Sunday, July 8, 2012

UKHUWAH ISLAMIYAH

Memahami Makna Ukhuwah Islamiyah

Bismillahirrohmanirrohiim

Dalam satu pengajian di masjid Jannatul Firdaus di Taman Galaxi, pak Ustadz menyampaikan betapa pentingnya setiap muslim meningkatkan semangat ukhuwah islamiyah dalam dirinya di tengah-tengah situasi saat ini yang rawan konflik dan ketegangan antar berbagai golongan masyarakat yang seringkali diikitu tindak kekerasan

Ukhuwah Islamiyah artinya persaudaraan yang Islami. Ukhuwah Islamiyah sebenarnya memiliki arti yang luas yang mencakup bukan hanya terhadap sesama kaum muslimin, namun juga terhadap sesama secara keseluruhan. Artinya, ukhuwah Islamiyah ini sebenarnya adalah semangat yang universil yang di dambakan oleh setiap insan yang menginginkan kehidupan yang damai.

Note: Ada yang menterjemahkan Ukhuwah Islamiyah sebagai persaudaraan antara ummat Islam. Ini sebenarnya sangat sempit. Padahal yang dimaksud adalah pembinaan rasa persaudaraaan secara Islam dengan siapa saja. Jadi, istilah tersebut mengandung nilai-nilai yang bersifat lebih universil.

Ada 5 usaha pokok untuk menggalang Ukhuwah Islamiyah ini, yang di sebut dengan 5 ta’;

Ta’aruf = saling mengenal. Sebelum kita menggalang rasa persaudaraan yang lebih jauh, kita harus saling kenal dulu. “Tak kenal maka tak sayang”, kata pepatah. Saling mengenal artinya kita tahu siapa dirinya dan sebaliknya. Pertemuan-pertemuan seperti pengajian, sarasehan, rapat RT/RW, berorganisasi, piknik, rekreasi, study tour, dan sebagainya merupakan kegiatan untuk lebih saling mengenal antara individu. Allah bersabda:

Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.
 Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
~ Al-Hujurat – QS 49 : 13 ~

Tafahum = saling pengertian. Setelah saling mengenal, maka dilanjutkan dengan tahapan untuk lebih saling mengerti. Saling mengerti artinya, kita tahu apa maunya dan sebaliknya dia tahu apa mau kita serta motivasi yang melatar-belakangi keinginan masing-masing. Juga berarti saling memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing, serta peranan masing-masing dalam masyarakat. Juga berarti saling memahami dan merasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi bersama.

Ta’awun = tolong menolong. Setelah saling mengenal, dan memahami maka hubungan perlu ditingkatkan dalam bentuk tolong menolong untuk kebaikan dan ketaqwaan. Mengenai hal ini, Allah bertitah dalam surah Al-Maidah ayat 2: 

……Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
 Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
~ Al-Maidah – QS 5 : 2 ~

Artinya yang memiliki kelebihan menolong yang memiliki kekurangan. Kalau tolong menolong atau bergotong royong untuk melaksanakan kejahatan, itu jelas-jelas bukanlah termasuk ukhuwah Islamiyah. Lebih lanjut, ta’awun ini bisa dilakukan dalam 3 bentuk, yaitu mal (harta), ilmu dan quwwah (tenaga).

Mal = harta bisa disalurkan melalui badan Zakat, Infaq dan Sadakah (BAZIS). Ini sekaligus untuk membersihkan dan mensucikan rizki harta yang kita peroleh. Bazis akan menyalurkan dana kepada kaum dhuafa atau golongan-golongan yang memerlukannya untuk modal guna memperoleh nafkah. Allah berfirman:

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan*) dan mensucikan**) mereka, dan mendo’alah untuk mereka.
 Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
~ At-Taubah – QS 9 : 103 ~
Catatan:
*) Zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebihan terhadap harta benda.
**) Zakat iti menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

Ilmu. Bila kita memiliki ilmu, tak boleh kita simpan sendiri, namun harus dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Seorang ahli pertanian misalnya, sebaiknya menurunkan ilmunya kepada para petani, sehingga para petani menjadi semakin pandai dan kesejahteraan merekapun jadi semakin meningkat.

Ilmu, dan juga harta seperti disebut diatas, merupakan nikmat Allah yang harus kita syukuri dengan membaginya kepada orang lain. Sesungguhnya berbagi harta atau ilmu kepada orang yang memerlukan, tidak akan membuat kita menjadi miskin atau bodoh, sebagaimana janji Allah dalam surah berikut:

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan:
”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
~ Ibrahim – QS 14 : 7 ~

Quwwah = tenaga. Kalau kita tidak bisa memberikan harta dan ilmu maka kita bisa menyumbangkan tenaga kita untuk kebaikan. Kaum dhuafa biasanya memiliki tenaga, sedangkan hartawan memiliki harta, sehingga keduanya bisa saling bantu, saling mengisi sehingga keduanya memperoleh mutual benefit.

Tadhanan = saling bertanggung jawab. Dalam menjaga kerukunan, maka semua pihak yang terlibat harus menjaga agar ucapan dan tindakannya membawa suasana yang kondusif bagi tercapainya kerukunan. Apa yang telah disepakati untuk dilakukan atau dibangun demi kerukunan itu, haruslah menjadi tanggung jawab setiap orang untuk melaksanakan dan memeliharanyanya. Bila salah satu pihak mengabaikan tanggung jawabnya, maka akan sungguh sulit untuk menciptakan kerukunan itu. Jaminan tercapainya kerukunan itu adalah dengan saling bertanggung jawab.

Tasaamuh = saling toleransi. Satu faktor penting ialah rasa tenggang menenggang. Dalam menciptakan kerukunan, maka ada hal-hal yang bisa di-negotiate, atau ditawar. Kita boleh fleksibel dalam hal-hal tertentu, tapi kita perlu tetap memegang prinsip dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw.

Mengenai hal toleransi ini, maka kita perlu mencontoh Nabi saw, dalam mengakomodir kepentingan ibadah kaum Nasrani sewaktu beliau menjadi pemimpin kaum muslim di Madinah. Dibawah kepemimpinan Nabi saw inilah lahir berbagai peraturan dan undang-undang yang melindungi tempat-tempat ibadah non-muslim, serta diharuskan untuk ikut menjaganya bila ada orang yang berniat merusaknya.

Kalau dengan kaum non-muslim saja Nabi menganjurkan kita untuk bertoleransi, apalagi dengan saudara se-iman, se-ichwan dan se-ichsan. Allah berfirman:

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
 Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
~ Al-Mumtahanah – QS 60 : 8 ~

Demikian yang dapat saya catat mengenai Ukhuwah Islamiyah dari pengajian di masjid Jannatul Firdaus itu.

Bagaimana pendapat Anda?

Penulis: H. R. Bambang Irawan