KAJIAN AL QUR’AN
TENTANG
HUBUNGAN SUAMI ISTRI
Pengajian Subuh Masjid At Taubah – Ustadz
Abdullah Amin – Bekasi, Rabu-Selasa, 20-26 September 2017
QS 2 : 223; Ayat ni merupakan perintah Allah untuk menggauli istri atau dengan perkataan lain, menggauli istri adalah perintah Allah. Istri-istri = ladang bagi suami. Ladang = tempat bercocok tanam. Kalau sudah dalam keadaan suci dan bersuci ladang boleh didatangi kapan saja dengan cara apa saja yang disukai, asal di tempat bercocok tanam (vagina) dan sudah suci dan bersuci.
Asal usul ayat ini diturunkan, karena
pada waktu itu ada larangan di antara kaum Yahudi untuk bersenggama dari
belakang (tapi tetap di tempat bercocok tanam). Kalau dilanggar maka ada
kepercayaan bahwa anak yang dilahirkan menjadi juling (strabismus). Maka ditegaskan melalui ayat ini bahwa suami boleh
menggauli istri bagaimana pun caranya yang disukai asal di tempat bercocok
tanam.
Kalau istri adalah ladang, maka
hasil dari ladang terutama ditentukan oleh “benih” yang ditanam padanya. Kalau
hasil ladangnya tidak sesuai harapan, maka yang pertama harus dipertanyakan
ialah kualitas “benih”nya yang berasal
dari suami. “Ladang” untuk membuat benih berkembang dengan baik, bisa
disuburkan dengan bermacam-macam cara. Maka tidak patutlah kalau keturunan yang
dihasilkan tidak memenuhi
harapan dan dianggap memiliki cacat atau kekurangan ditimpakan kesalahan pada
istri. Sang suami seharusnya diperiksa dulu kesehatan dan vertilitas dirinya.
Dalam ayat ini ada perintah untuk mengutamakan amal yang baik saat
melakukan hubungan suami istri. ‘Qaddimu’ = berbuatlah/utamakan perbuatan yang
baik di sisi Allah. Juga perintah untuk bertaqwa, yaitu mengikuti perintah dan menjauhi
larangan Allah yang berkaitan dengan hubungan suami istri. Antara lain dengan mengucap Basmallah dan
memanjatkan doa untuk mendapatkan anak keturunan yang baik, sebagaimana Nabi
Zakaria berdoa untuk mendapatkan anak yang baik di usai yang sudah tua dan dikabulkan doanya (QS 3 ; 38, QS 21 : 89-90). Ibadah ini akan diminta pertanggung-jawaban
saat menemui Allah di hari akhir kelak.
QS 2 – 222; Larangan
untuk melakukan hubungan suami-istri saat istri sedang haid. Bukan untuk
menjauhi istri. Terjemahan ‘menjauhkan
diri dari wanita di waktu haid’, yang lebih tepat adalah ‘menjauhkan diri tempat haid wanita
(vagina) di waktu haid’ . Boleh melakukan hubungan suami istri setelah
istri bersih atau selesai siklus menstruasinya (suci) dan mandi junub (bersuci).
Syarat melakukan hubungan suami-istri ialah istri harus suci dan sudah
bersuci. (Baca kajian Tentang Istri
dan Haid)
Juga diperintahkan untuk melakukan senggama ditempat yang sudah
ditentukan, yaitu vagina. Dilarang melakukan di tempat selain itu, misalnya
anal sex ataupun oral sex.
QS 42 : 49-50;
Mengenai jenis kelamin jabang bayi yang akan dilahirkan sepenuhnya tergantung
pada kehendak Allah. Mandul tidaknya seseorang (suami atau istri atau keduanya)
juga sepenuhnya tergantung kepada kehendak Allah
Kutipan
ayat Al Qur’an yang menegaskan firman Allah tentang Hubungan Suami Istri
“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu
bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana
saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan
berilah kabar gembira orang-orang yang beriman” ~
QS (2) Al Baqarah : 223 ~
----------------------------------------------------------------------------------------------------“Mereka
bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri 137)
dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci 138).
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang telah
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
taubat dan menyukai orang-orang
yang menyucikan diri” ~ QS (2) Al Baqarah : 222
~
137)
Maksudnya jangan menyetubuhi
wanita di waktu haid
138)
Ialah sesudah mandi. Ada pula
yang menafsirkan sesudah berhenti keluarnya darah
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Di sanalah Zakaria mendoa kepada Tuhannya seraya
berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar Doa”. ~
QS (3) Ali Imran : 38 ~
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“[89] Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia
menyeru kepada Tuhannya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup
seorang diri 969) dan Engkaulah Waris
Yang Paling Baik 970)
[90] Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami
anugrahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung.
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami
dengan harap dan cemas 971). Dan mereka
adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami”.~
QS (21) : 89-90 ~
969)
Maksudnya: tidak mempunyai
keturunan yang mewarisi
970)
Maksudnya: andaikata Tuhan
tidak mengabulkan doanya, yakni member keturunan, Zakaria menyerahlan dirinya
kepada Tuhan, Sebab Tuhan adalah waris yang paling baik.
971)
Maksudnya: mengharap agar
dikabulkan Allah doanya dan khawatir akan azab-Nya
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“[49] Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi,
Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan
kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa
yang Dia kehendaki,
[50] atau Dia menganugrahlkan kedua jenis laki-laki
dan perempuan (kepada
siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa” ~
QS (42) : 49-50 ~
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Disarikan oleh H. R. Mimuk
Bambang Irawan - Jakasampurna, Bekasi, Jum’at-Rabu, 15-20 September 2017
No comments:
Post a Comment