HADITS
SHALAT JUM’AT DI HARI RAYA
Senin, 26 Ramadhan 1436 H/13 Juli
2015
Tanya: Iedul fitri tahun jika melihat di
kalender jatuh di hari Jum’at, ada 2 hari raya di hari itu.. mohon info
referensi hadistnya apakah sholat Jum’atnya gugur ? Syuqron
Jawab: Tidak diragukan bahwa keberadaan
kita yang mendapati hari Id bertepatan dengan hari Jum’at adalah karunia dan nikmat
Allah yang sangat besar.
Akan tetapi, ketika hari Id bertepatan dengan hari Jum’at,
banyak yang mempertanyakan tentang hukum pelaksanaan shalat Jum’at pada hari
tersebut.
Tentang simpulan pembahasan dalam masalah apabila hari Id
bertepatan dengan hari Jum’at, terdapat silang pendapat di kalangan ulama:
Pendapat pertama, kewajiban Jum’at tidaklah gugur terhadap siapa
saja yang telah menghadiri shalat Id. Ini adalah pendapat Imam Malik, Abu
Hanifah, Ibnul Mundzir, dan Ibnu Hazm. Ibnu Qudâmah menyebutnya sebagai pendapat
kebanyakan ahli fiqih.
Pendapat kedua, shalat Jum’at tetap wajib dan hanya digugurkan
untuk siapa saja yang telah menghadiri shalat Id di antara orang-orang yang
tinggal di lembah, badu, dan semisalnya. Ini adalah pendapat Imam Asy-Syâfi’iy
dan salah satu riwayat dari Imam Malik.
Pendapat ketiga, siapa saja yang telah menyaksikan shalat Id,
gugur terhadapnya kewajiban menghadiri shalat Jum’at. Namun, imam masjid tetap
wajib menegakkan shalat Jum’at agar shalat ini dihadiri oleh siapa saja yang
ingin hadir. Ini adalah pendapat Asy-Sya’by, An-Nakha’iy, Al-‘Auzâ’iy, dan
Ahmad bin Hanbal. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menguatkan pendapat ini seraya
menyebut bahwa ini adalah pendapat Umar, Utsman, Ibnu Mas’ûd, Ibnu
‘Abbâs, Ibnuz Zubair, dan kalangan shahabat yang lain. Tidaklah diketahui bahwa
ada dari kalangan shahabat yang menyelisihi mereka.
In syaa Allah, yang terkuat di antara tiga pendapat di atas
adalah pendapat ketiga. Selain terhitung sebagai pendapat yang tidak dikenal
bahwa ada di antara kalangan shahabat yang menyelisihinya, hadits-hadits dan
atsar-atsar para shahabat juga lebih menguatkannya.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah riwayat Iyâs bin Abi
Ramlah Asy-Syâmy bahwa beliau berkata,
شَهِدْتُ مُعَاوِيَةَ
سَأَلَ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ: شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا؟ قَالَ: نَعَمْ صَلَّى الْعِيدَ أَوَّلَ
النَّهَارِ، ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ: ” مَنْ شَاءَ أَنْ يُجَمِّعَ
فَلْيُجَمِّعْ
“Saya menyaksikan Mu’âwiyah bertanya kepada Zaid bin Arqam,
‘Apakah, bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, engkau menyaksikan
dua Id berkumpul?’ (Zaid) menjawab, ‘Iya. Beliau melaksanakan shalat Id pada
awal siang, kemudian memberi keringanan pada (shalat) Jum’at dengan berkata,
‘Siapa saja yang hendak menegakkan (shalat) Jum’at hendaknya dia menegakkan (shalat)
Jum’at tersebut.’.’.” [Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, An-Nasâ`iy, Ibnu Mâjah, dan
selainnya. Iyâs bin Abi Ramlah Asy-Syâmy adalah seorang rawi yang majhûl,
tetapi bisa dikuatkan dengan riwayat Abu Hurairah yang akan datang. Dishahihkan
oleh Syaikh Al-Albâny dalam Shahîh Sunan Abi Dâwud seraya menyebut bahwa hadits
ini dishahihkan juga oleh Ibnul Madîny, Al-Hakim, dan Adz-Dzahaby]
Hadits lain adalah dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدِ اجْتَمَعَ فِي
يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ، فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ، وَإِنَّا
مُجَمِّعُونَ
“Telah bertemu dua Id pada hari kalian ini. Siapa saja yang
berkehendak (untuk tidak menghadiri shalat Jum’at), (shalat Id-nya) telah
mencukupinya dari (shalat) Jum’at. Namun, kami (tetap) akan menegakkan (shalat)
Jum’at.” [Diriwayatkan
oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Mâjah, dan selainnya. Sanadnya bagus maka
dishahihkan oleh Al-Albâny dalam Shahîh Sunan Abi Dâwud. Namun, Ad-Dâraquthny
dan Ahmad bin Hanbal menganggap bahwa yang kuat pada hadits adalah riwayat
mursal]
Juga dari Abu ‘Ubaid bahwa beliau berkata, “Saya menghadiri
shalat Id bersama Utsman bin Affan, sedang waktu itu adalah hari Jum’at.
(Utsman) melaksanakan shalat Id sebelum khutbah, kemudian berkata,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ،
إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ
يَنْتَظِرَ الجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ العَوَالِي فَلْيَنْتَظِرْ، وَمَنْ أَحَبَّ
أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ
‘Wahai sekalian manusia, sesungguhnya pada hari ini telah
berkumpul dua Id untuk kalian. Oleh karena itu, siapa saja di antara penduduk
‘awâlî (pelosok kota) yang ingin menunggu (pelaksanaan shalat) Jum’at, silakan
menunggu. Akan tetapi, siapa saja yang ingin kembali, telah kuizinkan untuknya.’.”
[Diriwayatkan oleh Malik, Al-Bukhâry dalam
Shahîh-nya, dan selainnya]
Demikianlah pendapat terkuat dan difatwakan oleh Ulama Al-Lajnah
Ad-Dâ`imah seperti dalam fatwa no. 2140 yang ditandatangani oleh Syaikh Abdul
Aziz Ibnu Bâz, Syaikh Abdullah Al-Ghudayyân, dan Syaikh Abdullah bin Qa’ûd,
serta dalam fatwa no. 21160 pada 8 Dzulqa’dah 1420 H yang ditandatangani oleh
Syaikh Abdul Aziz Âlu Asy-Syaikh, Syaikh Abdullah Al-Ghudayyân, Syaikh Bakr Abu
Zaid, dan Syaikh Shalih Al-Fauzân.
Namun, kami perlu mengingatkan akan tiga hal:
Namun, kami perlu mengingatkan akan tiga hal:
Pertama, siapa saja yang tidak menghadiri
shalat Jum’at, boleh melaksanakan shalat Zhuhur di rumahnya. Akan tetapi, kalau
dia menghadiri shalat Jum’at, hal tersebut tentu lebih afdhal dan lebih selamat
dari silang pendapat ulama dalam masalah ini.
Kedua, tidaklah kita mengetahui,
dari uraian para ulama, bahwa ada yang mengharamkan penegakan shalat Jum’at.
Ketiga, sebagian manusia menyangka bahwa,
bila shalat Id bertepatan dengan hari Jum’at, seseorang boleh tidak mengerjakan
shalat Jum’at juga tidak mengerjakan shalat Zhuhur. Padahal, tidak ada di
antara kalangan ulama yang berpendapat seperti ini, kecuali, Athâ` bin Abi
Rabâh. Setelah menyebutkan bahwa ‘Athâ` memiliki dua pendapat dalam masalah
ini, Ibnu Abdil Barr sangat mengingkari pendapat ini dan menegaskannya sebagai
pendapat yang kerusakannya sangat jelas, ditinggalkan, dan tidak dipakai.
Wallahu A’lam.
Rujukan Pokok untuk Pembahasan di Atas
1. Majmû’ Fatâwâ Syaikhul Islam 24/210-213
2. Al-Mughny 2/358-359 karya Ibnu Qudâmah
3. At-Tamhîd 10/268-271 karya Ibnu Abdil Barr
4. Al-Ausath 4/289-291 karya Ibnul Mundzir
5. Bidâyah Al-Mujtahid 1/496-497 karya Ibnu Rusyd (cetakan Dârus Salâm)
6. Al-Muhallâ 5/89 karya Ibnu Hazm
7. Al-Mausû’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah 27/209
8. Fatawa Al-Lajnah Ad-Dâ`imah 8/179-181
Rujukan Pokok untuk Pembahasan di Atas
1. Majmû’ Fatâwâ Syaikhul Islam 24/210-213
2. Al-Mughny 2/358-359 karya Ibnu Qudâmah
3. At-Tamhîd 10/268-271 karya Ibnu Abdil Barr
4. Al-Ausath 4/289-291 karya Ibnul Mundzir
5. Bidâyah Al-Mujtahid 1/496-497 karya Ibnu Rusyd (cetakan Dârus Salâm)
6. Al-Muhallâ 5/89 karya Ibnu Hazm
7. Al-Mausû’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah 27/209
8. Fatawa Al-Lajnah Ad-Dâ`imah 8/179-181
No comments:
Post a Comment