KEUTAMAAN BERPUASA PADA HARI 'ASYURA DAN
TASU'A
Revisi,
Abu Umar Urwah Al Bankawy
Di
dalam kitab beliau Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi –rahimahullah-
membawakan tiga buah hadits yang berkenaan dengan puasa sunnah pada bulan
Muharram, yaitu puasa hari 'Asyura (10 Muharram) dan Tasu'a (9 Muharram).
Hadits yang Pertama
عن ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم صام يوم عاشوراء وأمر بصيامه. مُتَّفّقٌ عَلَيهِ
Dari
Ibnu Abbas - radhiyallahu 'anhuma -, ” Bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada hari 'Asyura dan
memerintahkan untuk berpuasa padanya”. (Muttafaqun 'Alaihi).
Hadits yang Kedua
عن أبي قتادة رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم سئل عن صيام يوم عاشوراء فقال: ((يكفر السنة الماضية)) رَوَاهُ مُسلِمٌ.
Dari
Abu Qatadah - radhiyallahu 'anhu -, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam ditanya tentang puasa hari 'Asyura. Beliau menjawab, “(Puasa tersebut) Menghapuskan dosa satu tahun
yang lalu”. (HR. Muslim)
Hadits yang Ketiga
Hadits yang Ketiga
وعن ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُما قال، قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم: ((لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع)) رَوَاهُ مُسلِمٌ.
Dari
Ibnu Abbas - radhiyallahu 'anhuma – beliau berkata : ”Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, “Apabila
(usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada (hari) kesembilan”
(HR. Muslim) TAKHRIJ HADITS
- Hadits yang pertama telah dikeluarkan oleh Al-Imam
Al-Bukhari dalam Ash-Shaum no hadits 2003, Al-Imam Muslim di dalam
Ash-Shiyam no hadits 128, serta Abu Dawud dalam Ash-Shaum no hadits 2444.
- Hadits yang kedua telah dikeluarkan oleh Al-Imam
Muslim di dalam Ash-Shiyam no hadits 197, serta Abu Dawud dalam Ash-Shaum
no hadits 2425, At-Tirmidzi dalam Ash-Shaum no hadits 767, serta Imam
Ahmad dalam musnadnya (4/25)
- Hadits yang ketiga dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim
di dalam Ash-Shiyam hadits no 34, Ahmad dalam musnadnya (1/225) dan Ibnu
Majah di dalam Ash-Shiyam (1736)
(Lihat takhrij Syarh Riyadhis Shalihin).
FAEDAH HADITS
Hadits-hadits
di atas menjelaskan kepada kita tentang disyariatkannya berpuasa pada hari
'Asyura (10 Muharram). Begitu pula pada hari Tasu'a ( 9 Muharram) sebagaimana
yang akan diterangkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin –
rahimahullah Ta'ala Beliau berkata (Syarh Riyadhush Shalihin, Ibnul Utsaimin),
“Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari 'Asyura, beliau
menjawab, “Menghapuskan dosa setahun yang lalu”, ini pahalanya lebih sedikit
daripada puasa Arafah (yakni menghapuskan dosa setahun sebelum serta sesudahnya
–pent). Bersamaan dengan hal tersebut, selayaknya seorang berpuasa 'Asyura (10
Muharram) disertai dengan (sebelumnya. ed. ) Tasu'a (9 Muharram). Hal ini
karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Apabila (usia)ku sampai
tahun depan, maka aku akan berpuasa pada yang kesembilan”, maksudnya berpuasa
pula pada hari 'Asyura.
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk berpuasa pada hari sebelum
maupun setelah 'Asyura (1) dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi karena
hari 'Asyura – yaitu 10 Muharram
– adalah hari dimana Allah selamatkan
Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir'aun dan para pengikutnya. Dahulu
orang-orang Yahudi berpuasa pada hari tersebut sebagai syukur mereka kepada
Allah atas nikmat yang agung tersebut. Allah telah memenangkan
tentara-tentaranya dan mengalahkan tentara-tentara syaithan, menyelamatkan Musa
dan kaumnya serta membinasakan Fir'aun dan para pengikutnya. Ini merupakan
nikmat yang besar.
Oleh karena itu, setelah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tinggal di Madinah, beliau melihat bahwa orang-orang Yahudi berpuasa pada hari 'Asyura (2). Beliau pun bertanya kepada mereka tentang hal tersebut. Maka orang-orang Yahudi tersebut menjawab, “Hari ini adalah hari dimana Allah telah menyelamatkan Musa dan kaumnya, serta celakanya Fir'aun serta pengikutnya. Maka dari itu kami berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata, “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”. Kenapa Rasulullah mengucapkan hal tersebut? Karena Nabi dan orang–orang yang bersama beliau adalah orang-orang yang lebih berhak terhadap para nabi yang terdahulu. Allah berfirman,
إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya orang yang paling berhak dengan Ibrahim adalah orang-orang yang mengikutinya dan nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman, dan Allah-lah pelindung semua orang-orang yang beriman”. (QS 3 – Al Imran : 68)
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling berhak terhadap Nabi Musa daripada orang-orang Yahudi tersebut, dikarenakan mereka kafir terhadap Nabi Musa, Nabi Isa dan Muhammad. Maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa 'Asyura dan memerintahkan manusia untuk berpuasa pula pada hari tersebut. Beliau juga memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi yang hanya berpuasa pada hari 'Asyura, dengan berpuasa pada hari kesembilan atau hari kesebelas beriringan dengan puasa pada hari kesepuluh ('Asyura), atau ketiga-tiganya. (3)
- Oleh karena itu sebagian ulama seperti Ibnul Qayyim
dan yang selain beliau menyebutkan bahwa puasa 'Asyura terbagi menjadi
tiga keadaan:
Berpuasa pada hari 'Asyura dan Tasu'ah (9 Muharram), ini yang paling afdhal. - Berpuasa pada hari 'Asyura dan tanggal 11 Muharram,
ini kurang pahalanya daripada yang pertama. (4)
- Berpuasa pada hari 'Asyura saja, sebagian ulama
memakruhkannya karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan
untuk menyelisihi Yahudi, namun sebagian ulama yang lain memberi
keringanan (tidak menganggapnya makhruh). (5) Wallahu a'lam bish shawab.
ABU UMAR URWAH AL BANKAWY
(
Sumber: Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin terbitan Darus Salam – Mesir )
Catatan
:
1. Adapun hadits yang menyebutkan perintah untuk berpuasa setelahnya (11 Asyura' ) adalah dha'if (lemah) . Hadits tersebut berbunyi :
1. Adapun hadits yang menyebutkan perintah untuk berpuasa setelahnya (11 Asyura' ) adalah dha'if (lemah) . Hadits tersebut berbunyi :
صوموا يوم عاشوراء و خالفوا فيه اليهود صوموا قبله يوما و بعده يوما .
”Puasalah kalian hari 'Asyura dan
selisihilah orang-orang yahudi padanya (maka) puasalah sehari sebelumnya dan
sehari setelahnya” (HR. Ahmad dan Al Baihaqy. Didhoifkan oleh As Syaikh Al
Albany di Dho'iful Jami' hadits no. 3506)
Dan berkata As Syaikh Al Albany – Rahimahullah- di As Silsilah Ad Dho'ifah Wal Maudhu'ah IX/288 No. Hadits 4297: Penyebutan sehari setelahnya (hari ke sebelas. pent) adalah mungkar, menyelisi hadits Ibnu Abbas yang shohih dengan lafadz :
Dan berkata As Syaikh Al Albany – Rahimahullah- di As Silsilah Ad Dho'ifah Wal Maudhu'ah IX/288 No. Hadits 4297: Penyebutan sehari setelahnya (hari ke sebelas. pent) adalah mungkar, menyelisi hadits Ibnu Abbas yang shohih dengan lafadz :
“لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع” .
”Jika aku hidup sampai tahun depan tentu
aku akan puasa hari kesembilan”
Lihat juga kitab Zaadul Ma'ad 2/66 cet. Muassasah Ar Risalah Th. 1423 H. dengan tahqiq Syu'aib Al Arnauth dan abdul Qadir Al Arna'uth.
Lihat juga kitab Zaadul Ma'ad 2/66 cet. Muassasah Ar Risalah Th. 1423 H. dengan tahqiq Syu'aib Al Arnauth dan abdul Qadir Al Arna'uth.
لئن بقيت لآمرن بصيام يوم قبله أو يوم بعده . يوم عاشوراء ) .
”Kalau aku masih hidup niscaya aku
perintahkan puasa sehari sebelumnya (hari Asyura) atau sehari sesudahnya” ((HR. Al Baihaqy, Berkata Al Albany di As Silsilah Ad
Dho'ifah Wal Maudhu'ah IX/288 No. Hadits 4297 : Ini adalah hadits mungkar
dengan lafadz lengkap tersebut. ))
2.
Padanya terdapat dalil yang menunjukkan bahwa penetapan waktu pada umat
terdahulupun menggunakan bulan-bulan (qamariyyah, Muharram s/d Dhulhijjah. Pent.
) bukan dengan bulan-bulan ala eropa (Jan s/d Des). Karena Rasulullah
Shalallahu 'alaihi wasallam mengabarkan bahwa hari ke sepuluh dari Muharram
adalah hari dimana Allah membinasakan Fir'aun dan pengikutnya dan menyelamatkan
Musa dan pengikutnya. ( Syarhul Mumthi' VI. )
3.
Untuk puasa di hari kesebelas haditsnya adalah dha'if ( lihat no. 1) maka –
Wallaahu a'lam – cukup puasa hari ke 9 bersama hari ke 10 (ini yang afdhol)
atau ke 10 saja.
Berkata
As Syaikh Salim Bin Ied Al Hilaly : Sebagian ahlu ilmu berpendapat bahwa
menyelisihi orang yahudi terjadi dengan puasa sebelumnya atau sesudahnya.
Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah
Shalallahu'alaihi Wasallam :
صوموا يوم عاشوراء و خالفوا فيه اليهود صوموا
قبله يوما أو بعده يوما .
”Puasalah
kalian hari 'Asyura dan selisihilah orang-orang yahudi padanya (maka) puasalah
sehari sebelumnya atau sehari setelahnya”
Aku
katakan : ini adalah pendapat yang lemah, karena bersandar dengan hadits yang
lemah tersebut yang pada sanadnya terdapat Ibnu Abi Laila dan ia adalah jelek
hafalannya. ( Bahjatun Nadhirin Syarah Riyadhus Shalihin II/385. cet. IV. Th.
1423 H Dar Ibnu Jauzi)
4. (lihat no. 3)
5. As Syaikh Muhammad Bin Shalih al Utsaimin Rahimahullah mengatakan :
والراجح أنه لا يكره إفراد عاشوراء.
Dan
yang rajih adalah bahwa tidak dimakruhkan berpuasa 'Asyura saja. (Syarhul
Mumthi' VI )
Wallaahu
a'lam
Tambahan
catatan oleh editor : Abu Abdillah MRf. BAGI YANG INGIN MEMBERIKAN FAEDAH
ILMIYYAH LAINNYA ATAU KOREKSI ATAS ARTIKEL INI MOHON MENGISI POST COMMENT
DIBAWAH.
Untuk
itu kami sampaikan sebelumnya : Jazakumullah Khairon.
sumber:
www.darussalaf.or.id, penulis: Abu Umar Urwah Al Bankawy
No comments:
Post a Comment