Wednesday, August 25, 2021

MEMBERSIHKAN HATI DAN PIKIRAN

9 Cara Membersihkan Hati & Pikiran Menurut Ajaran Islam

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, pasti kita pernah mendapatkan hal yang mengusik hati dan pikiran. Sayangnya, dalam Islam, hal tersebut dapat mempengaruhi kadar keimanan seseorang.

Untuk itu, coba lakukan beberapa hal di bawah ini untuk membersihkan hati dan pikiran berdasarkan ajaran agama Islam.

1. Berzikir

Allah SWT berfirman: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram”. ~Qs-13 Ar-Ra’d 28~

Nah, salah satu cara untuk selalu mengingat Allah dalam hati kita adalah dengan berzikir. Jadi, jangan lupa berzikir ketika hati atau pikiranmu sedang terusik dengan hal negatif!

2. Membaca Al-Qur'an

Membaca Al-Qur'an juga merupakan salah satu hal yang bisa kamu lakukan untuk membersihkan hati dan pikiran.

Hal ini sebagaimana tercantum dalam Qur'an Surat Az-Zumar ayat 23:

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpin pun” ~QS-39 Az Zumar : 23~

3. Shalat dengan khusyuk

Dalam Qur'an Surat Az-Zumar ayat 23, juga dijelaskan bahwa untuk membersihkan pikiran dan hati, umat muslim bisa melakukannya dengan cara mengingat Allah SWT. Salah satunya adalah dengan salat secara khusyuk. 

4. Bersilaturahmi

“Barang siapa menjamin untukku satu perkara, aku jamin untuknya empat perkara. Hendaklah dia bersilaturahmi (menjalinkan hubungan baik) niscaya keluarganya akan mencintainya, diperluas baginya rezeki, ditambah umurnya dan Allah SWT memasukkan ke dalam surga~HR. Ar-Rabii~

Sebagaimana disebutkan pada hadis di atas, maka bersilaturahmilah kamu untuk meringankan suatu perkara. Bahkan, Allah SWT senantiasa memperluas rezeki, menambah umur, dan memasukkan orang yang suka bersilaturahmi ke dalam surga.

5. Berwudhu

Dari Umar r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudu dan menyempurnakan wudunya, kemudian mengucapkan, “Asyhadu an laa laaha illallaahu wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu.” Akan dibukakan untuknya pintu-pintu surga yang delapan, ia dapat masuk dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” ~HR Muslim: 234~

Selain itu, terdapat hadist lain dari Abu Sa’id r.a secara marfu’ yang menyatakan,

“Barang siapa yang berwudu, lalu ia selesai dari wudunya, kemudian mengucapkan, “Subhaanakallaahumma wa bihamdika, asyhadu an laa ilaaha illaa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika” Allah akan menutup di atasnya (bacaan itu) dengan penutup, kemudian ia diangkat hingga ke bawah Arsy, dan tidak dibuka hingga hari kiamat.” ~HR Nasa’i dalam ‘Amal Yaul wa Lailah, hal. 147, Hakim: 1/752~

Keistimewaan Orang yang Berpuasa di Bulan Ramadan, Jauh dari Azab!

6. Bersedekah

Terdapat beberapa hadis dan firman Allah SWT yang menerangkan tentang keutamaan bersedekah, termasuk dapat membersihkan hati dan pikiran. Berikut ini beberapa di antaranya:

“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya” ~HR. Muslim~ 

“Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan salat, ia akan dipanggil dari pintu salat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah” ~HR. Bukhari Muslim~

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” ~Qs-57 Al Hadid : 18~

7. Memaafkan kesalahan orang lain

Ibnu Katsir rahimahullahu menerangkan:

“Bila kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu maka kebaikan ini akan menggiring orang yang berlaku jahat tadi merapat denganmu, mencintaimu, dan condong kepadamu sehingga dia (akhirnya) menjadi temanmu yang dekat”

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan:

“Allah SWT memerintahkan orang beriman untuk bersabar di kala marah, bermurah hati ketika diremehkan, dan memaafkan di saat diperlakukan jelek. Bila mereka melakukan ini maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga mereka dari (tipu daya) setan dan musuh pun tunduk kepadanya sehingga menjadi teman yang dekat” ~Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim 4/109~

Selain itu, terdapat pula beberapa firman Allah SWT dalam Al-Qur'an yang menerangkan hal serupa, misalnya:

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim” ~QS-42 Asy-Syura: 40)~

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Dan sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar” ~QS-41 Fushshilat : 34-35~

8. Mengingat bahwa semua hal akan mendapat balasan dari Allah SWT

Untuk membersihkan hati dan pikiran, juga bisa dilakukan dengan selalu mengingat bahwa semua hal akan mendapat balasan dari Allah SWT. Dengan itu, kamu bisa lebih tenang karena sadar bahwa segala hal yang baik akan diberikan ganjaran yang baik pula.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Quran Surat Al Zalzalah ayat 7-8:

”Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya Dirinya bakal menonton (balasan)nya. Serta, barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dirinya bakal menonton (balasan)nya pula” ~QS-99  Al Zalzalah: 7-8~

9. Mengingat dosa dan kematian

Hal terakhir yang bisa membuatmu lebih tenang dan menyingkirkan pikiran buruk serta membersihkan hati adalah mengingat dosa dan kematian. Sebagaimana diterangkan dalam Quran Surat Ali Imran ayat 185

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan"  ~QS-3 Ali Imran: 185~

Itu dia sembilan cara membersihkan hati dan pikiran berdasarkan ajaran agama Islam yang tertera dalam hadis dan Al-Qur'an. Ingatlah selalu, bahwa Allah SWT senantiasa memberikan ganjaran yang baik untuk hal yang baik pula.

Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin

Thursday, August 19, 2021

MEMAHAMI AS-SUNNAH (4)

 MEMAHAMI AS SUNNAH SESUAI PETUNJUK AL QUR'AN  (4)

Bagaimana Memahami Sebuah Hadits Shahih,

إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ

‘’Sungguh, ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka,’’   

Syaikh Dr Yusuf Al Qardhawi dalam kitabnya, "Bagaimana Memahami Hadits Nabi Saw (judul asli 'Kayfa Nata'amalu Ma'a As-Sunnah An Nabawiyyah')" mencoba menggali lebih dalam tentang hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim dan disyarah oleh Imam Nawawi tersebut diatas.

Beliau menemukan ulama lainnya yang juga mensyarah kitab Shahih Muslim, dan menukil pendapat salah satu diantaranya yaitu Al 'Alaamah Al Ibbiy yang mengomentari pendapat Imam Nawawi terhadap masa fatrah

Berkata Al-Ibbiy : "Perhatikan kontradiksi yang ada dalam ucapan Imam Nawawi tersebut. Sebab orang yang telah sampai kepadanya dakwah para Rasul , tidak disebut sebagai 'Ahl al Fatrah'. Adapun yang dimaksud dengan 'Ahl al Fatrah' adalah bangsa2 yang hidup diantara masa 2 orang Rasul.                                                                                              

Yang pertama, tidak diutus kepada mereka atau sebelum masa hidup mereka. Sedangkan Yang kedua, diutus setelah mereka meninggal dunia. 

Sebagai contoh, orang-orang badui (Arab) yang Nabi Isa as tidak diutus kepada mereka, sementara mereka tidak menjumpai masa kerasulan Nabi Muhammad Saw. Jadi masa fatrah adalah masa antara dua orang Rasul."

Untuk memperjelas komentar Al Alaamah al Ibbiy, Syaikh Dr Yusuf al Qardhawi merujuk beberapa firman Allah Swt yang menjelaskan hal (masa fatrah) ini antara lain :

Dalil kesatu.

لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّآ أُنذِرَ ءَابَآؤُهُمْ فَهُمْ غَٰفِلُونَ 

"Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, dan karena itu mereka lalai." ~QS-36 Ya-Sin : 6~

Dalil kedua. 

 لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّآ أَتَىٰهُم مِّن نَّذِيرٍ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ  

"Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka seorang pemberi peringatan sebelum kamu; semoga mereka menjadi orang-orang yang mendapat hidayah." ~QS-32 As-Sajdah : 3~

Dalil ketiga

وَمَا أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِنْ نَذِيرٍ

“Dan Kami tidak pernah mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatan."~QS Saba : 44~

Syaikh Dr Yusuf al Qardhawi lebih lanjut menjelaskan bahwa para fuqaha' (ahli fiqh) memaknai masa fatrah sebagai khusus masa antara Nabi Isa as dan Nabi Muhammad Saw berdasarkan riwayat Imam Bukhari dari sahabat Salman, yang lamanya  600 tahun

حَدَّثَنِي الْحَسَنُ بْنُ مُدْرِكٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ أَخْبَرَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ فَتْرَةٌ بَيْنَ عِيسَى وَمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِمَا وَسَلَّمَ سِتُّ مِائَةِ سَنَةٍ

"Telah menceritakan kepadaku Al Hasan bin Mudrik telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hammad telah mengabarkan kepada kami Abu 'Awanah dari 'Ashim Al Ahwal dari 'Utsman dari Salman berkata; "Masa fatrah (tidak ada risalah/wahyu dari Allah) antara Nabi 'Isa 'alaihis salam dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah enam ratus tahun".

[Hadits Shahih Al-Bukhari No. 3654 - Kitab Perilaku, budi pekerti yang terpuji. Islamnya Saman al Farisi]

Link ke Bagian Artikel selengkapnya:

MEMAHAMI AS-SUNNAH (1)

MEMAHAMI AS-SUNNAH (2)

MEMAHAMI AS-SUNNAH (3)

MEMAHAMI AS-SUNNAH (4)

Wednesday, August 18, 2021

MEMAHAMI AS-SUNNAH (3)

MEMAHAMI AS SUNNAH SESUAI PETUNJUK AL QUR'AN (3)

Bagaimana Memahami Sebuah Hadits Shahih,

 نَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ

Terjemahannya: ‘Sungguh, ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka,” ~HR Muslim~

Secara harfiah pemahaman yang kita dapati dari keterangan hadits di atas menunjukkan bahwa orang tua Rasulullah SAW termasuk ke dalam penghuni neraka. 

Tetapi sebenarnya ulama baik dari kalangan ahli hadits maupun kalangan ahli kalam berbeda pendapat perihal ini. 

Di antara ulama yang memaknai hadits ini secara harfiah adalah Imam An-Nawawi.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa orang yang meninggal dalam keadaan kufur bertempat di neraka. Kedekatan kerabat muslim tidak akan memberikan manfaat bagi mereka yang mati dalam keadaan kafir. Hadits ini juga menunjukkan bahwa mereka yang meninggal dunia di masa fatrah (masa kosong kehadiran rasul) dalam keadaan musyrik yakni menyembah berhala sebagaimana kondisi masyarakat Arab ketika itu, tergolong ahli neraka. Kondisi fatrah ini bukan berarti dakwah belum sampai kepada mereka. Karena sungguh dakwah Nabi Ibrahim AS, dan para nabi lainnya telah sampai kepada mereka. Sedangkan ungkapan ‘Sungguh, ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka’ merupakan ungkapan solidaritas dan empati Rasulullah SAW yang sama-sama terkena musibah seperti yang dialami sahabatnya perihal nasib orang tua keduanya. Ungkapan Rasulullah SAW ‘Ketika orang itu berpaling untuk pergi’ bermakna beranjak meninggalkan Rasulullah SAW.”  [Imam An-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj, Dar Ihyait Turats Al-Arabi, Beirut, Cetakan Kedua, 1392 H].

Sebaliknya, Syaikh Muhammad al Ghazali terang terangan menolak hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Nawawi tsb, karena bertentangan dengan firman Allah Swt seperti,

1).  

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا

"Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami (Allah) mengutus seorang rasul." ~QS-17 Al Isra’ : 15~

2)

وَلَوْ أَنَّا أَهْلَكْنَاهُمْ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِهِ لَقَالُوا رَبَّنَا لَوْلَا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولًا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَذِلَّ وَنَخْزَىٰ

"Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al Quran itu (diturunkan), tentulah mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah?" ~QS-20 Thaahaa : 134~

3)

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَىٰ فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلَا نَذِيرٍ ۖ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَشِيرٌ وَنَذِيرٌ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

"Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari'at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: "Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan". Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." ~QS-5 Al Ma'idah : 19~

Bersambung.....

Link ke Bagian Artikel selengkapnya:

MEMAHAMI AS-SUNNAH (1)

MEMAHAMI AS-SUNNAH (2)

MEMAHAMI AS-SUNNAH (3)

MEMAHAMI AS-SUNNAH (4)


Tuesday, August 17, 2021

MEMAHAMI AS-SUNNAH (2)

MEMAHAMI AS SUNNAH SESUAI PETUNJUK AL QUR'AN ! (2)

Terjemahannya: ‘Sungguh, ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka,’” (HR Muslim).

Secara harfiah pemahaman yang kita dapati dari keterangan hadits di atas menunjukkan bahwa kedua orang tua Rasulullah SAW termasuk ke dalam penghuni neraka. 

Tetapi sebenarnya ulama baik dari kalangan ahli hadits maupun kalangan ahli kalam berbeda pendapat perihal ini. 

Di antara ulama yang memaknai hadits ini secara harfiah adalah Imam An-Nawawi.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa orang yang meninggal dalam keadaan kufur bertempat di neraka. Kedekatan kerabat muslim tidak akan memberikan manfaat bagi mereka yang mati dalam keadaan kafir. Hadits ini juga menunjukkan bahwa mereka yang meninggal dunia di masa fatrah (masa kosong kehadiran rasul) dalam keadaan musyrik yakni menyembah berhala sebagaimana kondisi masyarakat Arab ketika itu, tergolong ahli neraka. Kondisi fatrah ini bukan berarti dakwah belum sampai kepada mereka. Karena sungguh dakwah Nabi Ibrahim AS, dan para nabi lainnya telah sampai kepada mereka. Sedangkan ungkapan ‘Sungguh, ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka’ merupakan ungkapan solidaritas dan empati Rasulullah SAW yang sama-sama terkena musibah seperti yang dialami sahabatnya perihal nasib orang tua keduanya. Ungkapan Rasulullah SAW ‘Ketika orang itu berpaling untuk pergi’ bermakna beranjak meninggalkan Rasulullah SAW.”  [Imam An-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj, Dar Ihyait Turats Al-Arabi, Beirut, Cetakan Kedua, 1392 H].

Sebaliknya, Syaikh Muhammad al Ghazali terang terangan menolak hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Nawawi tsb, karena bertentangan dengan firman Allah Swt seperti,

1).  

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا

"Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami (Allah) mengutus seorang rasul." ~QS-17 Al Isra’ :15~

2)

وَلَوْ أَنَّا أَهْلَكْنَاهُمْ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِهِ لَقَالُوا رَبَّنَا لَوْلَا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولًا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَذِلَّ وَنَخْزَىٰ

"Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al Quran itu (diturunkan), tentulah mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah?" ~QS-20 Thaahaa : 134~

3)

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَىٰ فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلَا نَذِيرٍ ۖ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَشِيرٌ وَنَذِيرٌ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

"Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari'at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: "Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan". Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." ~QS-5 Al Ma'idah : 19~

Syaikh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya, "Bagaimana Memahami Hadits Nabi Saw (judul asli 'Kayfa Nata'amalu Ma'a As-Sunnah An Nabawiyyah'" mencoba menggali lebih dalam tentang hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim dan disyarah oleh Imam Nawawi tsb. Beliau menemukan ulama lainnya yang juga mensyarah kitab Shahih Muslim dan menukil pendapat Al 'Alaamah Al Ibbiy (pensyarah Shahih Muslim) atas pendapat Imam Nawawi terhadap masa fatrah. 

Berkata Al-Ibbiy: "Perhatikan kontradiksi yang ada dalam ucapan Imam Nawawi tersebut. Sebab orang yang telah sampai kepadanya dakwah para Rasul , tidak disebut sebagai 'Ahl al Fatrah'. Adapun yang dimaksud dengan 'Ahl al Fatrah' adalah bangsa2 yang hidup diantara masa 2 orang Rasul. 

Yang pertama, tidak diutus kepada mereka (atau sebelum masa hidup mereka). Sedangkan Yang kedua, diutus setelah mereka meninggal dunia. 

Sebagai contoh, orang-orang badui (Arab) yang Nabi Isa as tidak diutus kepada mereka, sementara mereka tidak menjumpai masa kerasulan Nabi Muhammad Saw. Jadi masa fatrah adalah masa antara dua orang Rasul."

Untuk memperjelas komentar Al Alaamah al Ibbiy, Syaikh Yusuf Qardhawi merujuk beberapa firman Allah Swt yang menjelaskan hal (masa fatrah) ini antara lain :

i.)

لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّآ أُنذِرَ ءَابَآؤُهُمْ فَهُمْ غَٰفِلُونَ 

"Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, dan karena itu mereka lalai." ~QS-36 Ya-Sin : 6~

ii). 

 لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّآ أَتَىٰهُم مِّن نَّذِيرٍ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ  

"Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka seorang pemberi peringatan sebelum kamu; semoga mereka menjadi orang-orang yang mendapat hidayah." ~QS-32 As-Sajdah : 3~

iii.)

وَمَا أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِنْ نَذِيرٍ

Dan Kami tidak pernah mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatan." ~QS-34 Saba – 44~

Syaikh Yusuf Qardhawi lebih lanjut menjelaskan bahwa para fuqaha' (ahli fiqh) memaknai masa fatrah sebagai khusus masa antara Nabi Isa as dan Nabi Muhammad Saw (berdasarkan riwayat Imam Bukhari dari sahabat Salman) yang lamanya 600 tahun. 

حَدَّثَنِي الْحَسَنُ بْنُ مُدْرِكٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ أَخْبَرَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ فَتْرَةٌ بَيْنَ عِيسَى وَمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِمَا وَسَلَّمَ سِتُّ مِائَةِ سَنَةٍ

"Telah menceritakan kepadaku Al Hasan bin Mudrik telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hammad telah mengabarkan kepada kami Abu 'Awanah dari 'Ashim Al Ahwal dari 'Utsman dari Salman berkata; "Masa fatrah (tidak ada risalah/wahyu dari Allah) antara Nabi 'Isa 'alaihis salam dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah enam ratus tahun". [Hadits Shahih Al-Bukhari No. 3654 - Kitab Perilaku, budi pekerti yang terpuji.Islamnya Salman al Farisi]

Syaikh Dr Yusuf Qardhawi akhirnya menjelaskan bahwa, untuk dapat memahami As-Sunnah dengan pemahaman yang benar, jauh dari penyimpangan, pemalsuan, dan penafsiran yang buruk maka haruslah dipahami sesuai dengan petunjuk Al Qur'an. 

Yaitu dalam kerangka bimbingan Ilahi yang pasti benarnya dan tak diragukan keadilannya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt,

 وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا ۚ لَّا مُبَدِّلَ لِكَلِمَٰتِهِۦ ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ 

"Dan telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. ~QS-6. Al-An’am : 115~

Menurut syaikh Yusuf al Qardhawi, "Al-Qur'an adalah 'ruh' dari eksistensi Islam, dan merupakan azas bangunannya. Ia merupakan konstitusi dasar yang paling pertama dan utama, yang kepadanya bermuara semua perundang undangan Islam.

Sedangkan As-Sunnah adalah penjelasan terinci tentang isi konstitusi tsb, baik dalam hal-hal yang bersifat teoritis ataupun penerapan secara praktis. Itulah tugas Rasulullah Saw., "menjelaskan bagi manusia apa yang diturunkan kepada mereka."

Oleh sebab itu, tidaklah mungkin sesuatu yang merupakan "pemberi penjelasan" bertentangan dengan "apa yang hendak dijelaskan" itu sendiri. Atau, "cabang" berlawanan dengan "pokok". 

Maka, penjelasan yang bersumber dari Nabi Saw. selalu dan dan senantiasa berkisar disekitar Al-Qur'an, dan tidak mungkin akan melanggarnya.

Karena itu, tidak mungkin ada suatu hadits (sunnah) shahih yang kandungannya berberlawanan dengan ayat2 Al Qur'an yang muhkamat, yang berisi keterangan2 yang jelas dan pasti.

Dan kalaupun ada sebagian dari kita memperkirakan adanya pertentangan seperti itu, maka hal itu pasti disebabkan tidak shahihnya hadits yang bersangkutan, atau pemahaman kita yang tidak tepat, ataupun apa yang diperkirakan sebagai "pertentangan" itu hanyalah bersifat semu, bukanlah pertentangan yang hakiki.'"

Itulah pendapat yang disampaikan syaikh Yusuf al Qardhawi dalam kitabnya, "Bagaimana Memahami Hadits Nabi Saw."

Karena itu tidak sepantasnya seorang muslim menyebut orangtua Rasullullah adalah orang2 musyrik dan tempatnya di neraka. Sebab hal itu memperlihatkan kurangnya adab, ceroboh dalam dalam berfatwa, dan rendahnya rasa kecintaan kepada Rasulullah ! 

Allah Swt berfirman” 

 إِنَّ ٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِينًا  

"Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan."

Dan Rasulullah menjelaskan dalam sebuah hadits bahwa, 

وَرَوَي البيهاقي, وَابْن عَسَاكِرِ عَن اَنَسٍ رضي الله عنه قال:خَطَبَ النَّبِي صلي الله عليه وسلم فقال اَنَا محمد بْنِ عبد الله بْنِ المطلب بْنِ هَاشِمٍ بْنِ عبد مَنَافٍ بْنِ قُصَي بْنِ كِلَابِ بْنِ مرة بْنِ كَعَبِ بْنِ لُؤَي بْنِ غَالِبِ بْنِ فَهَرِ بْنِ ماَلِكِ بْنِ النِضَر بْنِ كِنَانَةِ بْنِ خريمة بْنِ مدركة بْنِ اِليَاسٍ بْنِ مُضَر بْنِ نِزَارٍ , وَمَا اِفْتَرَقَ النَّاسُ فِرْقَيْنِ اِلاَّ جَعَلَنِي الله فِي خَيْرِهِمَا فَأَخْرَجْتُ مِنْ أَبوي, فَلَم يَصِبنِي شَيٌء مِن عَهْرِ الْجَاهِلِيَّةِ , وخَرَجتُ مِن نِكَاحٍ, وَلَم أَخرُج مِن سِفَاحٍ مِن لَدُنِ اَدَمَ حَتى اِنُتَهَيُت اِلَي أَبِي وأُمِّي فَأَناَ خيرُكُم نفسا و خَيْرُكمْ اَباً

Beliau bersabda : “Aku Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muthalib bin Hasyim bin Abdil Manaf bin Qusai bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luai bin Galib bin Fahar bin Malik bin Nazar bin Kinanah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudzar bin Nizar. Tidaklah terbagi dua kelompok kecuali aku adalah yang terbaik diantaranya maka aku dilahirkan dari orang tuaku dan aku tidak pernah terkena dengan kotoran jahiliyah. Aku dilahirkan dari pernikahan yang sah , dan aku tidak dilahirkan dari Adam hingga sampai kepada Ayahku dan ibuku. Aku adalah sebaik-baik manusia dan aku mempunyai ayah yang terbaik." [Diriwayatkan oleh Baihaqi dan Ibnu A’sakir dari Anas ra]

Semoga kita selalu dalam bimbingan dan petunjuk Allah Swt dan Rasul-Nya. 

Aamiin ya rabbalalamin.

Link ke Bagian Artikel selengkapnya:

MEMAHAMIAS-SUNNAH (1)

MEMAHAMIAS-SUNNAH (2)

MEMAHAMIAS-SUNNAH (3)

MEMAHAMIAS-SUNNAH (4)

Monday, August 16, 2021

MEMAHAMI AS-SUNNAH (1)

MEMAHAMI AS SUNNAH SESUAI PETUNJUK AL QUR'AN ! (1)

Syaikh Dr Yusuf Qardhawi dalam kitab "Bagaimana Memahami Hadits Nabi Saw (judul asli 'Kayfa Nata'amalu Ma'a As-Sunnah An Nabawiyyah')" menjelaskan bahwa, untuk dapat memahami As-Sunnah dengan pemahaman yang benar, jauh dari penyimpangan, pemalsuan, dan penafsiran yang buruk maka haruslah dipahami sesuai dengan petunjuk Al Qur'an. Yaitu dalam kerangka bimbingan Ilahi yang pasti benarnya dan tak diragukan keadilannya.

 وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا ۚ لَّا مُبَدِّلَ لِكَلِمَٰتِهِۦ ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ 

"Dan telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui”

~ QS. Al-An’am Ayat 115 ~

Jelaslah bahwa Al-Qur'an adalah "ruh" dari eksistensi Islam, dan merupakan azas bangunannya. Ia merupakan konstitusi dasar yang paling pertama dan utama, yang kepadanya bermuara semua perundang undangan Islam.Sedangkan As-Sunnah adalah penjelasan terinci tentang isi konstitusi tsb, baik dalam hal-hal yang bersifat teoritis ataupun penerapan secara praktis. Itulah tugas Rasulullah Saw, "menjelaskan bagi manusia apa yang diturunkan kepada mereka."Oleh sebab itu, tidaklah mungkin sesuatu yang merupakan "pemberi penjelasan" bertentangan dengan "apa yang hendak dijelaskan" itu sendiri. Atau, "cabang" berlawanan dengan "pokok". Maka, penjelasan yang bersumber dari Nabi Saw. selalu dan dan senantiasa berkisar disekitar Al-Qur'an, dan tidak mungkin akan melanggarnya.

Karena itu, tidak mungkin ada suatu hadits (sunnah) shahih yang kandungannya berberlawanan dengan ayat2 Al Qur'an yang muhkamat, yang berisi keterangan2 yang jelas dan pasti.

Dan kalaupun ada sebagian dari kita memperkirakan adanya pertentangan seperti itu, maka hal itu pasti disebabkan tidak shahihnya hadits yang bersangkutan, atau pemahaman kita yang tidak tepat, ataupun apa yang diperkirakan sebagai "pertentangan" itu hanyalah bersifat semu, bukanlah pertentangan yang hakiki.

Ini berarti bahwa As-Sunnah harus dipahami dalam kerangka petunjuk al-Qur'an.    

Dimasa lalu, setelah wafatnya para Sahabat muncullah kaum Mu'tazilah yang telah amat jauh menyimpang dari kebenaran, ketika mereka berani menolak hadits-hadits yang shahih dan dikenal secara luas mengenai diberikannya syafaat di akhirat, kepada Rasulullah Saw dan saudara2 beliau para Nabi serta para malaikat, dan kaum mukminin yang saleh. 

Yakni syafaat yang ditujukan untuk orang2 yang berdosa dari kalangan ahli Tauhid. 

Dan Allah Swt akan memuliakan mereka dengan karunia dan rahmat-Nya, serta syafaat dari para ahli syafaat tersebut, sehingga mereka tidak akan masuk neraka sama sekali, atau memasukinya untuk sementara, sampai keluar lagi setelah suatu masa tertentu; dan pada akhirnya masuk surga untuk selama lamanya.

Hal ini adalah diantara kemurahan Allah Swt atas hamba2-Nya, dengan mendahulukan sifat rahmahNya atas sifat keadilan-Nya. Yaitu dengan menjadikan ganjaran atas suatu perbuatan baik, sebanyak sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat atau lebih dari itu.

Dan menjadikan hukuman atas suatu perbuatan buruk , hanya sebanding dengannya saja, atau bahkan mengampuninya sama sekali.  

Dan dijadikan-Nya pula pelbagai penghapus dosa-dosa, berupa shalat lima waktu, shalat Jum'at, puasa ramadhan, dan shalat2 sunnah pada malam harinya, sedekah-sedekah, haji dan umroh, tasbih, tahlil, takbir, tahmid serta berbagai zikir dan do'a lainnya.

Bahkan kesusahan apa saja yang menimpa diri seorang Muslim, baik yang berupa kelelahan, penyakit menahun, kerisauan hati, kesedihan ataupun gangguan yang sekecil-kecilnya, tertusuk duri dan lain2nya.... Semua itu merupakan peluang bagi diperolehnya pengampunan Allah Swt atas kesalahan-kekeliruan (dosa-dosa) yang dilakukan olehnya.

Disamping itu pula, Allah Swt menjadikan doa orang2 mukmin baginya setelah ia wafat, baik yang berasal dari keluarga ataupun selain mereka, semuanya bermanfaat baginya dalam kuburnya.

Maka berdasarkan itu semua, tidaklah mengherankan apabila Allah Swt memuliakan hamba-hamba-Nya yang terpilih dan yang baik-baik, dengan mengizinkan mereka bersyafaat bagi siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya, yang meninggal dunia dengan menyandang kalimat Tauhid.           

Bersambung.........

Link ke Bagian Artikel selengkapnya:

MEMAHAMIAS-SUNNAH (1)

MEMAHAMIAS-SUNNAH (2)

MEMAHAMIAS-SUNNAH (3)

MEMAHAMIAS-SUNNAH (4)

Sunday, August 15, 2021

ALLAH PEMBERI KEKUASAAN

KAJIAN AL QUR’AN

ALLAH PEMBERI KEKUASAAN

Pengajian Subuh Masjid At Taubah – Ustadz Abdullah Amin – Bekasi, Kamis, 16 Agustus  2018

Topik kajian kali ini membahas tentang ALLAH PEMBERI KEKUASAAN dalam surat Ali Imran : 26-27  serta surat-surat/ayat-ayat lainnya yang berkenaan dengan topik tersebut

QS 3 : 26-27; Suatu peringatan, bukan doa à menyatakan berserah diri kepada Allah. Allah pemilik kekeuasaan, maalikul mulki – Raja di Raja. Kekauasaan di beri oleh Allah dan bisa dicabut oleh-Nya. Maalikul Mulki hanya boleh untuk Allah. Tangzi’ul-mulka, artinya dicabut kekuasannya, ia bisa dihinakan, dihujat. Tapi tetap ditangan Allah segala kebaikan, walaupun kekuasaan dicabut Allah. Siapapun yang berkuasa itu adalah atas kehendak Allah.

QS 25 : 59-60;  Perintah sujud kepada Ar-Rahmaan = Pengasih. Yang benar Ar-Rahmaan pengasih, bukan penyayang. Kalau Penyayang = Ar-Rohiim. Pengasih = pemurah – Ar-Rahmaan hanya untuk Allah.

QS 17 : 110; Serulah Allah atau serulah Ar-Rahmaan

QS 9 : 128; Ra’ufur Rahiim = Nabi Muhammad penyantun

QS 33 : 43; Dia Maha Penyayang pada orang mukmin. Nama yang tidak boleh diberikan kepada selain Allah: 1) Allah, 2) Ar-Rahmaan, 3) Maalikul Mulki

Kutipan ayat Al Qur’an yang menegaskan firman Allah tentang ALLAH PEMBERI KEKUASAAN

(26)Katakanlah (Muhammad): "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kekuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

(27) Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab [batas]."” ~QS (3) Ali Imran : 26-27~

---------------------------------------------------------------------------------

dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan [penerimaan taubat] mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit [pula terasa] oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari [siksa] Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (118)” ~QS (9) At Taubah ; 118~

-------------------------------------------------------------------------------

Katakanlah (Muhammad): "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna [nama-nama yang terbaik] dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu" (110)” ~QS (17) Al Israa’ : 110~

--------------------------------------------------------------------------------

(59)“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ’Arsy, [Dialah] Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah [tentang Allah] kepada yang lebih mengetahui [Muhammad]. 

(60) Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Pengasih", mereka menjawab: "Siapakah yang Maha Pengasih itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami [bersujud kepada-Nya]?", dan [perintah sujud itu] menambah mereka jauh [dari iman].~QS (25) Al Furqaan : 59-60~

--------------------------------------------------------------------------------

Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya [memohonkan ampunan untukmu], supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya [yang terang]. Dan adalah Dia Maha Pengasih kepada orang-orang yang beriman. (43)” ~QS (33) Al Ahzab : (43)~

------------------------------------------------------------------------------------------

Disarikan oleh H.R.Mimuk Bambang Irawan - Jakasampurna, Bekasi, Kamis, 16 Agustus  2018 

KAJIAN SELANJUTNYA : NAMA ISTRI DALAM AL QUR'AN