ASBABUN NUZUL KE 25
Kisah Ummu Salamah r.a – Pembela hak-hak wanita.
Hindun
ibn Abi Umayyah (Ummu Salamah), adalah wanita cantik, santun, rendah hati dan
mulia, puteri dari Abi Umayyah seorang pemuka dan pemimpin Mekkah yang sangat
dermawan. Ketika dewasa ia menikah dengan Abdullah ibn Abd Al Asad. Keduanya
termasuk kelompok pertama yang masuk Islam.
Sepulang dari Abissinia dan hendak berangkat hijrah kembali ke Yatsrib
menyusul Rasulullah, keduanya ditahan oleh keluarga besarnya, sehingga akhirnya
yang pergi ke Yatsrib hanya Abdullah suaminya, sedangkan Ummu Salamah beserta
anaknya ditahan di Mekkah.
Selama
setahun di Mekkah, Ummu Salamah menderita tekanan dari keluarga dan kaum
Quraisy. Ia hidup hanya dengan anaknya, namun ia tetap berharap kepada Allah
SWT untuk dapat dipertemukan kembali dengan suaminya. Allah SWT mendengar
do’anya, hingga suatu hari dia diijinkan menyusul suaminya ke Madinah asalkan
hanya berdua anaknya saja. Namun Allah SWT mempertemukan seorang kafir Quraisy
yang baik hati bernama Utsman ibn Thalhah untuk mengantarkannya ke Madinah dan
akhirnya bisa berkumpul kembali dengan suami dan anak-anaknya di Madinah.
Belum
lama ia bertemu dengan Abdullah suaminya, dia harus berpisah lagi karena
Abdullah ikut berjihad dalam perang Uhud dan dalam perang itu ia mendapatkan
luka berat yang akhirnya mengantar kepada kematian.
Dalam
kesendirian dengan anak-anaknya yang masih kecil ia berdo’a seperti yang
diajarkan Rasulullah: ‘Ya Allah ... Engkau mengetahui musibah yang menimpaku
dan aku menyerahkannya kepadaMu, balas dan gantilah musibahku dengan
kebaikan’.
Allah
mendengar do’anya dan ia dilamar Rasulullah untuk dijadikan isterinya. Ummu
Salamah mendampingi Rasulullah bersama isterinya yang lain yaitu Saudah, Aisyah
dan Hafshah dengan penuh kedamaian dan cinta kasih.
Ummu
Salamah bersama para wanita lainnya ikut berperan aktif membantu para mujahidin
di medan perang dengan menyediakan makanan, pengobatan, perawatan korban dan
sebagainya, sesuai perintah Allah bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak
yang sama untuk berjihad. Namun tentu saja tidak semua kaum wanita dapat ikut
berjihad ke medan perang, mengingat keterbatasannya dalam mengurus rumah
tangga. Ummu Salamah mempertanyakan hal ini kepada Rasulullah. Sehingga Allah
SWT menurunkan ayat sebagai berikut:
“Walaa
tatamannau maa fadhdhalallaahu bihii ba’dhakum ‘alaa ba’dh. Lirrijaali
nashiibum mimmaktasabuu. Wa linnisaa i nashiibum mimmak tasabn. Was alullaaha
minfadhlih. Innallaaha kaana bikulli syai in ‘aliimaa. Wa likullin ja’alnaa
mawaaliya mimmaa tarakalwaa lidaani wal
aqrabuun. Walladziina ‘aqadat aimaanukum fa aatuuhum nashiibahum. Innallaaha
kaana ‘alaa kulli syai in syahiidaa. Arrijaalu qawwaamuuna ‘alannisaa i bimaa
fadhdhalallaahu ba’dhahum ‘alaa ba’dhiwwabimaa anfaquu min amwaalihim.
Fashshaalihaatu qaanitaatun haafidhaatul lilghaibi bimaa hafidhallaah.
Wallaatii takhaafuuna nusyuuzahunna fa’idhuuhunna wahjuruuhunna filmadhaaji’i
wadhribuuhunn. Fain atha’nakum falaa tabghu ‘alaihinna sabiilaa. Innallaaha
kaana ‘aliyyan kabiiraa”.
“Dan
janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian
kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada
bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita(pun) ada
bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.
Bagi
tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib
kerabat. Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu
telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya.
Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang
shaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak
ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi
Maha Besar”. ~ QS 4 – An Nisa :
Ayat 32-34 ~
Demikianlah Allah SWT menjelaskan hak laki-laki dan wanita yang sebelumnya
tidak pernah terjadi pada jaman jahiliyah.
Ummu Salamah wafat ketika berusia 84 tahun disaat kepemimpinan Khalifah Ali
ibn Abu Thalib. Semoga Allah SWT merahmatinya.
Edited and posted by: Rika Rakasih
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul
Penulis : Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Disarikan oleh : Idih Ruskanda
Thema :
An Nisa (4) – Ayat 32-34 à Ummu Salamah ra – Pembela hak-hak wanita
No comments:
Post a Comment