AIR INI HANYA UNTUK INSINYUR!!
Di sebuah perusahaan pertambangan minyak di Arab Saudi, di akhir
tahun 1940-an. Seorang pegawai rendahan, remaja lokal asli Saudi, kehausan dan
bergegas mencari air untuk menyiram tenggorokannya yg kering. Ia begitu gembira
ketika melihat air dingin yang tampak didepannya dan bersegera mengisi air
dingin ke dalam gelas.
Belum sempat ia minum, tangannya terhenti oleh sebuah hardikan:
“Hei, kamu tidak boleh minum air ini. Kamu cuma pekerja rendahan. Air ini hanya
khusus untuk insinyur” Suara itu berasal dari mulut seorang insinyur Amerika
yang bekerja di perusahaan tersebut.
Remaja itu akhirnya hanya terdiam menahan haus. Ia tahu ia hanya
anak miskin lulusan sekolah dasar.
Hardikan itu selalu terngiang di kepalanya. Ia lalu bertanya-tanya:
Kenapa ini terjadi padaku? Kenapa segelas air saja dilarang untuk ku? Apakah
karena aku pekerja rendahan,sedangkan mereka insinyur ? Apakah kalau aku jadi
insinyur aku bisa minum? Apakah aku bisa jadi insinyur seperti mereka?
Pertanyaan ini selalu tengiang-ngiang dalam dirinya. Kejadian
ini akhirnya menjadi momentum baginya untuk membangkitkan “SIKAP POSITIF” .
Muncul komitmen dalam dirinya.
Remaja miskin itu lalu bekerja keras siang hari dan melanjutkan
sekolah malam hari. Hampir setiap hari ia kurang tidur untuk mengejar
ketertinggalannya.
Tidak jarang olok-olok dari teman pun diterimanya. Buah kerja
kerasnya menggapai hasil. Ia akhirnya bisa lulus SMA. Kerja kerasnya membuat
perusahaan memberi kesempatan padanya untuk mendalami ilmu. Ia dikirim ke
Amerika mengambil kuliah S1 bidang teknik dan master bidang geologi. Pemuda ini
lulus dengan hasil memuaskan. Selanjutnya ia pulang kenegerinya dan bekerja
sebagai insinyur.
Kini ia sudah menaklukkan ”rasa sakit”nya, kembali sebagai
insinyur dan bisa minum air yang dulu dilarang baginya. Apakah sampai di situ
saja. Tidak, karirnya melesat terus. Ia sudah terlatih bekerja keras dan
mengejar ketinggalan, dalam pekerjaan pun karirnya menyusul yang lain.
Karirnya melonjak dari kepala bagian, kepala cabang, manajer
umum sampai akhirnya ia menjabat sebagai wakil direktur, sebuah jabatan
tertinggi yang bisa dicapai oleh orang lokal saat itu.
Ada kejadian menarik ketika ia menjabat wakil direktur. Insinyur
Amerika yang dulu pernah mengusirnya, kini justru jadi bawahannya.
Suatu hari insinyur tersebut datang menghadap karena ingin minta
izin libur dan berkata; “Aku ingin mengajukan izin liburan. Aku berharap Anda
tidak mengaitkan kejadian air di masa lalu dengan pekerjaan resmi ini. Aku
berharap Anda tidak membalas dendam, atas kekasaran dan keburukan perilakuku di
masa lalu”
Apa jawab sang wakil direktur mantan pekerja rendahan ini: “Aku
ingin berterimakasih padamu dari lubuk hatiku paling dalam karena kau melarang
aku minum saat itu. Ya dulu aku benci padamu. Tapi, setelah izin Allah, kamu
lah sebab kesuksesanku hingga aku meraih sukses ini.
Kini sikap positfnya sudah membuahkan hasil, lalu apakah
ceritanya sampai di sini?
Tidak. Akhirnya mantan pegawai rendahan ini menempati jabatan
tertinggi di perusahaan tersebut. Ia menjadi Presiden Direktur pertama yang
berasal dari bangsa Arab.
Tahukan Anda apa perusahaan yang dipimpinnya? Perusahaan itu
adalah Aramco (Arabian American Oil Company)salah satu perusahaan minyak
terbesar di dunia.
Ditangannya perusahaan ini semakin membesar dan kepemilikan Arab
Saudi semakin dominan. Kini perusahaaan ini menghasilakn 3.4 juta barrels
(540,000,000 m3) dan mengendalikan lebih dari 100 ladang migas di Saudi Arabia
dengan total cadangan 264 miliar barrels (4.20×1010 m3) minyak dan 253 triliun
cadangan gas. Atas prestasinya Ia ditunjuk Raja Arab Saudi untuk menjabat
sebagai Menteri Perminyakan dan Mineral yang mempunyai pengaruh sangat besar
terhadap dunia.
Ini adalah kisah Ali bin Ibrahim Al-Naimi yang sejak tahun 1995
sampai saat ini menjabat Menteri Perminyakan Saudi Arabia.
Terbayangkah, hanya dengan mengembangkan hinaan menjadi hal yang
positif, isu air segelas di masa lalu membentuknya menjadi salah seorang
penguasa minyak yang paling berpengaruh di Saudi Arabia.
No comments:
Post a Comment