TURUNNYA SURAH
33 – AL AHZAB AYAT 4, 5 DAN 40
Kisah bahwa anak angkat tetap harus memakai nama bapak biologisnya.
[4]“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya; dan Dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu zhihar itu
sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak
kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja.
Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
[5] Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai)
saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap
apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh
hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 4 dan 5 ~
Zaid ibn Haritsah adalah seseorang yang dikehendaki Allah Subhanahu wa
ta’ala sebagai orang yang perjalanan hidupnya menjadi catatan sejarah, bahkan
dia adalah satu-satunya sahabat Rasulullah yang namanya tercatat dalam Al
Qur’an.
Zaid adalah putera Haritsah ibn Abdil Izzi dan isterinya Sa’ida bint
Tsa’labah yang sangat disayang dan diharapkan kelak akan menjadi pemuda yang
dapat membantu ayahnya melawan musuh-musuhnya.
Pada suatu hari Sa’ida, ibunya Zaid meminta ijin kepada suaminya untuk
berkunjung ke keluarganya di luar kota sambil membawa Zaid yang kala itu
berusia 6 tahun. Sesampainya di sana, keduanya disambut dengan suka cita
mengingat sudah lama sekali tidak bertemu. Namun malang, pada suatu malam
sekelompok orang menyerang kampung itu dan membunuhi penduduk laki-lakinya
sementara para wanitanya ditawan sebagai budak belian. Sa’da, ibunya Zaid dapat
lolos tidak tertawan dan kabur melapor pada suaminya, namun nasib Zaid ditawan
sebagai budak.
Zaid ibn Haritsah dijual belikan dari pasar ke pasar dan berpindah-pindah
majikan dari yang satu ke yang lainnya, hingga terakhir dia dibeli oleh Hakim
ibn Hizam yang merupakan saudara Sayyidah Hadijah, isteri Rasulullah. Karena
Hadijah menyukainya, maka Zaid dibelinya dan dihadiahkan kepada Rasulullah. Zaid
hidup ditengah keluarga Rasulullah dan Siti Hadijah yang sangat berbahagia dan
dia pun senang sekali memiliki majikan yang sangat baik serta menyayanginya.
Untuk itu dia tidak ragu-ragu lagi masuk Islam mengikuti ajaran Rasulullah.
Dengan demikian Zaid ibn Haritsah tercatat sebagai budak pertama yang masuk
Islam dan mengimani ajaran Rasulullah.
Haritsah yang tidak henti-henti mencari Zaid, akhirnya mendengar dari
orang-orang yang sehabis Umrah, bahwa Zaid sebagai budak seorang utusan Allah,
Muhammad. Dia berangkat ke Mekkah dan mendatangi Rasulullah serta meminta untuk
mengembalikan Zaid kepadanya.
Rasulullah memaklumi keinginan ayah Zaid yang telah berpisah dengan buah
hatinya, namun beliau menyerahkan sepenuhnya kepada Zaid mau ikut siapa.
Alangkah terkejutnya ayah Zaid mendengar jawaban Zaid yang dengan tegas
lebih memilih ikut Rasulullah meskipun dirinya hanya sebagai budak: “Aku telah
melihat keistimewaan pada orang ini, sehingga aku terdorong untuk memilihnya.
Selamanya aku tidak akan memilih orang lain selain Tuanku Muhammad”.
Ucapan yang tulus dari hati yang murni ini membuat Rasulullah terharu dan
memeluk Zaid serta membawanya ke Ka’bah seraya berseru: “Wahai manusia, wahai
semua yang hadir disini, saksikanlah sesungguhnya Zaid adalah puteraku dan ahli
warisku”. Dengan diangkat anak oleh Rasulullah, maka nama Zaid berubah menjadi
Zaid ibn Muhammad. Melihat peristiwa itu Haritsah merasa bahagia dan tenang
untuk meninggalkan Zaid dalam perlindungan orang yang baik dan terpercaya.
Namun Allah Subhanahu wa ta’ala hendak menjelaskan permasalahan ini dan
menetapkan bahwa seseorang hanya bisa dinisbahkan kepada ayah biologisnya,
bukan kepada ayah angkatnya. Maka saat itu pula Allah berfirman:
”Maa ja’alallaahu lirajulin min qalbaini fii jaufihii. Wa maa ja’ala
azwaajakumullaa ii tudhaahiruuna minhunna ummahaatikum. Wa maa ja’ala ad’iyaa
akum abnaa akum. Dzaalikum qaulukum biafwaahikum. Wallaahu yaquulul haqqa wa
huwa yahdissabiila.
Ud’uuhum liaabaaihim huwa aqsathu ‘indallaah. Faillam ta’lamuu aabaa ahum
faikhwaanukum fiddiini wa mawaaliikum. Wa laisa ‘alaikum junaahun fiimaa
akhtha’tum bihii wa laakimmaa ta’ammadat quluubukum. Wa kaanallaahu
ghafuurarrahiimaa”.
“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya; dan Dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu zhihar itu
sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak
kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah
mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak
mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui
bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama
dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf
padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 4 dan 5 ~
”Maa kaana Muhammadun abaa ahadimmirrijaalikum wa laakirrasuullallaahi
wa khaatamannabiyyiina wa kaanallaahu bikulli syai in ‘aliimaa”
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara
kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu”. ~ QS
33 – Al Ahzab : 40 ~
Ayat-ayat diatas menjelaskan pandangan hukum agama tentang hubungan anak
angkat dengan orang tuanya.
Kedudukan anak angkat dalam Islam tidak sama dengan anak kandung yang
terkait dengan garis keturunan dan aturan waris. Anak angkat tidak lebih dari
orang lain yang dipelihara, disayangi dan dipenuhi kebutuhannya seperti kepada
anaknya sendiri.
Setelah menerima wahyu itu nama Zaid yang sudah dirobah menjadi Zaid ibn
Muhammad, kembali menjadi Zaid ibn Haritsah.
Zaid tidak mau berpisah dari Rasulullah apalagi saat itu Rasulullah
ditinggal Siti Khadijah yang wafat mendahului beliau. Dia jua tidak pernah
absen untuk ikut berperang melawan kaum musyrikin, bahkan setiap kali
Rasulullah membentuk pasukan rahasia, beliau pasti menunjuk Zaid sebagai
komandannya. Karena ingin mendapatkan berkah keutamaan diantara kaum muslimin
lainnya, Zaid dijodohkan dengan Zainab bint Jahsy. Namun Zainab menolak
pernikahan itu, karena merasa dirinya yang keturunan bangsawan dan saudagar di
Mekkah sedangkan Zaid seorang bekas budak. Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan
ayat, mengenai hal ini:
“Wa maa kaana limu’miniwwalaa mu’minati idzaa qadallaahu wa rasuuluhuu
amran ayyakuunalahumulkhiyaratu min amrihim. Wamayya’shillaaha wa rasuulahuu
faqad dhalla dhalaalammubiinaa”.
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi
perempuan mu’min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan,
akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang
siapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat
yang nyata” ~ QS 33 – Al Ahzab :
36 ~
Ayat ini
memerintahkan Zainab untuk menerima pernikahan dengan Zaid demi hikmah yang
dikehendaki oleh Allah.
Zaid ibn
Haritsah syahid saat berperang melawan tentara Romawi. Mendengar kematian Zaid,
Rasulullah sangat bersedih dan tak kuasa menahan tangisnya karena terharu.
Melihat itu kaum Muslimin bertanya kepada Rasulullah: “Kami melihatmu berduka
begitu dalam wahai Rasulullah...”. Rasulullah menjawab: “Aku adalah seperti
laki-laki biasa. Kesedihanku bagaikan seseorang yang ditinggalkan sahabat
dekatnya...”.
Bekasi, 15 Jumadil Awal 1436 Hijriyah atau 6 Maret 2015.
Edited and posted by: Rika Rakasih
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul
Penulis : Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Disarikan oleh : Idih Ruskanda
Thema : SURAH 33 – AL AHZAB AYAT 4, 5 DAN
40 - Anak angkat
tetap harus memakai nama bapak biologisnya
No comments:
Post a Comment