Wednesday, December 1, 2021

7 MARTABAT NAFSU

JALAN MENUJU ALLAH...

Melalui jalan meningkatkan martabat nafsu dalam diri..

Para ulama tasawuf berpandangan bahawa, untuk peningkatan jiwa manusia dari tingkat rendah ke tingkat tinggi dan sempurna harus melalui 7 martabat nafsu, iaitu:

1. Nafsu Ammarah

2. Nafsu Lawwamah

3. Nafsu Mulhamah

4. Nafsu Muthmainnah

5. Nafsu Radhiah

6. Nafsu Mardhiah

7. Nafsu Kamilah

Berikut analisa untuk masing-masing martabat nafsu tersebut:

1. Nafsu Amarah

Perangai orang pada martabat nafsu ini selalu memperturutkan kehendak hawa nafsu dan bisikan syaitan. Kerana itu nafsu amarah ini kerjanya senantiasa menyuruh berbuat maksiat, baik ia tahu perbuatan itu jahat atau tidak. Bagi dia baik dan buruk adalah sama saja. Kejahatan dipandangnya tidak menjadikan apa-apa bila dikerjakan. Dia tidak mencela kejahatan, bahkan sebaliknya selalu sinis dan suka mencela segala bentuk kebaikan yang diperbuat orang lain. Nafsu ammarah ini adalah derajat yang paling rendah sekali, dan sangat berbahaya serta merugikan diri pribadi yang sekaligus akan menyeretnya ke lembah kehinaan.

Sebagian dari sifat-sifat orang pada martabat nafsu amarah ini ialah:

Bakhil atau kikir

Tamak dan loba kepada harta benda

Berlagak sombong dan 

Takabbur (membanggakan diri)

Suka bermegah-megahanan dan bermewah-mewahan

Ingin namanya terkenal dan populer

Hasad dan dengki

Berniat jahat dan khianat

Lupa kepada Allah SWT

Dan lain-lain sifat tercela.

Orang pada martabat nafsu amarah ini hendaknya selalu berdzikir “nafi dan isbat” dan banyak ingat kepada Allah ketika berdiri, duduk dan berbaring, disamping zikrul maut (ingat pada mati).

2. Nafsu Lawwamah

Orang pada martabat nafsu ini suka mengritik atau mencela kejahatan dan membencinya. Apabila ia terlanjur berbuat kejahatan, ia lekas menyedari dan menyesali dirinya. Memang dia menyukai perbuatan baik, tapi kebaikan ini tidak dapat dipertahankan secara terus menerus kerana dalam hatinya masih bersarang maksiat-maksiat batin. Meskipun hal ini diketahuinya tercela dan tidak disukainya, namun selalu saja maksiat batin itu menyerangnya. Sehingga apabila kuat serangan maksiat batin itu, maka sekali-kala dia berbuat maksiat dzohir kerana tidak mampu melawannya. Meskipun demikian dia tetap berusaha menuju keredhaan Allah sambil mengucap istighfar memohon ampun dan menyesal atas kemaksiatan yang diperbuatnya.

Diantara sifat-sifat tercela dari nafsu lawwamah ini adalah:

Menyadari kesalahan diri atau menyesal berbuat kejahatan

Timbul perasaan takut kalau bersalah

Kritis terhadap apa saja yang dinamakan kejahatan

Heran kepada diri sendiri, mengira dirinya lebih baik dari orang lain (ujub)

Memperbuat suatu kebaikan agar dilihat dan dikagumi orang (riya’)

Menceritakan kebaikan yang telah diperbuatnya supaya mendapat pujian orang (sum’ah)

Dan lain-lain sifat tercela didalam hati.

Orang yang berada pada martabat nafsu lawwamah ini hendaklah memperbanyak dzikir qolbu atau hatim. Dzikir lisan atau lidah sudah berpindah masuk kedalam hati sehingga hati hidup bergerak dengan zikir tanpa menggunakan lidah lagi.

3. Nafsu Mulhamah

Martabat nafsu mulhamah ini adalah nafsu yang sudah menerima latihan beberapa proses pensucian dari sifat-sifat hati yang kotor dan tercela melalui cara kehidupan orang-orang tasawwuf (sufi).

Orang pada martabat nafsu mulhamah ini boleh dikatakan baru mulai masuk tingkat kesucian, baru mulai mencapai fana, tetapi belum teguh dan mantap karena ada kemungkinan sifat-sifat terpuji itu akan lenyap dari dirinya.

Sifat-sifat yang timbul dari nafsu mulhamah ini antara lain:

Tidak menyayangi harta benda (pemurah)

Merasa cukup dengan apa yang ada (qona’ah)

Mempunyai ilmu laduni, iaitu ilmu yang didapat dari ilham

Timbul perasaan merendahkan diri kepada Allah (Tadlarru’)

Taubat, memohon ampun kepada Allah dari dosa yang telah dikerjakan

Sabar dalam segala hal yang menimpa

Tenang menghadapi segala kesulitan

Orang yang telah mencapai martabat nafsu mulhamah ini hendaklah memperbanyak dzikir sir atau dzikir rahasia. Ketika berdzikir hendaklah menghadirkan “Wujud Allah” yang mutlak, karena tiada wujud yang mutlak melainkan Allah.

4. Nafsu Muthmainnah

Apabila orang pada martabat nafsu mulhamah tetap dalam proses mencapai maqam haqikat dan ma’rifat, maka akan melekatlah di lubuk hatinya sifat-sifat terpuji itu, dan terkikis habislah sifat-sifat yang tercela. Maka pada waktu itulah dia masuk ke dalam martabat nafsu muthmainnah. Nafsu ini adalah sebagai permulaan mencapai darjat sufi atau wali.

Orang yang telah mencapai martabat nafsu ini senantiasa merasa hatinya seolah-olah berada bersama Allah (Ma’allah).

Diantara sifat-sifat keruhanian yang timbul dari nafsu muthmainnah adalah:

Pemurah dan suka bersedekah

Menyerahkan diri kepada Allah (Tawakkal)

Bersifat arif dan bijaksana

Kuat beramal dan kekal mengerjakan sholat

Mensyukuri nikmat yang diperoleh dengan membesarkan Allah

Menerima dengan rasa puas apa yang dianugerahkan Allah (redha) menerima qada' dan qadar

Takwa kepada Allah (Taqwallah)

Dan lain-lain sifat yang mulia.

Inilah nafsu muthmainnah, nafsu yang tenang, yang diseru Allah masuk ke dalam Surga-Nya.

Orang yang telah berada pada martabat nafsu ini dzikirnya tetap hidup dalam rahasia (sir) yaitu batin bagi ruh.

5. Nafsu Radhiah

Martabat Nafsu radhiah ini darjatnya lebih tinggi dari martabat nafsu muthmainnah. Nafsu radhiah ini sangat dekat dengan Allah dan menerima dengan perasaan redha segala hukum Allah. Kerana itu segala masalah kehidupan duniawi sama saja bagi para wali martabat nafsu radhiah ini. Nilai wang sama saja dengan kertas biasa. Mereka tidak takut atau khuatir  kepada siapapun yang akan mengganggu, dan tidak pula bersedih hati atas segala penderitaan sebagaimana kesedihannya yang diderita orang-orang awam.

Sifat-sifat keruhanian yang timbul dari nafsu radhiah ini antara lain adalah:

Zuhud dari dunia

Ikhlas kepada Allah

Wara’ dalam ibadat

Meninggalkan segala sesuatu yang bukan pekerjaannya

Menunaikan dan menetapkan hukum-hukum Allah

Dan lain-lain perangai mulia dan terpuji

Hati orang yang telah mencapai martabat nafsu radhiah ini senantiasa merasa seolah-olah ia berada dalam Allah (Fillah).

Dzikir orang martabat ini tetap hidup dalam persembunyian rahsia (sirrus sirr).

6. Nafsu Mardhiah

Martabat nafsu mardhiah ini lebih tinggi dari martabat nafsu radhiah, kerana segala perilaku orang nafsu ini, baik perkataan maupun perbuatan adalah diredhai Allah dan diakui-Nya. Oleh karena itu, jadilah jiwanya, perasaannya, lintasan hatinya, gerak-geriknya, pendengarannya, penglihatannya, perkataannya, gerak kaki dan tangannya, kesemuanya itu adalah diredhai Allah belaka.

Diantara sifat-sifat akhlak mulia dan terpuji yang timbul dari martabat nafsu ini adalah sebagai berikut:

Baik budi pekertinya seperti akhlak Nabi-nabi

Ramah tamah dalam pergaulan dengan masyarakat sebagaimana perangai para Nabi

Senantiasa merasa berdampingan dengan Allah

Selalu berfikir pada kebesaran Allah

Redha dengan apa saja pemberian Allah

Dan lain-lain budi pekerti yang luhur dan terpuji

Dalam perjalanannya, hati orang martabat nafsu mardhiah ini seolah-olah merasa dalam keadaan dengan Allah semata-mata (Billah). Dan terus menerus mengambil ilmu daripada Allah. Setelah melalui martabat fana’, dia akan kembali ke maqam baqa. Dengan kata lain setelah ia sampai kepada Allah, maka kembali lagi kepada makhluk. Dan ketika itu dapatlah ia menceburkan diri dalam kehidupan masyarakat, memberi petunjuk dan menuntun ummat ke jalan syariat agama Allah yang benar.

Dzikir orang martabat nafsu ini tetap hidup dalam persemadian rahsia (khafi) iaitu batin bagi “sirrus sirri”.

7. Nafsu Kamilah

Martabat nafsu kamilah ini adalah nafsu yang tertinggi dan teristimewa dari maqam wali yang lain, karena ia dapat menghimpun antara bathin dan lahir antara hakikat dan syariat. Kerananya dia dinamakan maqam “Baqa Billah” atau “Kamil Mukammil” atau “Insanul Kamil”. Jelasnya ruh dan hatinya “Kekal dengan Allah”, tetapi zhahir tubuh kasarnya bersama-sama dengan pergaulan masyarakat, menjadi pemimpin membina masyarakat ke arah jalan yang diredhai Allah. Hati mereka kekal dengan Allah meskipun di waktu tidur, karena mereka dapat musyahadah dengan Allah dalam setiap waktu. Maqam “Baqa Billah” ini tidak dapat dinilai dengan kebendaan berbentuk apa saja di alam ini, karena itu ia merupakan maqam khawasul khawas. Segala gerak geri dan perilaku orang martabat nafsu kamilah ini adalah ibadat semata-mata.

Oleh karena itu,  perkuatkan amal soleh, berusahalah mencapai tingkatan martabat nafsu paling tinggi,  bukan kerena menghendaki darjat wali atau karomah,  tapi kerana ingin kan Allah semata-mata

No comments:

Post a Comment