TURUNNYA SURAH 6
AL AN’AAM – AYAT 52
Kisah para
budak (Bilal ibn Rabbah dan Kabbab ibn Al Urti) yang disiksa majikannya karena
masuk Islam
“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. Kamu tidak memikul
tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak)
mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim) ~ QS 6 – Al An’aam : Ayat 52 ~
Hari itu di kota Mekkah geger, terjadi gelombang kekalutan, keresahan,
keriuhan dan kegelisahan. Semua orang berkata-kata, berpendapat, ada yang
mendukung dan ada pula yang menentang.
Hari itu, Muhammad ibn Abdullah berdiri diatas bukit Shafa, puncak
Kemurnian menyeru dengan lantang bahwa Allah telah mengutusnya menjadi
Rasulullah, untuk mengajak manusia menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, untuk
mengakui kenabiannya, beribadah mendekatkan diri kepada Allah dan meninggalkan
penyembahan kepada berhala-berhala yang bisu, tuli dan tidak bisa berbuat
apa-apa.
Da’wah Muhammad yang selama 3 tahun dilakukan secara sembunyi-sembunyi,
hari itu atas petunjuk Allah dilakukan secara terbuka.
Selama 3 tahun itu sudah cukup banyak orang yang beriman dan mengucapkan
janji kepadanya mulai dari isterinya, sahabat dekatnya, putera pamannya,
beberapa orang terpelajar dan beberapa budak serta hamba sahaya yang
sembunyi-sembunyi dari majikannya.
Dengan diserukannya syiar Islam secara terbuka, bukannya membuat para budak
menjadi takut mendapat siksaan dari para majikannya, tapi malah membuat mereka
tambah kuat keimanannya. Tentu saja hal ini membuat geram para majikannya yang
masih kafir dan tidak segan-segan mereka menyiksanya tanpa rasa kemanusiaan.
#1 -Bilal ibn Rabah
Bilal ibn Rabah, adalah seorang budak hitam Habsy. Dia mewarisi keturunan
budak dari ibu dan bapaknya. Dia milik seorang pemuka Mekkah bernama Umayyah
ibn Khalaf yang dikenal sangat membenci Rasulullah. Begitu mendengar budaknya
mengikuti ajaran Rasulullah, tentu saja dia sangat murka: “Celakalah kamu
Bilal...! Ia benar-benar akan merasakan siksa yang pedih hingga menyatakan
kembali kepada keyakinan kaumku, seraya menghinakan Muhammad dan agamanya...!”
Berkali-kali Umayyah memerintahkan Bilal untuk keluar dari agama Muhammad,
tapi berkali-kali pula Bilal menolak perintahnya. Akhirnya kesabaran Umayyah
habis dan mulailah ia menyiksa Bilal mulai dengan memukul, mencambuk seraya
memaksa Bilal kembali pada agama dia. Pucak siksaan kepada Bilal, Umayyah
menyeret Bilal ke tengah padang pasir yang panas terik, menelanjanginya,
menidurkan dengan tangan dan kakinya terbentang, lalu menimpakan batu besar ke
dadanya seraya terus menerus mencambukinya sambil berteriak: “Kafirlah terhadap
Muhammad...!! Serulah nama tuhan Latta dan Uzza...!!
Namun diantara sela-sela rintihannya, tak ada kata lain yang keluar dari
mulut Bilal selain: “Ahad...Ahad...Ahad...”.
Umayyah makin marah dan mulai menusukkan pisau ke beberapa bagian tubuh
Bilal sambil memerintahkan Bilal mengucapkan tuhan Latta dan Uzza, tapi dengan
tegas Bilal menjawab: “Lidahku tak dapat menyebutkan kata yang engkau
inginkan...Ahad...Ahad”.
Berkali-kali Bilal mengalami siksaan seperti itu namun bukan menyurutkan
keyakinannya akan agama Islam malah bertambah kuat.
Suatu hari seperti biasa Umayyah sedang menyiksa Bilal, terdengan oleh Abu
Bakar dan segera menemui Umayyah: “Hai pemimpin Bani Jamh...takutlah engkau
kepada Allah...Engkau telah memperlakukan budakmu ini secara buruk...!!!”
Umayyah berpaling pada Abu Bakar sambil marah: “Engkau dan sahabatmu
Muhammad telah merusak hubungan budak ini dengan majikannya. Kalian telah
mengeluarkannya dari agama nenek moyang, kemudian mengikuti agama Muhammad dan
mengimani Tuhannya... Siksaan seperti ini pantas dirasakan budak yang
membangkang pada majikan dan tuhannya, bahkan seharusnya disiksa dengan siksaan
yang lebih berat lagi...!!”
Abu Bakar mengelus dada sambil berkata: “Bagaimana jika aku membelinya
darimu...”. Umayyah kaget dan menjawab: “Membelinya ...? mengapa engkau mau
membelinya...? Budak ini sudah tidak bisa melakukan apa-apa... Ia sudah tidak
punya kekuatan dan semangat kerja...”.
“Aku akan membelinya darimu seharga lima uqiyah emas...” kata Abu Bakar.
“Lima uqiyah...?? Itu khan tak mencapai satu dirham...!! tapi biarlah aku
menjual kepadamu...ayo bayarlah dulu dan bawa budak ini, aku yakin kau akan
rugi...”.
Setelah uang lima uqiyah emas itu diterima Umayyah, ia berkata: “Kini budak
ini menjadi milikmu...asal tahu saja budak ini tidak bisa apa-apa...seandainya
engkau membayar 1 uqiyah pun aku sudah beruntung...”.
Sambil mengangkat batu yang menindih dada Bilal, kemudian membersihkan
tubuh Bilal dan memeluknya dengan lemah lembut, Abu Bakar menjawab: “Hai
Umayyah...demi Allah bahkan seandainya engkau hargai Bilai 100 uqiyah emas, aku
tetap akan membelinya...sebab aku merasa beruntung...”.
Abu Bakar membebaskan Bilal dari siksaan majikannya dan kemudian
memerdekakannya. Tentu saja Umayyah mendongkol meluputkan untuk mendapat
keuntungan 100 uqiyah emas.
Kini Bilal menjadi seorang Muslim yang merdeka setara dengan Muslim lainnya
dan ia makin giat menyiarkan da’wah Islam, bersemangat menghadiri majelis ilmu
yang digelar Rasulullah
#2 - Kabbab ibn Al Urti
Dia adalah budak milik seorang wanita bernama Ummu Anmar yang penggalan
kisah hidupnya terpatri dalam kitab suci.
Ummu Anmar sangat murka mendengar Khabbab telah lama masuk Islam tanpa
sepengetahuannya.
Khabbab tercatat menjadi orang ke 5 yang masuk Islam di luar rumah tangga
Rasulullah setelah Abu Bakar, Bilal, Samiyyah dan Anmar.
Ummu Anmar menyiksa Khabbab agar kembali ke agama majikannya dengan cara
menyeterika punggung Khabbab dengan besi panas sehingga kulit dan dagingnya
terbakar sampai menyentuh ke tulangnya. Disulutnya pula badannya dengan api
agar kulitnya terkelupas. Wanit Quraisy itu tidak pernah puas menyiksa Khabbab
dengan memukul, mencambuk bagian badan yang telah luka dan kepalanya sehingga
tubuhnya menjadi lemah dan ringkih, namun ia tetap tidak mau meninggalkan
ajaran Muhammad.
Sampai suatu hari Khabbab merasa penglihatannya kabur mungkin karena
terlalu banyaknya siksaan yang mendera kepalanya. Dengan sedikit kekuatannya ia
menemui Rasulullah di Arkam dan setelah bertemu berkata: “Wahai Rasulullah,
mohonkanlah pertolongan untukku”.
Rasulullah berusaha menenangkan Khabbab dengan bersabda: “Wahai
Khabbab...Dimasa lalu ada orang yang dikubur hidup-hidup di dalam tanah,
tinggal kepalanya yang tersembul di permukaan, kemudian kepalanya itu dilempari
batu agar dia berpaling dari agamanya. Ada pula orang yang disisir kepalanya
dengan sisir besi yang tajam sehingga yang tersisa hanya batok kepalanya agar
ia meninggalkan agamanya. Ketahuilah, Allah pasti akan menyelesaikan urusan ini
sehingga datang seorang laki-laki diatas tunggangannya dari Shan’a menuju Hadra
Maut. Laki-laki itu hanya takut kepada Allah, namun kalian tidak sabar dan
ingin menyegerakan kedatangannya (H.R. Ahmad).
Beliaupun berdo’a untuk Khabbab: “Ya Allah, tolonglah Khabbab”. Ucapan itu
sangat menyejukkan Khabbab dan mengharapkan datangnya kemenangan serta
pertolongan Allah. Tidak lama setelah itu Allah mengabulkan do’a Rasulullah dan
Khabbab berhasil melepaskan diri dari perbudakan Ummu Anmar.
Seakan-akan mendapatkan kembali semangat hidupnya, ia menyibukkan diri
dalam berbagai aktivitas untuk membantu Muslim, ia menjadi ahli dalam membuat
senjata dan alat-alat perang lainnya. Namanya semakin termashur di Mekkah.
Dengan daya ingatnya yang kuat ia juga mempunyai kemampuan menghafal Al Qur’an
dan mengingat setiap ayat Al Qur’an yang diturunkan Allah kepada Rasulullah
saw.
Suatu hari seorang pemuka Quraisy yang dikenal sebagai petarung dan
pemberani, yaitu Umar ibn Al Khaththab berjalan dengan pedang terhunus untuk
mencari Rasulullah dan akan membunuhnya. Ditengah jalan ia dicegat seorang
Muslim bernama Naim Al nukhkham seraya berkata: “Mau kemana kau Umar...? Apa
yang akan kau lakukan dengan pedangmu...?”.
Umar menjawab: “Aku menghendaki Muhammad ibn Abdullah. Ia telah menghina
tuhan-tuhan kita dan aku akan membunuhnya...”.
Naim berkata: “Hai Umar... kau telah dibutakan nafsumu... Apakah keluarga
Manaf akan membiarkanmu begitu saja jika kau membunuh Muhammad...? Urusi saja
keluargamu karena ketahuilah Umar, adikmu Fatimah dan suaminya Said ibn Zaid
telah masuk Islam dan mengikuti agama Muhammad...”.
Umar bagaikan disambar petir mendengar kata-kata Naim dan dia sangat marah,
hampir saja ia memukul Naim karena tidak percaya.
Pada hari itu Khabbab sedang mengajar dan menelaah Al Qur’an bersama Zaid
dan Fatimah. Pada saat Umar datang, Fatimah segera menyembunyikan ayat Al Qur’an
dan Khabbab pun bersembunyi. Dengan marah Umar memukul Fatimah dan Zaid hingga
mukanya berdarah membasahi wajahnya.
Melihat wajah adiknya bercucuran darah, Umar terdiam dan merasa bersalah
karena telah bertindak berlebihan. Dia meminta Fatimah menyerahkan lembaran Al
Qur’an yang dipegangnya. Sepertinya Allah tidak mengijinkan lembaran Al Qur’an
dipegang oleh orang yang tidak suci, Fatimah tiba-tiba berkata: “Berwudhulah
dahulu jika engkau ingin memegangnya, lembaran kita Allah itu tidak boleh
disentuh kecuali oleh orang yang suci”.
Sesuai kehendak Allah, Umar berwudhu, kemudian memegang lembaran itu dan
membaca ayat Al Qur’an:
“Thahaa. Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi
susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah)” ~ QS 20 – Thahaa : Ayat 1-3 ~
Sejenak Umar terhenyak, ia merasakan cahaya iman memenuhi hatinya. Dengan
suara yang lembut ia menanyakan tempat Muhammad. Mendengar percakapan yang
tampak sejuk itu, Khabbab keluar dari tempat persembunyiannya dan memberitahu
Umar bahwa Muhammad sedang di rumah Al Arqom. Umar bergegas menemui Muhammad
dan dihadapan beliau ia langsung menyatakan keIslamannya.
Dengan masuk Islam-nya Umar, kaum Muslim mendapat berkah dan darah baru,
seperti halnya ketika Hamzah ibn Abdul Muthalib, paman Nabi bergabung dengan
mereka.
Rasulullah dalam menda’wahkan ajaran Islam kepada para pengikutnya biasanya
sesudah menunaikan sholat berkumpul di rumah salah seorang sahabat secara
bergantian. Mereka duduk sejajar tanpa ada perbedaan mana pemuka Mekkah,
saudagar, bangsawan, maupun budak yang papa dan lemah.
Pemandangan seperti ini tentu saja terlihat ganjil di kalangan penduduk
Mekkah yang tidak terbiasa makan, minum bersama para budak, hingga salah
seorang pemuka Mekkah berkata: “Hai Muhammad kami akan mengikutimu seandainya
engkau sudi mengusir budak-budak itu. Kami tidak sudi bergaul dan disejajarkan
dengan mereka”.
Ucapan yang disampaikan itu bermakna penghinaan untuk mencela sekaligus
menyerang Rasulullah. Ucapan seperti itu pula pernah dilontarkan kaum Nabi Nuh
kepada Nabi Nuh as.
Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: “Kami tidak
melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan
kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang
hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu
memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu
adalah orang-orang yang dusta” ~ QS
11 – Huud : Ayat 27 ~
Dan Nabi Nuh menentang ucapan itu.
Dan (dia berkata): “Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada
kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku
sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya
mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum
yang tidak mengetahui. Hai kaumku, siapakah yang akan menolongku dari (azab)
Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?”
~ QS
11 – Huud : Ayat 29 dan 30 ~
Tak terbersit sedikitpun dalam benak Rasulullah pikiran atau keinginan
untuk menjauhkan budak dan golongan yang lemah. Islam mengajarkan kesejajaran,
dihadapan Allah yang membedakan seorang manusia dengan manusia lainnya hanyalah
takwanya kepada Allah SWT.
Dalam keadaan seperti itu Allah SWT menurunkan wahyu sebagai panduan yang
tegas :
“Wa laa tathrudillaziina yad’uuna rabbahum bilghadaati
wal’asyiyyiiyuriiduuna wajhahu maa ‘alaika min hisaabika ‘alayhim min syai in
fatathrudahum fatakuuna minadhdhaalimiin”.
“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. Kamu tidak memikul
tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak)
mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim) ~ QS 6 – Al An’aam : Ayat 52 ~
Bilal ibn Rabah dan Khabbab ibn Al Urti beserta bekas budak lainnya seperti
Shu’aib ibn Sinan, Ammar ibn Yasir ikut berhijrah bersama Rasulullah ke
Madinah. Mereka itu mendirikan Masjid Nabi bahkan Bilal karena suaranya merdu
dan keras diangkat menjadi Mu’adzin utama. Mereka juga ikut berperang melawan
kaum Quraisy dalam perang Badar, Uhud dan perang lainnya.
Dalam perang Badar, Bilal ingat akan kekejian Umayyah yang kebetulan saat
itu ikut berperang melawan kaum Muslim. Dia berlari menghampirinya: “Hai
Umayyah ibn Khalaf...!! Dengarlah...aku tidak akan selamat jika kau
selamat...!!”. Sebetulnya Bilal ingin sekali mengajak bekas majikannya untuk
bergabung masuk Islam, namun saat ini malah datang dari Mekkah untuk memerangi
umat Islam. Dengan pedang terhunus dan menyeru kata-kata yang dulu diucapkan
saat disiksa Umayyah: “Ahad...Ahad...”, Bilal menerjang Umayyah sambil
membabatkan pedang ke leher Umayyah. Pentolan kafir Mekkah ini seketika ambruk
dan hewan tunggangannya menginjak-injak jasadnya.
Sepeninggal Rasulullah, Bilal setia menemani Khalifah Abu Bakar Ashshiddiq
dan dia menolak untuk mengumandangkan adzan lagi, meskipun dibujuk Khalifah Abu
Bakar.
Baru pada saat Khalifah Umar ibn Khaththab atas permintaan Khalifah, Bilal
mengumandangkan adzan untuk pertama kalinya sepeninggal Rasulullah meskipun
saat mengucapkan Asyhadu anna Muhammadarrasulullaah suaranya merintih dan
menimbulkan isak tangis para sahabat mengingat Sang Junjunan yang telah tiada.
Bilal ibn Rabah meninggal di Damaskus, semoga Allah merahmati budak negro
yang derajatnya mulia ini.
Begitu pula Khabbab ibn Al Urti, budak yang mendapat siksaan kejam tanpa
ada yang menolong memerdekakannya selain do’a Rasulullah yang dikabulkan Allah
SWT meninggal di Madinah saat Khalifah Ali ibn Abi Thalib. Semoga Allah
merahmatinya.
Bekasi, 15 Jumadil
Awal 1436 Hijriyah atau 6 Maret 2015.
Edited and Posted by: Rika Rakasih
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul
Tulisan: Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Tulisan: Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Disarikan oleh : Idih Ruskanda
Thema : ‘Kisah
para budak (Bilal ibn Rabbah dan Kabbab ibn Al Urti) yang disiksa majikannya
karena masuk Islam’ QS Taha (20) - Ayat 1-3, Hud (11) - Ayat 27, Al An ‘am (6)
– Ayat 52
No comments:
Post a Comment