampu datangkan burung baru bahkan yang jauh lebih
baik."
Sang Kyai
berkata, "Bukan karena itu aku menangis. Tetapi, yang membuat aku
menangis adalah ketika burung itu diserang kucing, burung itu hanya
menjerit-jerit saja sampai mati. Padahal siang malam burung itu sering sekali
mengucapkan kalimat 'laa ilaaha illallah'. Tetapi, ketika diterkam kucing, ia lupa kalimat
tersebut. Tidak mengucapkan apapun kecuali hanya menjerit dan
merintih.....!!!"
Sang Kyai
melanjutkan, "Sepanjang hayatnya, burung itu hanya mengucapkan 'laa
ilaaha illallah' dengan lisannya
saja. Sementara hatinya tidak memahami dan tidak menghayatinya."
Sang Kyai
kemudian berkata lagi, "Aku khawatir kalau nanti kita seperti kakak
tua itu. Saat hidup, kita mengulang-ulang kalimat 'laa ilaaha illallah' dengan lisan
kita, tapi ketika maut datang, kita pun lupa. Jangankan mampu mengucapkannya,
mengingatnya saja tidak mampu, ini karena hati kita belum menghayatinya."
Kemudian para
muridnya pun menangis, mendengar penjelasan Sang Kyai.
Lalu, bagaimana
dengan diri kita, sudahkah kita menanamkan kalimat "laa ilaaha illallah" ini ke
dalam hati sanubari kita? Lalu mengekspresikannya dalam amaliyah kehidupan kita
sehari-hari? Atau hanya sekedar di lisan saja?
Semoga rahmat
Allah senantiasa menyertai kita sehingga kalimat "laa ilaaha illallah" bukan
hanya dimulut atau hanya sekedar simbol saja tetapi juga melebur dalam jiwa
kita semua.
Aamiin.....
No comments:
Post a Comment