TURUNNYA SURAH
24 - AN NUR, AYAT 11, 4, 22
Aisyah difitnah
– kebebasan dan pemulihan atas nama baiknya yang sarat atas ma’na.
“Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.
Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah
baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang
dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar
dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar”
~ QS
24 – An Nuur : 11 ~
Aisyah
binti Abu Bakar Ashshiddiq, adalah isteri ketiga Rasulullah sepeninggal Siti
Khadijah dan sesudah Saudah binti Zum’ah. Ia termasuk isteri yang sangat
dicintai Rasulullah dan diberitakan masuk surga. Rasulullah bersabda: “Aisyah
adalah isteriku di surga”
Aisyah
tergolong wanita cerdas dan fasih dalam berbicara serta senantiasa mendampingi
hidup dan perjuangan Rasulullah hingga saat Rasulullah wafatpun ada di pangkuan
Aisyah serta dimakamkan di kamarnya.
Allah memilihkan Aisyah untuk menjadi isteri Rasulullah karena dengan
kecerdasan dan daya ingatnya, dia kelak menjadi sumber hadist-hadist Rasulullah
saw.
Pada
suatu waktu Rasulullah menyiapkan pasukan Muslim untuk melawan serangan kaum
musyrikin yang dipimpin Al Harits ibn Dhihar. Pada saat itu isteri Rasulullah
yang terpilih untuk ikut berperang adalah Aisyah. Dalam peperangan itu umat
Islam mendapatkan kemenangan. Setelah meraih kemenangan dalam perjalanan pulang
kembali ke Madinah, karena hari sudah malam, pasukan Islam berhenti dulu untuk
beristirahat dengan mendirikan tenda-tenda dan ingin memasuki kota Madinah
dibawah benderangnya sinar matahari.
Tidak
lama berselang, Aisyah keluar dari tandu dengan maksud ingin buang hajat tidak
jauh dari tempat peristirahatan itu. Dalam perjalanan kembali ke tandu, ia
merasakan kalung milik Asma saudaranya yang dipakai Aisyah terlepas dan
tercecer. Tentu saja dalam kegelapan malam dia memerlukan waktu untuk
mengumpulkan bagian-bagian kalung yang tercecer. Karena sibuk mencari kalung
yang hilang, ia tidak sadar bahwa rombongan kaum Muslim telah kembali berangkat
melanjutkan perjalanan ke Madinah, celakanya tandu milik Aisyah yang disangka
berisi Aisyah didalamnya telah diangkat keatas keledai dan dibawa pergi pula.
Dengan
perasaan takut dan gelap, Aisyah berusaha menyusul rombongan namun mereka telah
terlalu jauh, sedangkan dia sendiri tidak faham jalan yang akan dilaluinya.
Aisyah kembali ke tempat peristirahatan rombongan dengan harapan kelak masih
ada rombongan kaum Muslim yang pulang belakangan hingga akhirnya ia tertidur.
Pagi harinya Aisyah dikejutkan orang yang menyapanya: “Ya Allah ini Aisyah
isteri Rasulullah”. Orang itu ternyata Shafwan ibn Al Mu’thathal. Dia sahabat
Rasulullah yang terlibat dalam Perang Khandaq dan Murai’si serta peristiwa-peristiwa
lainnya bersama Rasulullah. Shafwan tertinggal rombongan Rasulullah karena
suatu keperluan.
Aisyah
akhirnya dinaikkan ke atas keledai milik Shafwan dan dia sendiri berjalan
menuntunnya menuju Madinah. Setibanya di Madinah matahari sudah tinggi dan para
sahabat Rasulullah masih berkumpul sebagian membicarakan hilangnya Aisyah.
Alangkah
kagetnya para sahabat begitu melihat Aisyah mengendarai keledai yang dituntun
oleh Shafwan dan hal itu tidak lumrah di kalangan Muslim Madinah.
Orang-orang
munafik yang membenci Rasulullah dengan didalangi Ubay ibn Salul dan Musath ibn
Atsatsah mulai menghembuskan berita tidak sedap terhadap isteri Rasulullah itu.
Tanpa
sepengetahuan Aisyah, lama kelamaan desas desus itu makin beredar di kalangan
masyarakat dan sampailah ke telinga Rasulullah.
Beliau
merasa bingung dan tersudut. Bagaimana cara menghadapi Aisyah...? Apa yang
harus ia katakan kepada Aisyah tanpa melukai hatinya. Rasulullah sangat percaya
pada Aisyah tidak seperti apa yang dituduhkan orang-orang kepadanya: “Mengapa
orang-orang menyakitiku dengan menuduh keluargaku yang tidak-tidak...??!! Demi
Allah yang kutahu tentang keluargaku yang baik-baik saja”.
Begitu
juga para sahabat yang percaya akan pribadi Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah
mereka itu keluargamu, kami mengenal mereka sebagai pribadi yang baik”.
Akhirnya
desas desus itu sampai juga ke telinga Aisyah dan dia sangat terpukul, dia
mengungsi ke rumah orang tuanya Abu Bakar Asshiddiq. Ibu Aisyah Ummu Ruman
berusaha menghiburnya bahkan salah seorang kerabatnya tiada lain adalah ibu
dari Masthah si penyebar kabar bohong itu sangat marah melihat kelakuan
anaknya: “Celakalah engkau Masthah...!!”. Aisyah tiap malam mengadu dan berdo’a
kepada Allah dan merasakan pahitnya fitnah ini seperti apa yang dikisahkan Nabi
Yusuf yang dituduh menggoda isteri pembesar.
Allah
SWT tidak menginginkan berita buruk ini terus berlarut-larut, maka diturnkannya
ayat Al Qur’an:
“Innalladziina
jaauu bil ifki ‘ushbatum minkum. Laa tahsabuuhu syarrallakum. Bal huwa khairulakum.
Likullimri in minhum maktasaba minal istmi. Walladzii tawallaa kibrahuu minhum
lahuu ‘adzaabun ‘adhiim”
“Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.
Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah
baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang
dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar
dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar”
~ QS
24 – An Nuur : 11 ~
Betapa
bahagianya Aisyah dan kedua orang tuanya. Allah telah memulihkan nama baiknya
dari atas langit yang tujuh.
Sesungguhnya
Aisyah tidak menaruh harapan besar akan turunnya ayat Allah SWT. Yang ia
harapkan Rasulullah bermimpi melihat bukti kebersihan isterinya, akan tetapi
Allah SWT menyayangi Aisyah yang telah mengagungkanNya dan mendekatkan diri
kepadaNya, sehingga diturunkan ayat Al Qur’an yang menegaskan kebebasannya,
kemudian terjaaga sepanjang zaman.
Disitulah
Allah SWT menentukan balasan bagi orang-orang yang menuduh orang lain yang
telah beristeri atau bersuami melakukan perzinahan. Dalam Al Qur’an Allah
berfirman:
“Walladziina
yarmuunal muhshonaati tsumma lam ya’tuu biarba’ati syuhadaa a fajliduuhum
tsamaaniina jaldataw walaa taqbaluu lahum syahaadatan abadaa. Wa ulaaika humul
faasiquun”
“Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu)
delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.
~ QS
24 – An Nuur : 4 ~
Bagaimana
dengan nasib orang munafik seperti Musthah ibn Atshthsah, Hasan ibn Tsabit,
Himnah binti Jahsy serta dalang dari semuanya itu Abdullah ibn Ubay ibn
Salul...?
Allah
memberi azab yang teramat perih. Musthah ibn Atshtshah kerabat Abu Bakar
Ashshiddiq yang biasanya dibantu oleh Abu Bakar Ashshiddiq, hidup miskin. Abu
Bakar berniat memberhentikan bantuan kepadanya, namun Allah melarangnya melalui
ayat ini:
“Wa
laa ya’tali ulul fadhli minkum wassa’ati ayyu’tuu ulil qurbaa walmasaakiina
walmuhaajiriina fii sabiilillaah. Walya’fu walyashfahuu. Alaa tuhibbuuna
ayyaghfirallaahu lakum wallaahu ghafuururrahiim”
“Dan
janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu
bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum
kerabata(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada
jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu
tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”
~ QS
24 – An Nuur : 22 ~
Ayat
ini sekaligus memberi pelajaran kepada umat Islam untuk memaafkan dan tetap
bersedekah dan memberi bantuan kepada kerabatnya, orang-orang miskin sekalipun
mereka telah menyakitinya.
Begitulah
kisah kebebasan dan pemulihan nama baik Aisyah yang sarat makna. Al Qur’an
telah meletakkan alat takar dan cara mengatasinya supaya umat Islam terhindar
dari marabahaya.
Bekasi, 15 Jumadil
Awal 1436 Hijriyah atau 6 Maret 2015.
Posted by: Rika Rakasih
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul
Tulisan: Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Tulisan: Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Disarikan oleh : Idih Ruskanda
Thema : QS 24 -
An Nur : 11, 4 dan 22
No comments:
Post a Comment