Masjid Agung Al-Karomah Martapura
Kerajaan Banjar, yang beribukota di Martapura memiliki
Masjid sebagai Pusat Da’wah Islam dan menjadi saksi 12 sultan yang memerintah.
Pada waktu itu Masjid berfungsi sebagai tempat peribadatan, dakwah Islamiyah,
integrasi umat Islam dan markas atau benteng pertahanan para pejuang dalam
menentang Belanda. Akibat pembakaran Kampung Pasayangan dan Masjid Martapura,
muncul keinginan membangun Masjid yang lebih besar. Tahun 1280 Hijriyah atau
1863 Masehi, pembangunan masjid pun dimulai.
Menurut riwayatnya, Datuk Landak dipercaya untuk mencari kayu Ulin
sebagai sokoguru masjid, ke daerah Barito Kalimantan Tengah. Setelah tiang ulin
berada di lokasi bangunan Masjid lalu disepakati.
Dilihat dari segi arsitekturnya, bentuk Masjid Agung
Al-Karomah Martapura mengikuti Masjid Demak Buatan Sunan Kalijaga. Miniaturnya
dibawa utusan Desa Dalam Pagar dan ukurannya sangat rapi serta mudah
disesuaikan dengan bangunan sebenarnya sebab telah memakai skala.
Sampai saat ini bentuk bangunan Masjid menurut KH Halilul
Rahman, Sekretaris Umum di kepengurusan Masjid sudah tiga kali rehab. Dengan
mengikuti bentuk bangunan modern, sekarang Masjid Agung Al Karomah Martapura
terlihat lebih megah.
Meski bergaya modern, empat tiang Ulin yang menjadi Saka
Guru peninggalan bangunan pertama Masjid masih tegak di tengah. Tiang ini
dikelilingi puluhan tiang beton yang menyebar di dalam Masjid.
Arsitektur Masjid Agung Al Karomah Martapura yang menelan
biaya Rp 27 miliar pada rehab terakhir sekitar tahun 2004, banyak mengadopsi
bentuk Timur Tengah. Seperti atap kubah bawang dan ornamen gaya Belanda.
Semula atap Masjid berbentuk kerucut dengan konstruksi
beratap tumpang, bergaya Masjid tradisional Banjar. Setelah beberapa kali rehab
akhirnya berubah menjadi bentuk kubah.
Bila arsitektur bangunan banyak berubah, namun mimbar
tempat khatib berkhutbah yang berumur lebih satu abad sampai sekarang
berfungsi.
Mimbar berukiran untaian kembang dan berbentuk panggung
dilengkapi tangga sampai sekarang masih berfungsi dan diarsiteki HM Musyafa.
Pola ruang pada Masjid Agung Al Karomah juga mengadopsi
pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan
masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Karena mengalami
perluasan arsitektur Masjid Agung Demak hanya tersisa dari empat tiang ulin
atau disebut juga tiang guru empat dari bangunan lama.
Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella
atau ruang keramat. Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di
depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari
mihrab.
Ukuran Masjid Agung Al-Karomah terbilang besar. Saat ini
bangunannya berukuran 85 × 85 meter. Saat dibangun dulu, di zaman Kerajaan
Banjar, ukurannya hanya 37,5 × 37,5 meter. Adapun area masjid sekarang, termasuk
halaman dan pelataran, berukuran 210 × 110 meter.
Sekarang Masjid tersebut bagian yang tak terpisahkan dari
Kota Martapura, dengan bangunan perpaduan arsitektur Islam Timur Tengah dan
Modern sungguh menawan dan megah apalagi dipandang pada malam hari di Jembatan
Besi disamping Pondok Pesantren Darussalam Martapuran. Bagus sekali, rasanya
berada di Jazirah Arab. Masjid ini juga beseberangan dengan Perkantoran
Sekretariat Daerah Kabupaten Banjar yang juga Kantor Bupati Banjar. Dengan
Syiar Islam yang begitu kental di Martapura tidaklah salah Kota Martapura
diberi label sebagai Serambi Mekkah.
Semoga Martapura yang begitu terkenal seantero dunia dan
melahirkan banyak Ulama Yang Zuhud tetap menjadi Kota Santri yang santun dan
religus dalam menjawab tantangan globalisasi modern.
Dari sharing status FB sahabatku Asrul Agin
Foto-Foto Masjid Agung
Al-Karomah, Martapura:
No comments:
Post a Comment