TURUNNYA SURAH
33 – AL AHZAB AYAT 36, 37, 53
Kisah Pernikahan Rasulullah dengan
Zainab yang diatur oleh Allah Subhanahu wa ta’ala
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah
melimpahkan ni’mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni’mat kepadanya:
‘Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah’, sedang kamu
menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu
takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.
Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya
(menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi
orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila
anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan
adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 37 ~
Zaid ibn Haritsah adalah budak milik Siti Khadijah yang dihibahkan kepada
Rasulullah dan selanjutnya diangkat anak angkat oleh Rasulullah. Ia sangat
disayangi dan dipenuhi segala kebutuhannya. Saat diangkat menjadi anak angkat
Rasulullah, namanya diganti menjadi Zaid ibn Muhammad, namun dengan turunnya
Surah Al Ahzab ayat 4, 5 dan 40, namanya dikembalikan menjadi Zaid ibn
Haritsah.
Karena kecintaannya kepada Zaid, Rasulullah berniat menikahkannya dengan
puteri bibi beliau yaitu Zainab bint Jahsy dengan maksud untuk menghapus sekat
pembeda kasta maupun status sosial. Rasulullah ingin menegaskan bahwa didalam
Islam tidak membedakan sesama muslim, kecuali tingkat ketakwaan dan amal
shalehnya.
Zainab dikenal seorang puteri yang cantik, memiliki garis keturunan
bangsawan, cucu Abdul Muthalib pemuka Quraisy dan saudagar, disamping itu dia
sangat dermawan. Mendengar dirinya akan dinikahkan dengan Zaid yang bekas
budak, Zainab sangat kaget dan memandang dirinya tidak pantas untuk bersanding
dengan seorang bekas budak serta akan disejajarkan dengan isteri pertama Zaid,
yaitu Ummu Aiman yang sama-sama budak belian. Apa yang akan dikatakan orang...?
Seorang puteri bangsawan bersanding dengan seorang bekas budak belian.
Menurutnya belum pernah ada sejarah kaum ningrat menikah dengan budak atau
pembantu. Pantasnya dia dinikahkan dengan laki-laki yang sederajat. Karena itu
dia menolak tawaran Rasulullah.
Sebenarnya apa yang diinginkan Zainab bisa saja terjadi, tetapi kehendak
Allah tidaklah sama. Allah berfirman:
“Wa maa kaana limu’minati idzaaqadallaahu wa rasuuluhuu amran ayyakuuna
lahumulkhiyaratu min amrihim. wa mayya’shillaaha wa rasuulahuu faqad dhalla
dhalaalammubiinaa”.
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mu’min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata”.
~ QS
33 – Al Ahzab : 36 ~
Akhirnya untuk menyenangkan Rasulullah dan takut di cap durhaka, maka
Zainab mau dinikahkan dengan Zaid meskipun hatinya tidak sepenuhnya bisa
menerima kenyataan itu.
Zaid sudah berusaha sekuat mungkin untuk membahagiakan Zainab, tetapi hati
isterinya tetap congkak dan sombong pada suaminya serta masih menganggap
suaminya adalah budak. Konflik rumah tangga makin meruncing dan keutuhan rumah
tangga mulai tercabik-cabik dengan sering terlontarnya kata-kata yang tidak
pantas dari Zainab untuk melukai kelelakian dan menyakiti perasaan Zaid.
Rasulullah sudah berusaha keras mendamaikan mereka. Beliau minta Zaid untuk
bersabar juga menasihati Zainab agar tunduk pada suami dan tidak sombong.
Jurang perselisihan antara Zaid dan Zainab semakin menganga lebar,
mengeruhkan samudera hati berdua. Kepada Rasulullah Zaid mengemukakan
keinginannya untuk menceraikan isterinya, tapi beliau meminta Zaid untuk
bersabar mempertahankannya. Akhirnya rumah tangga mereka sulit dipertahankan
dan Zaid menceraikan Zainab.
Karena merasa bertanggung jawab atas anak pamannya itu yang dulu dipaksa
untuk menikah dengan Zaid, Rasulullah berfikir untuk menikahi Zainab, tapi hal
ini bisa menjadi desas desus yang tidak mengenakkan. Apa kata orang jika beliau
diketahui menikahi mantan isteri anak angkatnya...? Maka keinginan beliau itu
disimpan dihati yang dalam, sampai Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat:
“Wa idztaquulu lilladzii an’amallaahu ‘alaihi wa an’amta ‘alaihi amsik
‘alaika zaujaka wattaqillaaha watukhfii fii nafsika mallaahu mubdiihi
watakhsyannaasa. Wallaahu ahaqqu an takhsyaahu. Falammaa qadhaa zaidumminhaa
watharaa. Zawwajnaakahaa likai laa yakuuna ‘alalmu’miniina harajun fii azwaaji
ad’ibaa ihim idzaa qadau minhunna watharaa. Wa kaana amrullaahi maf’uulaa”.
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah
melimpahkan ni’mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni’mat kepadanya:
‘Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah’, sedang kamu
menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu
takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.
Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya
(menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi
orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila
anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan
adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 37 ~
Akhirnya Rasulullah menikahi Zainab yang dirayakan dengan menggelar pesta
meriah. Pernikahan Rasulullah dengan Zainab ini bukanlah semata-mata karena
dorongan biologis pada diri Rasulullah, atau hasrat merajut cinta diantara
mereka. Tapi Allah Subhanahu wa ta’ala sengaja menginginkan pernikahan tersebut
untuk mengajarkan sebuah Kaidah Fiqih dalam Islam, yaitu seseorang
diperbolehkan menikahi mantan isteri anak angkatnya.
Kedudukan anak angkat dalam Islam tidak sama dengan anak kandung yang
terkait dengan garis keturunan dan aturan waris. Anak angkat tidak lebih dari
orang lain yang dipelihara, disayangi dan dipenuhi kebutuhannya seperti kepada
anaknya sendiri.
Zainab hidup bersama Rasulullah, sebagaimana isteri-isteri Rasulullah yang
lain, namun bagi Zainab pernikahan ini merupakan kebanggaan, karena dia
dinikahkan oleh ketentuan Allah Subhanahu wa ta’ala, sebagaimana Rasulullah
sabdakan: ‘Semoga Allah merahmati Zainab bint Jahsy. Di dunia ini telah
menerima kehormatan yang tiada duanya, yaitu bahwa Allah menikahkanku
dengannya’.
Ditengah kemeriahan pesta, sesuatu terjadi... Karena begitu banyak orang
yang bersuka cita, otomatis mereka hilir mudik di rumah Rasulullah. Suasana
seperti ini tentu saja membuat Rasulullah dan isterinya tidak nyaman dan sulit
bagi Rasulullah untuk mencegahnya. Akhirnya beliau sendiri yang mengungsi.
Pada saat itu Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat:
“Yaa ayyuhalladziina aamanuu laa tadkhuluu buyuutannabiyyi illaa
ayyu’dzanalakum ilaa tha’aamin ghairanaadhiriina inaahu walaakin idzaadu’iitum
fadkhuluu faidzaa tha’imtum fantasyiruu wa laa musta’nisiina lihidiits. Innadzaalikum
kaanayu’dzinnabiyya fayastahyii minkum. Wallaahu laa yastahyii minalhaq.
Waidzaasa altumuu hunna mataa’an fas aluuhunna miwwaraa i hijaab. Dzaalikum
athharu liquluubikum wa quluu bihinn. Wa maa kaana lakum an tu’dzuu
rasuulallaahi wa laa an tankihuu azwaajahuu mim ba’dihii abadaa. Inna dzaalikum
kaana ‘indallaahi ‘adhiimaa.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi
kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu
masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu
selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang
demikian itu akan mengganggu Nabi
sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar), dan Allah tidak
malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada
mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu
menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi isteri-isterinya
selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat
besar (dosanya) disisi Allah”. ~ QS
33 – Al Ahzab : 53 ~
Ayat
ini pula mengharuskan isteri-isteri Rasulullah untuk mengenakan hijab dan
melarang menikahi mantan isteri Rasulullah kelak setelah beliau wafat.
Zainab
mendampingi Rasulullah dan para isteri lainnya juga ikut perang Khandaq dan
Haji Wada. Zainab-lah isteri yang pertama menyusul Rasulullah .....
Bekasi, 22 Jumadil Awal 1436 Hijriyah atau 13 Maret 2015.
Edited and posted by: Rika Rakasih
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul
Penulis : Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Disarikan oleh : Idih Ruskanda
Thema : Al
Ahzab (33) - Ayat 36, 37 dan 53 - Pernikahan Rasulullah dengan Zainab diatur oleh Allah Subhanahu wa ta’ala
No comments:
Post a Comment