Wednesday, August 29, 2018

LA ILAHA ILALLAH

LA ILAHA ILALLAH    
Suatu ketika, seorang Kyai yang sedang mengajar para santrinya, menjelaskan makna dari kalimat "La ilaaha illallah" kepada para santrinya. Tak hanya itu, beliau juga berusaha menanamkan kalimat "La ilaaha illallah" hingga ke dalam jiwa santri-santrinya.
Kemudian, sebagai bentuk takzim kepada Kyainya itu, ada salah seorang santri yang memang mampu dan berkecukupan harta menghadiahkan seekor burung kakak tua untuk Sang Kyainya. Sang Kyai pun menerima hadiah tersebut dengan senang hati. Burung itu pun dirawatnya dengan baik. 
Semakin hari Sang Kyai pun makin suka dengan burung itu dan sering membawa burung itu pada saat mengajar santri-santrinya. Sehingga burung kakak tua itu pun belajar mengucapkan kalimat tauhid "La ilaha illallah". Sampai akhirnya, burung kakak tua itu pun lancar dan pandai sekali mengucapkan (laa ilaaha illallah) siang dan malam.
Suatu ketika, para santri mendapati Sang Kyai sedang menangis. Ketika ditanya apa yang membuat Sang Kyai menangis, dengan terbata-bata beliau mengatakan, kucing telah menerkam burung kakak tua dan membunuhnya.
Para santri pun bertanya dengan heran, "Karena inikah engkau menangis, Wahai Kyai? Kalau engkau menginginkan lagi, kami mampu datangkan burung baru bahkan yang jauh lebih baik."
Sang Kyai berkata, "Bukan karena itu aku menangis. Tetapi, yang membuat aku menangis adalah ketika burung itu diserang kucing, burung itu hanya menjerit-jerit saja sampai mati. Padahal siang malam burung itu sering sekali mengucapkan kalimat 'laa ilaaha illallah'. Tetapi, ketika diterkam kucing, ia lupa kalimat tersebut. Tidak mengucapkan apapun kecuali hanya menjerit dan merintih.....!!!"
Sang Kyai melanjutkan, "Sepanjang hayatnya, burung itu hanya mengucapkan 'laa ilaaha illallah' dengan lisannya saja. Sementara hatinya tidak memahami dan tidak menghayatinya."
Sang Kyai kemudian berkata lagi, "Aku khawatir kalau nanti kita seperti kakak tua itu. Saat hidup, kita mengulang-ulang kalimat 'laa ilaaha illallah' dengan lisan kita, tapi ketika maut datang, kita pun lupa. Jangankan mampu mengucapkannya, mengingatnya saja tidak mampu, ini karena hati kita belum menghayatinya."
Kemudian para muridnya pun menangis, mendengar penjelasan Sang Kyai.
Lalu, bagaimana dengan diri kita, sudahkah kita menanamkan kalimat "laa ilaaha illallah" ini ke dalam hati sanubari kita? Lalu mengekspresikannya dalam amaliyah kehidupan kita sehari-hari? Atau hanya sekedar di lisan saja?
Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai kita sehingga kalimat "laa ilaaha illallah" bukan hanya dimulut atau hanya sekedar simbol saja tetapi juga melebur dalam jiwa kita semua. 
Aamiin.....

No comments:

Post a Comment