KAJIAN AL
QUR’AN
PERIHAL PERCERAIAN (Bagian 1)
Pengajian
Subuh Masjid At Taubah – Ustadz Abdullah Amin – Bekasi, 2-5 Oktober 2017
Surat Al Baqarah ayat 226 s/d 242 merupakan perintah/larangan Allah yang berkaitan dengan
perceraian, kecuali 2 ayat di antara ayat-ayat tersebut, yakni ayat 238 dan 239
yang membahas tentang sholat.
QS 2 : 226; Tentang orang-orang yang bersumpah untuk tidak
menggauli/ menyetubuhi istrinya selama-lamanya (= ilaa’). Dengan
turunnya ayat ini, maka suami setelah 4 bulan harus memilih dan memutuskan antara
kembali menyetubuhi istrinya lagi dengan membayar kafarrat sumpah atau
menceraikannya.
QS 2 : 227; Dibolehkan ber-talaq bila bercerai sudah jadi keputusan
bersama.
QS 2 : 228; Istri yang dicerai harus menunggu/menahan diri selama 3 kali
quru’/haid’. Kalau istri sudah dicerai,
tidak boleh digauli/disetubuhi. Kalau dalam keadaan suci (sudah lewat masa
haidnya) namun tetap digauli = talaq bin’ah.
Suami punya hak untuk rujuk kembali
dalam masa iddah dengan tujuan damai (bukan untuk menyakiti) tapi untuk
kebaikan (ishlah). Dalam hal ini mau tidak mau istri harus menerima untuk
dirujuk. Hal ini merupakan kelebihan dan kesenangan dari suami yang ingin
rujuk.
Sebaliknya istri yang akan dirujuk
juga punya hak yang seimbang dengan kewajibannya untuk menuruti kehendak suami
untuk rujuk yaitu dengan dibayarnya mahar terlebih dulu pada waktu akad rujuk.
Hal ini menjadi kesenangan istri karena sebelum menjalani kewajiban sebagai
istri ia telah menerima haknya terlebih dahulu. Jadi, suami juga punya
kewajiban untuk memenuhi hak istri terlebih dahulu.
QS 65 : 4; Wanita yang
tidak haid/menopause masa iddahnya 3 bulan (sesuai UU no 1 no 74. Wanita yang
hamil masa iddahnya ialah sampai ia melahirkan jabang bayi.
QS 2 : 234; Masa iddah
wanita yang suaminya meninggal 4 bulan 10 hari
QS 33 : 49;
Wanita yang menikah lalu
diceraikan tapi belum digauli , maka tak ada masa iddah. Harus diberi mut’ah =
suatu kenang-kenangan untuk menyenangkan hati bekas istri.
QS 11 : 118; Lau sya’a rabbuka = Jika Tuhan
menghendaki tidak akan terjadi
QS 18 : 23; In sya Allah, artinya jika Allah menghendaki. Kalau
diundang terus memang tidak mau datang, jangan bilang insya Allah. Ini namanya
bohong, karena belum tentu Allah menghendaki yang demikian.
QS 48 : 27; In sya Allahu à Jika Allah menghendaki
QS 110 : 1; Iza ja’a nasrullahi wal-fath à pasti
datang pertolongan Allah dan kemenangan
QS 7 : 34; fa iza ja’a ajaluhum à bila ajal pasti akan tiba
QS 2 : 231; Kalau sudah menceraikan istri dan hampir/mendekati habis masa
iddahnya (artinya, belum masuk masa iddah) boleh dirujuki (bukan ditahan,
karena bisa dipersepsikan ‘dipenjara’) atau cerai dengan baik-baik. Dilarang
menceraikan lalu merujuki istri dengan maksud berbuat zalim/aniaya/memberi
kemudharatan, misalnya dengan memaksa mereka minta cerai dengan jalan khulu’
atau membiarkan mereka hidup terkatung-katung. Kalau menyakiti istri semacam
ini maka berarti suami telah menszalimi diri sendiri
Ayat-ayat Allah = Hukum-hukum
Allah. Nikmat Allah: 1. Diberi seorang istri/istri-istri. 2. Al Kitab (Al
Qur’an) dan Al Hikmah (As Sunnah). As Sunnah Rasul Muhammad s.a.w.
QS 2 : 232; Kalau
sudah habis masa iddahnya, istri tidak boleh dihalangi untuk menikah lagi
dengan laki-laki lain.
QS 4 : 34; Laki-laki adalah pemimpin yang wajib melindungi istri dan
memberikan nafkah. Allah memberi kelebihan kepada laki-laki.
QS 4 : 4; Kalau istri mengembalikan sebahagian maskawin dengan senang
hati, maka harus diterima suami dengan senang hati. Jadi, istri boleh
menghidupi keluarga/mencari nafkah kalau suami tidak mampu untuk mencukupi
kebutuhan keluarga/rumah tangga.
QS 4 : 24; Maskawin itu kewajiban bagi laki-laki, tetapa kalau keduanya
(calon suami dan calon istri saling merelakan bisa/boleh tidak dibayar.
Kutipan
ayat Al Qur’an yang menegaskan firman Allah tentang Perihal Perceraian (Bagian 1)
“Kepada orang-orang yang meng-ilaa’ istrinya 141) diberi tangguh empat bulan (lamanya).
Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” ~ QS (2) Al Baqarah
: 226 ~
141)
“Meng-ilaa’” istri
maksudnya: bersumpah tidak akan mencampuri istri. Dengan sumpah ini seorang
wanita menderita, karena tidak disetubuhi dan tidak pula diceraikan. Dengan
turunnya ayat ini, maka suami setelah 4 bulan harus memilih antara kembali
menyetubuhi istrinya lagi dengan membayar kafarrat sumpah atau menceraikannya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Dan jika mereka ber’azam (bertetap
hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” ~ QS (2) Al Baqarah :
227 ~
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)
tiga kali quru 142). Tidak boleh mereka
menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman
kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa
menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan
tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya 143). Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” ~ QS (2)
Al Baqarah : 228 ~
142) Quru‘ dapat diartikan suci atau haid
143) Hal ini disebabkan karena suami bertanggung-jawa terhadap
keselamatan dan kesejahteraan rumah tangg (lihat Surat 4 An Nisaa’ ayat 34)
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Dan
perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopuase) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah
mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak
haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah
niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” ~ QS (65) At Thalaaq : 4 ~
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Orang-orang yang meninggal dunia
di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu)
menangguhkan dirianya (ber’idah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila
telah habis masa iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka
berbuat terhadap diri mereka 147)
menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” ~ QS (2) Al Baqarah : 234 ~
147) Berhias, atau berpergian atau menerima pinangan
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan
mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka
‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah 1226) dan lepaskanlah mereka itu dengan cara
sebaik-baiknya.” ~ QS (33) Al Ahzaab : 49 ~
1226) Yang dimaksud dengan mut’ah di sini “pemberian” untuk menyenangkan hati
istri yang diceraikan sebelum dicampuri.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Jika Tuhanmu menghendaki, tentu
Dia menjadikan manusia satu umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih
pendapat.” ~
QS (11) Huud : 118 ~
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap
sesuatu: “Sesungguhnya akau akan mengerjakan itu besok pagi”. ~
QS (18) Al Kahfi : 23 ~
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Sesungguhnya Allah akan
membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya
(yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, in sya
Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan menguntingnya,
sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu
ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat 1406).” ~ QS (48) Al Fath : 27 ~
1406)
Selang beberapa lama sebelum
terjadi “Perdamaian Hudaibiyah” Nabi Muhammad s.a.w. bermimpi bahwa beliau
bersama para sahabatnya memasuki kota Mekkah dan Masjidil Haram dalam keadaan
sebahagian mereka bercukur rambut daan sebahagian lagi bergunting. Nabi
mengatakan bahwa mimpi beliau itu akan terjadi nanti. Kemudian berita ini
tersiar di kalangan kaum muslim, orang-orang munafik, orang-orang Yahudi dan
Nasrani. Setelah terjadi perdamaian Hudaibiyah dan kaum muslimin waktu itu
tidak sampai memasuki Mekah maka orang-orang munafik memperolok-olokan Nabi dan
menyatakan bahwa mimpi Nabi yang dikatakan beliau pasti akan terjadi itu adalah
bohong belaka. Maka turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa mimpi itu pasti
akan menjadi kenyataan di tahun yang akan datang.
Dan sebelum itu dalam waktu yang dekat Nabi akan menaklukkan kita Khaibar.
Andaikata pada tahun terjadinya Perdamaian Hubaidiyah itu kaum muslim memasuki
kota Mekah, maka dikhawatirkan keselamatan orang-orang yang menyembunyikan
imannya yang berada dalam kota Mekah waktu itu.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu 537); maka apabila telah datang waktunya
mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpu dan tidak dapat (pula) mamajukannya.”
~ QS (7) Al A’raaf : 34 ~
537)
Maksudnya: tiap-tiap bangsa
mempunya batas waktu kejayaan atau keruntuhan.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Apabila kamu mentalak
istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka
dengan cara yang ma’ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi
kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka 145). Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh
ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan
hukum-hukum Allah sebagai permainan. Dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa
yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan Al Hikmah
(As-Sunnah). Allah memberi perngajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya
itu. Dan bertaqwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” ~ QS (2) Al Baqarah : 231 ~
145)
Umpamanya: memaksa mereka
minta cerai dengan jalan khulu’ atau membiarkan mereka hidup terkatung-katung
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Apabila kamu mentalak
istri-istrimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi
mereka kawin lagi dengan bakal suaminya 146),
apabila terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang
dinasihatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan
hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui.” ~ QS (2) Al Baqarah : 232
~
146) Kawin lagi
dengan bekas suaminya atau dengan laki-laki lain
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Kaum laki-laki adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang
saleh, ialah yang taat kepada Allah, lagi memelihara diri 289) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka) 290). Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya 291),
maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya 292).
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar “ ~ QS (4) An Nisaa’ : 34 ~
289) Maksudnya: tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suami
290) Maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk menggauli istrinya
dengan baik
291) Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban
bersuami istri. Nusyuz dari pihak istri seperti meninggalkan rumah tanpa ijin
suami
292) Maksudnya: untuk memberi pelajaran kepada istri yang dikhawatirkan
pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasihat, bila nasihat tidak
bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat
juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak menginggalkan
bekas. Bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang
lain dan seterusnya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada
wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan 267). Kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” ~ QS (4) An Nisaa’ : 4 ~
267) Pemberian itu ialah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan atas
persetujuan kedua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang
bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki 282)
(Allah telah menetapkan hukum
itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang
demikian 283) (yaitu) mencari
istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka
istri-istrimu yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka,
berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban;
dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling
merelakannya, sesudah menentukan mahar itu 284).
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” ~ QS (4) An Nisaa’ :
24 ~
282)
Maksudnya: budak-budak yang
dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersamanya.
283)
Ialah: selain dari
macam-macam wanita yang tersebut dalam ayat 23 dan 24 surat An Nisaa’
284)
Ialah: menambah, mengurangi
atau tidak membayar sama sekali maskawin yang telah ditetapkan
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Disarikan oleh H. R.
Mimuk Bambang Irawan - Jakasampurna, Bekasi,
2-5 Oktober 2017
Seri Kajian Tentang Perceraian:
No comments:
Post a Comment