Saturday, July 25, 2020

OASE SUBUH - SUJUD

Assalamu’alaikum warahmatulahi wabarakatuh

SUJUD

Kita mungkin bahagia di pagi hari, tetapi ketika sore tiba, kita malah terkena musibah... Hari ini kita tertawa, bisa jadi besok justru kita menangis...

Saat seperti itu, apa yang harus kita lakukan?

Saat kita sedang diuji dengan sakit, saat kita diuji dengan meninggalnya orang orang yang kita sayangi, saat kita memiliki masalah dengan orang orang yang terdekat (suami/istri/anak), bahkan saat kita gundah, gelisah dan putus asa.

Apa yang akan kita lakukan? 

لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَ

"Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita." ~ QS-9 At-Taubah : 40 ~

Selama dahi kita masih bisa menempel di tanah (SUJUD), jangan pernah takut terhadap apapun. 

Sesungguhnya jarak antara masalah kita dengan jalan keluar itu, seperti jarak antara dahi dengan tanah. 

Semua jalan keluar dan solusi dari masalah masalah yang dihadapi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, selalu datang ketika Beliau bersujud.

 وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ

"Maka sujudlah dan mendekatlah" ~ QS-96 Al-'Alaq : 19 ~

Jalan keluar dari permasalahan dan kesedihan yang menghimpit kita, solusinya adalah perbanyak Sujud (Sholat).

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ  مِّنَ السّٰجِدِيْنَ

"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, dan jadilah engkau di antara orang orang yang Sujud (Sholat)" ~ QS-15  Al-Hijr : 98 ~

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

"Keadaan paling dekat seorang hamba dari Rabbnya, adalah ketika dia dalam keadaan Sujud, maka perbanyak Doa (ketika Sujud)" (HR. Muslim)

Sujudlah, Sujudlah, dan perbanyaklah Doa didalamnya.

Salam Sehat Selalu

Friday, July 24, 2020

BAROKAH

HIKMAH PAGI

Assalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh

Barokah atau Berkah adalah kondisi yang diinginkan oleh hampir semua hamba yang beriman, karenanya orang akan mendapat limpahan kebaikan dalam hidup.

Barokah bukanlah serba cukup dan mencukupi saja, akan tetapi bertambahnya ketaatan kita kepada الله dengan segala keadaan yang ada, baik  berlimpah atau sebaliknya.

Barokah itu "...Albarokatu tuziidukum fii thoah". 

Barokah itu menambah taat kita kepada الله.

Hidup yang barokah bukan hanya sehat, tapi kadang sakit itu justru barokah sebagaimana Nabi Ayyub عليه السلام, sakitnya menambah taatnya kepada الله

Barokah itu tak selalu panjang umur, ada yang umurnya pendek tapi dahsyat taatnya layaknya Musab ibn Umair.

Tanah yang barokah itu bukan karena subur dan panoramanya indah, karena tanah yang tandus seperti Makkah punya keutamaan dihadapan الله ...tiada banding....tiada tara.

Makanan barokah itu bukan yang komposisi gizinya lengkap, tapi makanan itu mampu membuat yang memakannya menjadi lebih sehat. 

Ilmu yang barokah itu bukan yang banyak riwayat dan catatan kakinya, akan tetapi yang  mampu menjadikan seorang meneteskan keringat dan darahnya dalam beramal dan berjuang untuk agama الله.

Penghasilan barokah juga bukan gaji yang besar dan berlimpah, tetapi sejauh mana ia bisa menjadi jalan Rejeki bagi yang lainnya dan semakin banyak orang yang terbantu dengan penghasilan tersebut.

Anak-anak yang barokah bukanlah saat kecil mereka lucu dan setelah dewasa mereka sukses bergelar dan mempunyai pekerjaan serta  jabatan hebat, tetapi anak yang barokah ialah yang senantiasa taat kepada Rabb-Nya, dan kelak diantara mereka ada yang lebih Shaleh serta tidak henti-hentinya mendoakan kedua Orangtuanya.

Semoga segala aktifitas kita hari ini barokah.

بَارَكَ اللهُ فِيْ

Selamat pagii....

Thursday, July 23, 2020

CIRI KEBAHAGIAAN DAN KEBINASAAN SESEORANG

Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan:

Diantara ciri kebahagiaan dan keberuntungan ialah apabila seorang hamba semakin bertambah ilmunya, SEMAKIN bertambah pula tawadhu’ dan sifat kasih sayangnya.

Semakin bertambah amalnya, SEMAKIN meningkat pula rasa takut dan kehati-hatian dirinya.

Semakin bertambah umurnya, SEMAKIN berkuranglah ambisinya. 

Semakin bertambah hartanya, SEMAKIN bertambah pula kedermawanan dan kegemarannya untuk membantu. 

Semakin bertambah kedudukannya, SEMAKIN dekatlah dia dengan orang-orang dan semakin suka menunaikan kebutuhan-kebutuhan mereka serta rendah hati kepada mereka.

Dan di antara ciri kebinasaan adalah bahwa semakin bertambah ilmunya, SEMAKIN bertambah pula kesombongan dan kecongkakan dirinya. 

Semakin bertambah amalnya, SEMAKIN bertambah pula keangkuhan dan suka meremehkan orang lain, sementara dia selalu bersangka baik kepada dirinya sendiri.

Semakin meningkat kedudukan dan statusnya, SEMAKIN bertambah pula kesombongan dan kecongkakan dirinya. 

Perkara-perkara ini semua adalah cobaan dan ujian dari Allah untuk menguji hamba-hamba-Nya; sehingga akan ada sebagian orang yang berbahagia dan sebagian yang lain menjadi binasa karenanya. (Al-Fawa'id tahqiq Basyir Muhammad 'Uyun, hal. 277)

Oleh : Mutiara Risalah Islam

Wednesday, July 22, 2020

RAHASIA SUJUD KETIKA SHOLAT

1. Sujud melibatkan 5 Anggota Badan yang bertumpu pada Bumi, yaitu:

 - Dahi,

 - Hidung,

 - Kedua telapak tangan,

 - Lutut, dan

 - Kedua ujung kaki (jari).

2. Sujud adalah konsep: 

- Merendahkan diri,

- Memuji Allah SWT, dan

- Memohon segala macam hajat kepada Allah SWT.

3. Sekaligus, mengikis sifat tercela:

- Riya,

- Sombong,

- Ujub, dan 

- Takabur dan lain-lain.

4. Dr Fidelma O'Leary, Ph.D Neuroscience dari St Edward's University, telah menjadi mu'allaf, karena hasil riset mendapati fakta tentang manfaat sujud bagi kesehatan.

5. Dalam kajiannya ditemukan bahwa ada beberapa urat saraf di dalam otak manusia yang tidak dimasuki darah dan urat saraf ini hanya dimasuki darah ketika manusia bersujud.

6. Tetapi urat saraf ini hanya memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja, yaitu pada waktu-waktu sholat yang telah ditetapkan (subuh, dzuhur, asar, maghrib dan Isya').

SubhanAllah...

7. Jadi, siapa yang tidak sholat maka urat saraf ini tidak menerima darah sehingga otaknya tidak berfungsi secara normal maksimal.

8. Salah satu indikasinya adalah timbul macam-macam gejala sosial di masyarakat yang tidak sholat saat ini.

9. Karena letak otak di atas jantung, "maka kata Prof Hembing : jantung hanya mampu menyalurkan 20% darah ke otak manusia, maka dibantu lagi dengan sujud yang lebih lama agar dapat menambah kekuatan aliran darah ke otak."

10. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan Rasulullah SAW, supaya kita sujud berlama-lama pada raka'at terakhir.*

11. Manfaat sujud berlama-lama ini adalah untuk:

a. Mencegah pening, 

b. Terhindar migrain,

c. Menyegarkan otak,

d. Menajamkan akal dan fikiran (lebih sensitif),

e. Melonggarkan sistem pernafasan,

f. Memperbaiki kandung rahim yang turun,

g. Menjaga dan menguatkan kedudukan bayi dalam kandungan.

h. Menghindarkan kandungan sungsang dan lain-lain.

12. Dan yang menakjubkan, jika kita memperhatikan, bentuk urat saraf yang ada dalam otak kita berbentuk seperti orang yang sedang sujud...

SUBHANALAH

13. Jika anda :  membagikan ini kepada 1 orang artinya anda sudah menyebarkan kebaikan di akhirat


Tuesday, July 21, 2020

BODOH DAN LALAI

Hampir disetiap sholat saat aku baca Al Fatihah kaya gak ada rem, kalopun ada remnya aku gak berusaha merenungi makna yang terkandung didalamnya, ini salah satu tanda solatku gak khusyu, Astagfirullah

Padahal ketika kita selesai baca satu ayat dari surat Al Fatihah, Allah menjawab ucapan kita, maka cobalah renungi, betapa Allah sayaang banget sama kita

Dalam hadist Qudsi Allah berfirman:

"Aku membagi solat menjadi dua bagian, untuk-Ku dan untuk hamba-Ku, maka ketika hambaku mengucapkan "Alhamdulillahirabbil alamin" 

Allah menjawab "Hambaku telah memujiku"

Ketika hambaku mengucapkan "Arrahmanirahiim" Allah menjawab "Hambaku telah mengagungkanku"

Ketika hambaku mengucapkan "Maliki yaumiddin" Allah menjawab "Hambaku memujaku"

Ketika hambaku mengucapkan "Iyyakanabu waiyyaka nastaiin"

Allah menjawab "Inilah perjanjian antara Aku dan hambaku"

Dan ketika hambaku mengucapkan "Ihdinasirotolmustaqiim Shirotoladzina anamta alaihim Ghoiril maghdubialaihim waladhaliin" 

Allah menjawab "Aku akan kabulkan semua permintaan hambaku!

(HR. Tirmidzi)

Coba berhenti sejenak disetiap ayatnya dan bayangkan Allah (Raja, Penguasa alam semesta, yang menghidupkan dan mematikan, yang memiliki setiap jiwa dan kehidupan, yang maha hidup tidak pernah mati) menjawab setiap ucapan kita! 

Jika kita sadar akan apa yang kita ucapkan dan mengetahui apa yang Allah katakan, niscaya kita tidak akan melewati setiap ayat kecuali dengan tangis, bahagia, takut dan penuh harap.

Ya Allah ampuni dan maafkan hamba kami yang bodoh dan lalai ini, bimbing kami ya Rabb agar bisa menjadi orang yang bertaqwa aamiinn


Monday, July 20, 2020

PRIBUMISASI ISLAM

Gus Dur menuliskan ini hampir 40 tahun lalu. Dan kita rasakan  relevansinya saat ini.

Gus Dur: Salahkah Jika Dipribumikan?

Islam mengalami perubahan-perubahan besar dalam sejarahnya. Bukan ajarannya, melainkan penampilan kesejarahan itu sendiri, meliputi kelembagaannya. Mula-mula seorang nabi membawa risalah (pesan agama, bertumpu pada tauhid) bernama Muhammad, memimpin masyarakat muslim pertama. Lalu empat pengganti khalifah meneruskan kepemimpinannya berturut-turut. Pergolakan hebat akhirnya berujung pada sistem pemerintahan monarki.

Begitu banyak perkembangan terjadi. Sekarang ada sekian republik dan sekian kerajaan mengajukan klaim sebagai ‘negara Islam’. Ironisnya dengan ideologi politik yang bukan saja saling berbeda melainkan saling bertentangan dan masing-masing menyatakan diri sebagai ‘ideologi Islam’. Kalau di bidang politik terjadi ‘pemekaran’ serba beragam, walau sangat sporadis, seperti itu, apalagi di bidang-bidang lain.

Hukum agama masa awal Islam kemudian berkembang menjadi fiqh, yurisprudensi karya korps ulama pejabat pemerintah (qadi, mufti, dan hakim) dan ulama ‘non-korpri’. Kekayaan sangat beragam itu lalu disistematisasikan ke dalam beberapa buah mazhab fiqh, masing-masing dengan metodologi dan pemikiran hukum (legal theory) tersendiri.

Terkemudian lagi muncul pula deretan pembaharuan yang radikal, setengah radikal, dan sama sekali tidak radikal. Pembaharuan demi pembaharuan dilancarkan, semuanya mengajukan klaim memperbaiki fiqh dan menegakkan ‘hukum agama yang sebenarnya’, dinamakan Syari’ah. Padahal kaum pengikut fiqh dari berbagai mazhab itu juga menamai anutan mereka sebagai syari’ah.

Kalau di bidang politik -termasuk doktrin kenegaraan- dan hukum saja sudah begitu balau keadaannya, apalagi di bidang-bidang lain, pendidikan, budaya kemasyarakatan, dan seterusnya. Tampak sepintas lalu bahwa kaum muslimin terlibat dalam sengketa di semua aspek kehidupan, tanpa terputus-putus. Dan ini lalu dijadikan kambing hitam atas melemahnya posisi dan kekuatan masyarakat Islam.

Dengan sendirinya lalu muncul kedambaan akan pemulihan posisi dan kekuatan melalui pencarian paham yang menyatu dalam Islam, mengenai seluruh aspek kehidupan. Dibantu oleh komunikasi semakin lancar antara bangsa-bangsa muslim semenjak abad yang lalu, dan kekuatan petrodollar negara-negara Arab kaya minyak, kebutuhan akan ‘penyatuan’ pandangan itu akhirnya menampilkan diri dalam kecenderungan sangat kuat untuk menyeragamkan pandangan. Tampillah dengan demikian sosok tubuh baru: formalisme Islam. Masjid beratap genteng, yang sarat dengan simbolisasi lokalnya sendiri negeri kita, dituntut untuk ‘dikubahkan’. Budaya Wali Songo yang serba ‘Jawa’, Saudati Aceh,Tabut Pariaman, didesak ke pinggiran oleh kasidah berbahasa Arab dan juga MTQ yang berbahasa Arab: bahkan ikat kepala lokal (udeng atau iket di Jawa ) harus mengalah kepada sorban ‘merah putih’ model Yasser Arafat.

Begitu juga hukum agama, harus diseragamkan dan diformalkan: harus ada sumber pengambilan formalnya, Al-Qur’an dan hadis, padahal dahulu cukup dengan apa kata kiai. Pandangan kenegaraan dan ideologi politik tidak kalah dituntut harus ‘universal’; yang benar hanyalah paham Sayyid Qutb, Abul A’la al-Maududi atau Khomeini. Pendapat lain, yang sarat dengan latar belakang lokal masing-masing, mutlak dinyatakn salah.

Lalu, dalam keadaan demikian, tidakkah kehidupan kaum Muslimin tercabut dari akar-akar budaya lokalnya? Tidakkah ia terlepas dari kerangka kesejarahan masing-masing tempat? Di Mesir, Suriah, Irak, dan Aljazair, Islam ‘dibuat’ menentang Nasionalisme Arab – yang juga masing-masing bersimpang siur warna ideologinya.

Di India ia menolak wewenang mayoritas penduduk yang beragama Hindu, untuk menentukan bentuk kenegaraan yang diambil. Di Arab Saudi bahkan menumpas keinginan membaca buku-buku filsafat dan melarang penyimakan literatur tentang sosialisme. Di negeri kita sayup-sayup suara terdengar untuk menghadapkan Islam dengan Pancasila secara konfrontatif—yang sama bodohnya dengan upaya sementara pihak untuk menghadapkan Pancasila dengan Islam.

Anehkah kalau terbetik di hati adanya keinginan sederhana: bagaimana melestarikan akar budaya-budaya lokal yang telah memiliki Islam di negeri ini? Ketika orang-orang Kristen meninggalkan pola gereja kota kecil katedral ‘serba Gothik’ di kota-kota besar dan gereja kota kecil model Eropa, dan mencoba menggali Aritektur asli kita sebagai pola baru bangunan gereja, layakkah kaum muslimin lalu ‘berkubah’ model Timur Tengah dan India? Ketika Ekspresi kerohanian umat Hindu menemukan vitalitasnya pada gending tradisional Bali, dapatkah kaum muslimin ‘berkasidahan Arab’ dan melupakan ‘pujian’ berbahasa lokal tiap akan melakukan sembahyang?

Juga mengapa harus menggunakan kata ‘shalat’, kalau kata ‘sembahyang’ juga tidak kalah benarnya? Mengapakah harus ‘dimushalakan’, padahal dahulu toh cukup langgar atau surau? Belum lagi ulang tahun, yang baru terasa ‘sreg’ kalau dijadikan ‘milad’. Dahulu tuan guru atau kiai sekarang harus ustadz dan syekh, baru terasa berwibawa. Bukankah ini pertanda Islam tercabut dari lokalitas yang semula mendukung kehadirannya di belahan bumi ini?

Kesemua kenyataan di atas membawakan tuntutan untuk membalik arus perjalanan Islam di negeri kita, dari formalisme berbentuk ‘Arabisasi total’ menjadi kesadaran akan perlunya dipupuk kembali akar-akar budaya lokal dan kerangka kesejarahan kita sendiri, dalam mengembangkan kehidupan beragama Islam di negeri ini. Penulis menggunakan istilah ‘pribumisasi Islam’, karena kesulian mencari kata lain. ‘Domestikasi Islam’ terasa berbau politik, yaitu penjinakan sikap dan pengebirian pendirian.

Yang ‘dipribumikan’ adalah manifestasi kehidupan Islam belaka. Bukan ajaran yang menyangkut inti keimanan dan peribadatan formalnya. Tidak diperlukan ‘Qur’an Batak’ dan Hadis Jawa’. Islam tetap Islam, di mana saja berada. Namun tidak berarti semua harus disamakan ‘bentuk-luar’nya. Salahkah kalau Islam ‘dipribumikan’ sebagai manifestasi kehidupan?

*) Tulisan ini dimuat di majalah Tempo, 16 Juli 1983

Friday, July 17, 2020

UJIAN KESUSAHAN

1. Allah menguji seorang mukmin dengan meninggalnya orang tercinta seperti, ayah, ibu, atau anak.

2. Allah menguji seorang mukmin dengan cacatnya satu bagian tubuh seperti, pendengaran, penglihatan, kaki, atau tangan.

3. Ujian bagi seorang mukmin berupa penyakit yang tidak dapat diobati, atau mematikan, atau diuji dengan ketakutan, kelaparan, dan rezeki yang sempit. Allah Ta’ala berfirman dalam rangka menjelaskan banyaknya macam ujian: QS. Al-Baqarah: 155.

4. Ujian dan musibah terberat bagi seorang mukmin ialah musibah yang menimpa agamanya. Itulah ujian yang membinasakan dan penghujung yang tidak membawa keberuntungan. Secara umum, orang yang tertimpa musibah pada agamanya tidak memiliki tebusan. Musibah yang menimpa agama seorang mukmin lebih berat daripada musibah yang menimpa jiwa dan hartanya. Sebab, harta akan digantikan oleh Allah, dan harta dapat menjadi tebusan jiwa. Jiwa dapat menjadi tebusan agama. Sementara agama tidak mempunyai tebusan. (Lihat, Tasliyah Ahlil Mashaib, Abu Abdillah Al-Munji, hlm. 19)

Itu semua karena segala musibah yang menimpa seseorang dalam urusan dunia, terkadang malah diganti dengan yang lebih baik atau yang setara. Adapun bila musibah menimpa agamanya, itu sebuah kerugian yang tak tergantikan. (Al-Iman wal Hayah, Dr. Syaikh Yusuf Qardhawi, hlm. 196

5. Ujian dengan adanya perbuatan buruk dan kemaksiatan. Banyak orang yang tidak mengetahui hikmah dari semua ini. Padahal, tujuan ujian tersebut kadang untuk menguji kebenaran iman seseorang. (Mausu’ah Nadhratin Na’im, hlm. 12)

Ibnul Qayyim rahimahullah menunjukkan buah dari ujian ini dalam perkataannya, “Sekiranya tobat bukanlah suatu perkara yang paling Allah cintai, tentu manusia paling mulia tidak akan diuji dengan dosa yang dilakukannya. Tobat adalah puncak kesempurnaan anak Adam. Dan dengannya (iman) nenek moyang kita, Adam as, sempurna.” (Miftahu Daris Sa’adah, Ibnul Qayyim, I/286)


Friday, July 10, 2020

7 KESALAHAN MENDASAR HT

Ayik Heriansyah (Mantan Pengurus HTI, Sekarang Aktivis NU Jawa Barat)

1. Meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW pernah mendirikan Khilafah padahal Muhammad SAW adalah seorang Nabi dan Rasul bukan seorang Khalifah. Di Madinah Rasulullah SAW membangun sistem kehidupan seperti negara. Sebagai seorang Nabi dan Rasul, Muhammad SAW wajib diimani dan ditaati secara mutlak termasuk menjadikannya sebagai pemimpin politik. Oleh karenanya penyerahan kekuasaan tanpa syarat dari tokoh-tokoh Yatsrib merupakan bagian integral dari keimanan. Negara yang dibangunnya bersifat khas. Disebut Daulah Nubuwwah. Daulah Nubuwwah hanya ada ketika Nabi SAW masih hidup. Setelah itu berdiri Khilafah 'ala minhajin Nubuwwah/Khulafa'ur Rasyidin selama 30 tahun.

2. HTI mengklaim mengikuti metode (thariqah) Rasulullah dalam mendirikan Khilafah. Ini klaim dusta karena Nabi SAW tidak pernah mendirikan Khilafah lalu bagaimana mungkin Beliau SAW punya metode (thariqah) untuk mendirikan khilafah.

3. HTI mewajibkan thalabun nushrah (kudeta) sebagai jalan untuk meraih kekuasaan dalam mendirikan khilafah. Ini kewajiban yang mengada-ngada karena keempat khulafaur rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) mendapat kekuasaan melalui bai'at setelah dilakukan musyawarah dan pemilihan secara terbuka, jujur dan bebas (ridla wal ikhtiar). Keempat khalifah tersebut tidak pernah melakukan thalabun nushrah (kudeta) menjadi khalifah. Dalam konteks sekarang nashbul imam adalah pilpres.

4. HTI menyelewengkan makna khilafah/imamah di dalam kitab-kitab kuning dari nashbul imam menjadi iqamatul nizham. Tidak satupun ulama salaf yang memaknai khilafah/imamah dengan khilafah tahririyah.

5. HTI mengasosiasikan bahwa khilafah 'ala minhajin nubuwwah yang kedua adalah khilafah tahririyah yang khalifahnya pernah menjadi Amir Hizbut Tahrir padahal ulama Aswaja sepakat bahwa khilafah 'ala minhajin nubuwwah adalah khilafah mahdiyah yakni khilafah yang dipimpin oleh Imam Mahdi.

6. HTI menjadikan Nusantara sebagai wilayah tegaknya khilafah 'ala minhajin nubuwwah yang kedua padahal hadits-hadits tentang akhir zaman, Imam Mahdi, Dajjal, dll semuanya menunjukkan makna bahwa lokasi berdirinya Khilafah 'ala minhajin nubuwwah yang kedua atau khilafah mahdiyah adalah di Arab (Syam dan Jazirah Arab). Artinya HTI salah alamat.

7. HTI secara licik mengopinikan khilafah secara umum tanpa merinci bahwa khilafah yang mereka perjuangkan itu adalah khilafah tarhririyah bukan khilafah mahdiyah.