TOLERANSI BERAGAMA
Bismillahirrohmanirrohiim
RENUNGAN PAGI - CARA NABI
MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM DAN PARA SAHABAT MENGAMALKAN TOLERANSI
BERAGAMA
Al-Qur’an banyak
memberikan arahan tentang kehidupan toleransi beragama yang menjadi bahan renungan
kita kali ini.
Mengenai
pluralisme beragama ini Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah telah mengirim nabi
kepada setiap ummat, baik yang namanya disebutkan dalam Al-Qur’an maupun yang
tidak (QS 40 – Al-Mu’min : 78, QS 17 –
Al-Israa’ : 15). Setiap muslim harus
beriman kepada para nabi (QS 3 – Ali ‘Imran : 84). Kemudian mengenai pluralisme agama dan kebebasan beragama ditegaskan
pula dalam surat dan ayat-ayat tersendiri (QS
2 – Al-Baqarah: 62, 256), serta
mengenai toleransi atau hidup berdampingan secara damai (QS 109 – Al-Kaafiruun : 1-6). Diantara beragam ummat beragama itu,
Al-Qur’an menganjurkan agar kaum Muslim berlomba-lomba berbuat kebajikan (QS 5 – Al-Maaidah : 48), bersikap positip dalam
berhubungan dan bekerja-sama secara adil dengan ummat non-Muslim (QS 60 – Al-Mumtahanah : 8), serta
melindungi tempat-tempat ibadah semua agama (QS 22 – Al-Hajj : 40).
Pengamalan
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam
atas ayat-ayat tersebut diatas dapat disimpulkan dalam kisah berikut ini. Pada
tahun yang disebut dengan Tahun Perutusan (630-631M) atau disebut dengan ‘Am al-Wafd, Nabi Muhammad sebagai
penguasa baru di Madinah menerima kunjungan suku-suku Arab-Kristen.
Salah satu
diantaranya adalah suku Najran. Mereka diterima oleh Nabi di Masjid Madinah dan
menginap di Masjid Nabawi dan rumah para sahabat. Mereka tinggal beberapa hari
dan sempat melakukan kebaktian di Masjid Nabawi. Semula mereka minta ijin untuk
melakukan kebaktian di luar masjid, tapi Nabi mempersilahkan mereka melakukannya
di dalam Masjid. Pertemuan mereka dengan Nabi menghasilkan piagam yang
menyatakan bahwa jiwa, agama dan harta benda mereka dilindungi. Piagam ini juga
memuat kecaman terhadap siapa saja yang menodai jaminan tersebut.
Begitulah Nabi
saw mengamalkan titah Al-Qur’an, dimana Islam mengharuskan para pemeluknya
untuk menerima keberadaan agama-agama lain dan mengadakan hubungan baik dengan
para pemeluknya. Sikap Nabi diatas dilanjutkan para pemimpin Muslim setelah
Nabi.
Contohnya, Khalifah
Abu Bakar dalam pesannya kepada tentaranya menekankan agar mereka tidak
mengganggu kebebasan dan menodai kesucian agama-agama lain. Sikap ini terus
dipertahankan bersamaan dengan makin meluasnya kekhalifahan Islam. Karena itu
ummat Kristen-Arab (umumnya pengikut Gereja Nestorian, Yakobian dan Monofisit,
yang dianggap sempalan, dikucilkan bahkan dimusuhi oleh Gereja Kristen Barat)
menerima baik kehadiran penguasa Muslim yang jauh lebih toleran.
Khalifah ‘Umar
ibn al-Khatab menegaskan sikap tersebut diatas
dalam perjanjiannya dengan ummat Kristen Aelia (Yerusalem). Piagamnya dikenal
dengan sebutan Mithaq Iliya’ (Piagam Aelia). Dalam piagam itu tertulis antara
lain: “Inilah janji perlindungan keamanan hamba Allah ‘Umar Amir al-Mu’minin (pemimpin kaum beriman)
kepada penduduk Aelia, yaitu keamanan bagi diri, harta benda, gereja, salib dan
segala keperluan peribadatan mereka. Bangunan gereja mereka tidak akan
diduduki, dirobohkan atau dikurangi luasnya, diambil salib-salibnya atau apa
saja dari harta benda mereka. Mereka juga tidak dipaksakan untuk meningggalkan
agama mereka atau diganggu.
Kalau Nabi,
sahabat-sahabatnya serta para Pemimpin Muslim setelah Nabi sekaliber Abu Bakar
dan Umar bersikap demikian toleran, mengapa sekarang banyak di antara kaum
muslim Indonesia kok begitu sulit mengamalkan toleransi itu dan jauh dari yang
dicontohkan Rasulullah? Rasanya perlu sekali kita merenung kembali, melakukan
muhasabah tentang titah Al-Qur’an dalam kehidupan toleransi beragama dan
mengingatkan diri sendiri, bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam adalah
satu-satunya suri-tauladan dalam mengamalkan bertoleransi beragama
Bagaimana
pendapat Anda?
Kutipan ayat-ayat
Al Qur’an yang berkaitan dengan toleransi beragama:
Barangsiapa berbuat sesuai hidayah (Allah), maka
sesungguhnya ia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya
sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan
Kami tidak akan meng’ahzab sebelum kami mengutus seorang rasul
~ QS 17 – Al-Israa’ : 15 ~
Dan sesungguhnya telah kami utus beberapa orang rasul
sebelum kamu, diantara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan diantara
mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang
rasul membawa suatu mu’jizat, melainkan dengan seizin Allah; maka bila telah
datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu
rugilah orang-orang yang yang berpegang pada yang batil.
~ QS 40 – Al-Mu’min : 78 ~
Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa
yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq,
Ya’qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, ‘Isa dan para
nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka
dan hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri.
~ QS 3 – Ali-‘Imran : 84 ~
Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi,
orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin*, siapa saja diantara mereka yang
benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan
menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan
tidak (pula) mereka bersedih hati
~ QS 2 – Al-Baqarah : 62 ~
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut** dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang pada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan
putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
~ QS 2 – Al-Baqarah : 256 ~
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah
Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah
Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku
~ QS 109 – Al-Kaafiruun : 1-6 ~
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab lain itu; maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.
Untuk tiap-tiap ummat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu ummat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan
itu.
~ QS 5 – Al-Maaidah : 48 ~
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku
adil.
~ QS 60 – Al-Mumtahanah : 8 ~
(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung
halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan
kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian
manusia dengan sebagian manusia yang lain, tentulah telah dirobohkan
biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan
masjid-masjid, yang dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah
pasti menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha
Perkasa.
~ QS 22 – Al-Hajj : 40 ~
*) Orang-orang Shabiin ialah
orang-orang yang mengikuti syari’at Nabi-nabi zaman dahulu atau orang-orang
yang menyembah binatang atau dewa-dewa
**) Thaghut ialah syaitan dan apa
saja yang disembah selain dari Allah swt.
Kepustakaan: Al- Qur’an, Hikmah -
Toleransi, Jamaludin Rumi, 1998
Filename: THINK09-Toleransi,
Re-edited, 24 Agustus 2009, Ramadhan 1430 H
Copyright © Mimuk Bambang
Irawan
No comments:
Post a Comment