Ujian Allah Seumur Hidup
Sesungguhnya Allah senantiasa menguji kepatuhan
kita padaNya setiap saat dengan kenikmatan dan musibah. Kalau kita menyadari
bahwa apa yang terjadi pada kita adalah ujian dariNya, niscaya kita akan memperoleh
ketenangan hidup dan kedamaian hati. That’s it.
Adi dan Dessy anak-anakku yang dirahmati Allah SWT,
marilah kita renungkan kisah-kisah berikut ini yang berkaitan dengan ujian Allah. Sungguh malang nasib si Anu. Baru sebulan
yang lalu perusahaannya bangkrut yang menyebabkan kerugian harta yang besar.
Disusul rumahnya yang megah turut dilalap si jago merah karena perumahan kumuh
disekitarnya terbakar terlebih dahulu.
Hari ini, dalam sebuah rumah sewa yang sederhana ia
menerima khabar bahwa istri dan anaknya yang dicintainya tewas dalam kecelakaan
mobil ketika mereka tengah dalam perjalanan ke rumah mertua si Anu.
Kerabat si Anu berkomentar: “Sungguh berat cobaan bagi si
Anu, semoga ia diberi kekuatan iman untuk mengatasinya”, sambil menyaksikan si
Anu termangu dengan muka sembab karena air mata.
Lain halnya dengan si Fulan. Ia sedang naik daun.
Karirnya menanjak terus, sehingga ia sekarang menjabat sebagai CEO sebuah
perusahaan yang bonafid. Dengan jabatan itu, semua urusan menjadi mudah, harta
berlimpah dan hidup penuh kesenangan dunia. Anak-anak mengenyam pendidikan
terbaik di salah satu negara jiran.
Pada satu liburan ia tampak berekreasi dengan istrinya
yang cantik dan dua putranya yang ganteng-ganteng di Singapura. “Sungguh nikmat
hidup si Fulan. Rupanya si Fulan ini orang yang beruntung yang dijauhkan dari
segala cobaanNya” demikian kira-kira komentar kebanyakan orang.
Rupanya disini ada beberapa persepsi yang perlu
diluruskan.
Pertama, mengenai jenis-jenis ujian Allah
atau cobaan hidup yang ditimpakan Allah swt kepada kita. Kebanyakan orang beranggapan bahwa ujian Allah swt hanya dalam bentuk musibah. Sedangkan
kesenangan dunia dipandang bukan sebagai ujian Allah
melainkan rahmat yang diberikan Allah swt kepada manusia untuk dinikmati.
Persepsi yang demikian sungguh keliru. Sesungguhnya
cobaan atau ujian Allah bisa dalam bentuk
sesuatu yang memberatkan dan menyakitkan, namun bisa juga dalam bentuk kebaikan
dan kenikmatan yang menyenangkan sebagaimana firman Allah berikut ini:
Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati.
Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan,sebagai cobaan yang sebenar-benarnya. Dan hanya kepada Kami-lah kamu
akan dikembalikan.
~ QS 21 – Al Anbiyaa’ : 35 ~
Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa
golongan;
diantaranya ada
orang-orang yang saleh dan diantaranya ada yang tidak demikian.
Dan Kami coba
mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk agar
mereka kembali (kepada kebenaran)
~ QS 7 - Al A’raaf : 168 ~
Banyak diantara kita kalau disuruh memilih jenis ujian Allah mana yang sebaiknya ditimpakan kepada
kita, maka kebanyakan pula yang akan memilih ujian Allah
berupa kenikmatan yang menyenangkan. Jarang ada yang memilih diuji dengan
musibah yang menyakitkan.
Padahal statistik menunjukkan bahwa lebih banyak orang
yang menjadi dekat dengan Allah karena ditimpa musibah yang menyakitkan, karena
orang cenderung hanya ingat dan berpaling kepada Allah bila ditimpa kesusahan.
Sebaliknya orang yang diberi kenikmatan lebih gampang untuk melupakan Allah
dengan lupa bersyukur dan tenggelam dalam kesenangan yang membutakan mata hati.
Banyak diantara mereka menjadi sombong dan berlaku zalim
kepada sesamanya. Makin lupa mereka kepada Allah, justru Allah akan memberikan
kesenangan yang terus menerus sehingga mereka makin terjerumus dalam kebinasaan
seperti difirmankanNya:
Dan orang-orang yang mendustakan ayat Kami, nanti Kami
akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dengan cara
yang tidak mereka ketahui
~ QS 7 - Al A’raaf : 182 ~
Nah, sebagai seorang Muslim yang selalu ingin dekat
kepada Sang Pencipta ujian Allah yang mana
kiranya Anda pilih?
Kedua, kesalahan persepsi mungkin juga terjadi karena kita
tidak menguasai hakekat mengapa Allah menguji kita dan apa materi ujian yang
ditimpakanNya kepada kita.
Sebagai ilustrasi, bila kita ujian ekonomi, maka hakekat
dari ujian ekonomi itu adalah untuk mendapatkan nilai yang bagus (sebagai
aktualisasi bertambahnya ilmu-ilmu ekonomi) agar target SKS yang diberikan
kepada kita bisa kita capai, sehingga pada akhir pendidikan kita lulus dan
berhak mendapat gelar sarjana ekonomi. Materi ujiannya adalah bahan kuliah
semua mata pelajaran ekonomi seperti akuntansi, keuangan, SDM, manajemen dan
sebagainya.
Nah, pernahkah kita renungkan apa sebenarnya hakekat dan
materi ujian Allah yang ditimpakan kepada kita? Hidup manusia di dunia adalah
bagaikan suatu perjalanan menempuh jaman dari mulai lahir, masa kecil, remaja,
dewasa, tuan, untuk akhirnya mati berkalang tanah.
Kelak, manusia akan menjalani kehidupan abadi di akhirat.
Jadi, tujuan perjalanan hidup di dunia ini adalah untuk mencapai akhirat. Di
akhirat kita disediakan 2 pilihan; surga atau neraka. Penempatan kita di
akhirat nanti sangat tergantung dari “bekal” yang kita bawa selama menempuh
perjalanan hidup di dunia. Dan bekal itu namanya amal soleh yang berbuahkan pahala.
Pahala itulah yang harus kita kumpulkan
sebanyak-banyaknya melaukan amal soleh selama hidup kita agar tempat kita di
akhirat kelak adalah surga semata. Kesempatan untuk mendapatkan pahala yang
diberikan oleh Allah terbuka selebar-lebarnya bagi setiap manusia. Setiap kita
lulus dalam ujian yang diberikanNya kepada kita, maka kita akan mendapat
pahala.
Sebaliknya bila kita tidak lulus maka perbuatan kita
dicatat sebagai dosa yang akan mengurangi timbangan pahala kita. Jadi, hakekat
Allah menguji kita adalah agar dalam hidup ini, kita bisa mengumpulkan pahala
sebanyak-banyaknya sebagai bekal kita untuk mencapai surga.
Dalam Al-Qur’an, yang menjadi pedoman hidup di dunia untuk
mencapai kebahagiaan dunia akhirat, terdapat petunjuk mengenai materi ujian Allah apa yang ditimpakanNya kepada manusia,
yang antara lain;
-
Keyakinan
terhadap Allah (QS
3 - Ali Imran :154),
-
Perintah
menyembah Allah (QS
11- Huud : 7),
-
Ketaatan
kepada Allah (QS
5 – Al Maaidah : 94),
-
Keimanan (QS 9 – At Taubah : 16),
-
Kesabaran
dalam kekurangan (QS
2 – Al Baqarah : 155),
-
Bersosialisasi
dengan masyarakat sekitar (QS 6 – Al An’aam : 53),
-
Berjihad
dan bersabar (QS
47 - Muhammad : 31),
-
Amal
perbuatan yang baik (QS 18 - Al Kahfi : 7, QS 67 - Al Mulk : 1,2),
-
Hal-hal
yang menyakitkan fisik dan mental (QS 3 - Ali ‘Imran : 186),
-
Kebenaran
pengakuan sebagai orang beriman (QS 29 - Al Ankabuut : 1-3),
-
Ujian bagi
mereka yang mendapat kedudukan yang tinggi (QS 6 – Al An’aam : 165)
-
Serta
nafsu mengejar harta (QS 3 - Ali ‘Imran : 152).
Nah, telah siapkah diri Ananda sekalian untuk menempuh
“mata ujian Allah” diatas? Firman Allah:
Dan sesungguhnya telah Kami
mudahkan Al-Qur’an untuk dipelajari, maka adakah orang yang mengambil
pelajaran?
~ QS 54 – Al Qamar : 40 ~
(Note: Bicara soal ujian Allah,
maka sebenarnya Allah telah menyediakan satu “textbook” yang tiada tandingannya
diatas bumi yaitu Al-Qur’an. Dan ujiannyapun diselenggarakan dengan sistim
“open-book”. Walaupun demikian ternyata masih banyak yang tidak lulus ujianNya,
karena banyak yang hanya pandai melantunkan ayat-ayat suci dengan merdu dan
indah tanpa menangkap pelajaran hakekat hidup darinya. Al-Qur’an memang harus
dipelajari dengan mata hati.)
Ketiga, kebanyakan kita berpendapat bahwa ujian Allah hanya sekali-sekali ditimpakan dalam hidup
kita. Ini boleh jadi karena kesalahan persepsi yang pertama diatas. Oleh karena
musibah tidak selalu terjadi, maka dipersepsikan bahwa ujian
Allah hanya terjadi pada saat kita ditimpa kemalangan seperti; kematian
orang yang dicintai, kehilangan harta, kegagalan dalam perkawinan, bangkrutnya
usaha, PHK dan sebagainya.
Dalam keadaan biasa seolah-olah kita dibebaskan dari masa
ujian. Demikian juga mengenai kesenangan, kebanyakan menganggap bahwa hanya
kesenangan dan kebahagiaan yang luar biasa yang perlu diperhitungkan sebagai ujian Allah. Misalnya ketika meraih gelar sarjana,
mendapat hadiah yang tak disangka, atau saat lolos dari satu kesulitan. Barulah
ketika itu kita berkata: “Alhamdulillah”, sekedar sebagai tanda syukur.
Kejadian yang berjalan rutin dan wajar dianggap bukanlah ujian terhadap kita.
Banyak
diantara kita tidak menyadari bahwa ujian Allah terjadi
setiap saat, terus menerus mulai dari kita bangun sampai tidur kembali, setiap
detik, menit, jam dan hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun tak putus-putusnya
sampai kita mati.
Bila telah disadari bahwa Allah SWT menguji kita seumur
hidup, maka dapat diambil konsekuensi positifnya bahwa sebenarnya Allah telah
sangat memudahkan manusia untuk memperoleh pahala. Sesungguhnya Allah Maha
Pemurah karena telah menyediakan peluang yang amat banyak bagi manusia untuk
memperoleh pahala dari detik demi detik, yang sekaligus merupakan bukti betapa
Allah adalah Maha Pengasih dan Penyayang terhadap umatNya.
Jadi benarlah kiranya Allah tidak menciptakan manusia dan
menjalani hidup ini dengan sia-sia tanpa arah dan tujuan. Ujian Allah seumur hidup ini justru merupakan sarana
kita untuk memperbanyak pahala agar kita kelak mencapai surga di akhirat dan
berada di sisiNya. Coba kita renungkan firman Allah swt. dalam ayat-ayat
Al-Qur’an berikut ini:
Apakah kamu mengira bahwa Kami
menciptakan kalian sia-sia,
dan bahwa sesungguhnya kalian
tidak akan dikembalikan kepada Kami?
~ QS 23 – Al Mu’minun : 115 ~
Apakah manusia mengira, bahwa
ia akan dibiarkan begitu saja
(tanpa pertanggung
jawaban)?
~ QS 75 - Al Qiyamah : 36 ~
Keempat, Ujian Allah selalu
disesuaikan dengan kemampuan setiap insan. Karena sifat Allah swt Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, Allah tak mungkin memberikan suatu ujian diluar
batas kemampuan seseorang. Allah berfirman:
Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Ia mendapat pahala dari kebajikan yang diusahakannya
dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya.
~ QS 2 – Al Baqarah : 286 ~
Nabi
Muhammad SAW bersabda: “Siapakah orang yang paling
berat ujian dan cobaannya? Itulah para nabi. Kemudian orang yang mengikuti
jejak dan meniru para nabi. Seorang diuji menurut kadar agamanya. Jika tipis
(lemah) ia diuji sesuai dengan itu. Dan jika agamanya kokoh, ia diuji dengan
yang lebih berat. Seseorang diuji terus-menerus hingga ia berjalan di muka bumi
bersih dari dosa-dosa” (Riwayat Bukhari).
Artinya, seberat-beratnya terasa ujian yang ditimpakan
kepada kita, maka ayat diatas menyiratkan bahwa sebetulnya kita memiliki
potensi berupa daya yang belum kita manfaatkan secara maksimal untuk mengatasi ujian Allah itu. Bukankah kita sudah dikaruniai akal
yang dilengkapi dengan fisik beserta pancaindera kita yang telah disesuaikan
dengan lingkungan hidup kita?
Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia sebagai
mahluk yang paling sempurna. Adanya orang yang putus asa, menjadi gila sampai
bisa-bisanya bunuh diri karena cobaan yang bertubi-tubi, adalah karena mereka
tidak menyadari potensi dalam diri mereka dan bukan karena Allah telah menimpakan
ujian yang terlalu berat untuk mereka.
Mereka adalah orang-orang yang tidak tahu atau lupa bahwa
Allah telah menurunkan pedoman hidup yang paling sempurna, yaitu Al-Qur’an.
Sabda Nabi SAW juga menyiratkan bahwa makin kuat iman seseorang, maka tentunya ujian Allah yang dihadapinya juga semakin berat,
karena orang yang tebal imannya secara logika tentu akan lebih tahan banting
ketimbang yang tipis imannya.
Nah, bukankah menjadi lebih mudah bagi kita untuk
mencapai akhirat dengan selamat dan menjadi penghuni surga disisiNya bila kita sadar sesadarnya bahwa detik demi
detik kita senantiasa menghadapi ujian Allah?
Dengan membiasakan sikap yang sedemikian, maka akan lebih mudah bagi kita untuk
selalu mencari rujukan kepada Al-Qur’an yang menjadi pedoman umat Islam dalam
menjalani hidup di dunia ini. Kalau sudah merujuk ke Al-Qur’an begini, maka
haqqul-yakiin jalan yang kita tempuh (baca: jawaban atas ujian Allah) insya Allah akan diridho’i-Nya. Aamiin
...
Bagaimana pendapat Ananda?
Tulisan:
H. R. Bambang Irawan – Nasihat untuk Anak-Anak dan Cucu-Cucuku