KAJIAN AL
QUR’AN
PERIHAL PERCERAIAN (Bagian 3)
Pengajian
Subuh Masjid At Taubah – Ustadz Abdullah Amin – Bekasi, 16-17 Oktober 2017
Surat Al Baqarah ayat 226 s/d 242 merupakan perintah/larangan Allah yang berkaitan dengan
perceraian, kecuali 2 ayat di antara ayat-ayat tersebut, yakni ayat 238 dan 239
yang membahas tentang sholat.
QS 2 : 226; Tentang orang-orang yang bersumpah untuk tidak
menggauli/ menyetubuhi istrinya selama-lamanya (= ilaa’). Dengan
turunnya ayat ini, maka suami setelah 4 bulan harus memilih dan memutuskan antara
kembali menyetubuhi istrinya lagi dengan membayar kafarrat sumpah atau
menceraikannya.
QS 2 : 227; Dibolehkan ber-talaq bila bercerai sudah jadi keputusan
bersama.
QS 2 : 228; Istri yang dicerai harus menunggu/menahan diri selama 3 kali
quru’/haid’. Kalau istri sudah dicerai,
tidak boleh digauli/disetubuhi. Kalau dalam keadaan suci (sudah lewat masa
haidnya) namun tetap digauli = talaq bin’ah.
Para suami berhak merujuki istrinya dalam masa iddah itu, jika mereka (para suami) itu
menghendaki ishlah.
QS 2 : 229; Dibolehkan bagi suami untuk
mentalaq dan merujuk istrinya dua kali. Kalau talaq ke-3 ada aturannya sendiri
untuk rujuk lagi.
Saat rujuk lakukan dengan cara yang ma’ruf dan ceraikan
dengan cara yang baik. Apa yang sudah diberikan kepada istri tidak boleh
diminta kembali. Kecuali kalau keduanya merasa tidak sanggup untuk menjalankan
hukum-hukum Allah, misalnya kegagalan membentuk rumah tangga yang sakinah
mawaddah wa rahmah, cecok dan berbeda pendapat terus, dapat dibuat kesepakatan
di mana istri bersedia mengembalikan sebagian apa yang sudah diberikan oleh
suami.
Bila istri yang minta cerai (khulu’ = talaq tebus), maka dia boleh menebus dirinya dengan
antara lain mengembalikan sebagian maskawin atau pemberian suami (ini disebut ‘iwadh = uang/harta pembayaran dari
istri untuk bercerai). Alasan istri minta cerai mungkin karena dia tidak senang
karena suaminya jelek, atau memiliki banyak kekurangan.
Jadi, kalau suami minta cerai, dilarang meminta kembali
apa yang sudah diberikan lepada istri.
Kalau istri minta cerai, istri minimal harus
mengembalikan maskawinnya.
QS 2 : 231; Kalau sudah menceraikan istri dan
hampir/mendekati habis masa iddahnya (artinya, belum masuk masa iddah) boleh dirujuki
(bukan ditahan, karena bisa dipersepsikan ‘dipenjara’) atau cerai dengan
baik-baik. Dilarang menceraikan lalu merujuki istri dengan maksud berbuat
zalim/aniaya/memberi kemudharatan, misalnya dengan memaksa mereka minta cerai
dengan jalan khulu’ atau membiarkan mereka hidup terkatung-katung. Kalau
menyakiti istri semacam ini maka berarti suami telah menszalimi diri sendiri
Ayat-ayat Allah = Hukum-hukum
Allah. Nikmat Allah: 1. Diberi seorang istri/istri-istri. 2. Al Kitab (Al
Qur’an) dan Al Hikmah (As Sunnah). As Sunnah Rasul Muhammad s.a.w.
QS 2 : 232; Kalau
sudah habis masa iddahnya, istri tidak boleh dihalangi untuk menikah lagi
dengan calon suami (mantan suami atau laki-laki lain). Janda berhak dan bebas
memilih calon suaminya. Kalau si janda sudah cocok (“taradau” - se-agama/iman dan saling mencintai) mereka harus
dinikahkan dan didukung pernikahannya. Itulah aturan Allah yang lebih baik dan
lebih suci. Oleh karenanya harus diikuti.
QS 2 : 234; Masa iddah
wanita yang suaminya meninggal 4 bulan 10 hari. Setelah habis masa iddah,
mereka bebas tak boleh dihalangi keluar rumah dan memilih calon suaminya.
QS 2 : 151; Nikmat
Allah: Al Kitab (Al Qur’an) dan Al Hikmah (As Sunnah). As Sunnah Rasul Muhammad
s.a.w.
QS 65 : 2; Mendekati
akhir iddahnya = Hampir habis masa iddahnya
QS 4 : 19; Bergaul
dengan istri dengan cara yang ma’ruf (baik), walaupun istri memiliki
kekurangan. Kekurangan istri harus disikapi dengan sabar. Allah menetapkan
bahwa kekurangan yang sedikit sesungguhnya mengandung kebaikan yang lebih
banyak (Ungkapan Jawa: Elek-elek tapi rejekeni = jelek-jelek tapi mendatangkan
rejeki)
QS 5 : 2; Terjemahan
ta’tadū yang benar = melampaui
batas
QS 62 : 2; Nikmat
Allah: Al Kitab (Al Qur’an) dan Al Hikmah (As Sunnah). As Sunnah Rasul Muhammad
s.a.w. Tentang masalah perceraian (misalnya; masa iddah, menikah, rujuk,
saksi-saksi nikah dsb) harus mengikut aturan/pengajaran Allah.
QS 3 : 164; Nikmat
Allah: Al Kitab (Al Qur’an) dan Al Hikmah (As Sunnah). As Sunnah Rasul Muhammad
s.a.w.
Kutipan
ayat Al Qur’an yang menegaskan firman Allah tentang Perihal Perceraian (Bagian 3)
“Kepada orang-orang yang meng-ilaa’ istrinya 141) diberi tangguh empat bulan (lamanya).
Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” ~ QS (2) Al Baqarah
: 226 ~
141)
“Meng-ilaa’” istri
maksudnya: bersumpah tidak akan mencampuri istri. Dengan sumpah ini seorang
wanita menderita, karena tidak disetubuhi dan tidak pula diceraikan. Dengan
turunnya ayat ini, maka suami setelah 4 bulan harus memilih antara kembali
menyetubuhi istrinya lagi dengan membayar kafarrat sumpah atau menceraikannya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Dan jika mereka ber’azam (bertetap
hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” ~ QS (2) Al Baqarah :
227 ~
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah
menahan diri (menunggu) tiga kali quru 142).
Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki
ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada istrinya 143). Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” ~ QS (2) Al Baqarah : 228 ~
142) Quru‘ dapat diartikan suci atau haid
143) Hal ini disebabkan karena suami bertanggung-jawa terhadap
keselamatan dan kesejahteraan rumah tangg (lihat Surat 4 An Nisaa’ ayat 34)
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Apabila kamu mentalak
istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka
dengan cara yang ma’ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi
kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka 145). Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh
ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan
hukum-hukum Allah sebagai permainan. Dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa
yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan Al Hikmah
(As-Sunnah). Allah memberi perngajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya
itu. Dan bertaqwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” ~ QS (2) Al Baqarah : 231 ~
145)
Umpamanya: memaksa mereka
minta cerai dengan jalan khulu’ atau membiarkan mereka hidup terkatung-katung
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Apabila kamu mentalaq istri-istrimu, lalu habis
iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan
bakal suaminya 146),
apabila terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang
dinasihatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan
hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui.” ~ QS (2) Al Baqarah : 232
~
146) Kawin lagi
dengan bekas suaminya atau dengan laki-laki lain
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Orang-orang yang meninggal dunia
di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu)
menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis
masa iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka
berbuat terhadap diri mereka 147)
menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” ~ QS (2) Al Baqarah : 234 ~
147) Berhias, atau berpergian atau menerima pinangan
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Sebagaimana
(Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu
Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mengajarkan
kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui” ~ QS (2) Al Baqarah : 151 ~
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Apabila
mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik
atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi
yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena
Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah
dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar.” ~
QS (65) Ath Thalaaq : 2 ~
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Hai
orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa 278) dan janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah
kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang
nyata 279). Dan bergaullah dengan mereka
secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah)
karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak.” ~
QS (4) An Nisaa’ : 19 ~
278)
Ayat ini tidak menunjukkan
bahwa mewariskan wanita tidak dengan jalan paksa dibolehkan. Menurut adat sebahagian Arab Jahiliyah apabila
seorang meninggal dunia, maka anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang
lain mewarisi janda itu. Janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya
diambil oleh pewaris atau tidak tidak dibolehkan kawin lagi.
279) Maksudnya berzinah atau membangkang perintah.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“…… Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada
suatu kaum karena menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram mendorongmu
berbuat melampaui batas (kepada mereka) ……” ~
QS (5) Al Maa-idah : 2 ~
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Dia-kah yang mengutus kepada kaum
yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya
kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan
Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.” ~
QS (62) Al Jumu’ah : 2 ~
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman
ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa)
mereka dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan
susungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.” ~ QS (3) Ali
Imran : 164 ~
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Disarikan
oleh H. R. Mimuk Bambang Irawan - Jakasampurna, Bekasi, 16-17 Oktober 2017
Seri Kajian Tentang Perceraian:
PERIHAL PERCERAIAN (Bagian 3)
No comments:
Post a Comment