Friday, November 23, 2012

MERAJUT CINTA ALLAH

MERAJUT CINTA ALLAH UNTUK MENINGKATKAN KETAQWAAN KEPADANYA

Keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dapat ditanamkan pada setiap orang, termasuk diri kita melalui beberapa tahapan. Tentunya sebagai bahan untuk menanam keimanan kepada Allah ini, haruslah ada benih yang akan kita tanam. Dalam hal ini benih itu adalah pengakuan akan existensi Allah.

Banyak orang yang tidak beriman kepada Allah karena tidak mengakui existensi Allah itu. Mereka beranggapan bahwa kehidupan manusia ya memang tidak ada kaitannya sama sekali dengan suatu dzat yang resourceful dan powerful yang menciptakan dan mengontrol kita semua. Bagaimana mau beriman kepada suatu yang tak ada, begitulah kira-ki
ra anggapan mereka.

Tapi kita bukan akan membahas mengenai bagaimana supaya orang yang tak percaya menjadi percaya. Yang akan kita coba renungkan kali ini adalah bagaimana kita bisa semakin beriman kepada Allah itu. Beginilah kiranya tahapan itu.

Pertama
, kita harus semakin mempertebal keyakinan akan adanya Allah.

Bagaimana caranya? Dengan merenung! Al-Qur’an banyak sekali memberikan tuntunan dalam berbagai ayat yang menjelaskan tentang existensi Allah. Kita diminta untuk merenungi ayat-ayat Allah disekeliling kita. Ada banyak hal yang tak dapat ditangkap dengan ilmu yang kita miliki, namun bisa dicerna dengan mata hati.

Satu contoh saja, siapa pencipta alam semesta yang demikian luas? Sebagai ilustrasi, jarak bumi dengan bintang terdekat saja (ini belum yang terjauh) diketahui sebesar 3,4 tahun cahaya. Kecepatan cahaya ditengarai 300.000 km per detik. Satu tahun cahaya kira-kira setara dengan 9,46052973 X (10 pangkat 15) meter! (coba hitung dengan kalkulatormu, pasti enggak ketemu jawabnya). Itu baru 1 tahun cahaya, belum 3,4 tahun. Jadi sungguh amat sangat jauh, alam ini seakan-akan tak bertepi.

Pertanyaannya lagi; siapa pencipta dan pengaturnya? Makin banyak kita merenungi ayat-ayat Allah tentang berbagai fenomena alam dan kehidupan, maka akan semakin mempertebal keyakinan kita akan existensi Allah itu.

Kedua
, mengenal Allah lebih jauh.

Bersamaan dengan keyakinan yang semakin tebal akan existensi Allah, maka kita perlu mengenal Allah lebih jauh. Untuk mengenal Allah, kita tak mungkin bertatap muka secara fisik dengan Allah. Namun kita bisa mengenalNya melalui sifat-sifatNya yang tercermin dalam 99 asmaul husna. Hayati makna satu persatu asma Allah itu.

Dengan mengenal sifat-sifat Allah, maka tumbuh semacam pemahaman di hati kita bahwa Allah-lah andalan kita untuk segala-galanya. Allah-lah semata-mata tempat bagi kita untuk memohon hidayah, kekuatan lahir bathin, pertolongan, ampunan, berdoa, bersyukur, berkeluh kesah, memuji dan memuja, menumbuhkan harapan dan semangat, ya semuanya.

KepadaNya-lah kita akan kembali. Dalam setiap nama Allah yang mencerminkan sifatNya, terdapat suatu nilai yang infinit yang tak terjangkau oleh pemahaman akal manusia yang memiliki banyak keterbatasan. Kalau Allah itu Maha Agung, maka dapatkah kita membayangkan Keagungan Allah itu? Paling-paling bayangan kita tentang Keagungan Allah itu sangat dan sungguh sangat jauh dari kenyataan yang sebenarnya. That is beyond our limits.

Ketiga
, menanamkan rasa cinta kepada Allah.
Dengan mengenal sifat-sifat Allah, maka kita semakin yakin bahwa sesungguhnya, Allah sangat murah hati terhadap manusia, terhadap kita. Tak kenal maka tak sayang, demikian kata pepatah. Dengan mengenal Allah secara komprehensif, lebih-lebih sifat-sifat yang mengutamakan dan “memanjakan” manusia, maka tahulah kita bahwa Allah sesungguhnya amat mencintai umatNya.

Allah menyediakan berbagai sarana dan bahan agar manusia bisa hidup dan mengabdi kepadaNya. Sayangnya tidak banyak manusia yang menyadari ini. Coba bayangkan, bagaimana kita bisa hidup tanpa oksigen di udara, air dan bumi tempat berpijak. Itu semua karunia Allah, belum lagi sarana berupa akal yang build-indalam diri manusia.

Masihkan kita meragukan kecintaan Allah kepada kita? Dengan cinta Allah yang begitu besar dan tak terbatas, apakah pantas kita mengkhianati cinta Allah dan berpaling dariNya. Sangatlah wajar bila kita membalas cinta Allah itu dengan melakukan segala perbuatan yang diridho’i Allah swt.

Keempat
, membangkitkan rasa “takut” kepada Allah.

Rasa takut yang kita bangkitkan bukanlah rasa takut akan hukuman dan siksa Allah karena pembangkangan kita atas perintahNya, melainkan rasa takut yang lain. Bagai dua sejoli yang saling mencinta, ada rasa takut untuk menyakiti, mengecewakan, menyinggung perasaan sang buah hati. Ada perasaan takut akan ditinggalkan atau berpisah bila kita mengecewakannya.

Demikianlah rasa takut yang harus kita tanamkan kepada Allah swt. Dengan rasa takut yang demikian, maka kita akan lebih mudah mengikuti perintahNya. Karena apa? Karena kepatuhan kita kepadaNya didasari oleh rasa cinta kita kepadaNya, sehingga ada perasaan ikhlas dalam menjalani perintahNya.

Bagaimana pendapat Anda?

Penulis: H. R. Bambang Irawan