Tuesday, July 5, 2016

TENTANG UCAPAN MINAL AIDIN WAL FAIZIN

Tentang Ucapan Minal Aidin Wal Faizin
MENJAWAB GUGATAN BID'AH ATAS UCAPAN MINAL 'AIDIN WAL FAIZIN dan MOHON MAAF LAHIR BATHIN

Pada hari-haridi penghujung Ramadhan ini, biasanya beredar BC bertajuk 'Bagaimana Ucapan Idul Fitri yang Sesuai Sunnah?'  Seingat saya, jelang hari raya di tahun-tahun sebelumnya, BC tersebut juga selalu tersebar.  
Intinya, tulisan itu 'mempermasalahkan' beberapa hal yang telah menjadi tradisi kebiasaan umat Islam, khususnya di Indonesia. Dan mengarahkan bahwa hanya boleh mengucapkan : taqabbalallaahu minna wa minkum saja ...
Apakah Ucapan Lain Tidak Boleh?
Ucapan selamat atau tahniah atas datangnya momen tertentu telah menjadi suatu tradisi atau adat yang selalu berbeda-beda di tiap masyarakat. Sementara hukum asal atas suatu adat adalah boleh, selagi tidak ada dalil tertentu yang mengubah dari hukum asli ini. Hal ini juga merupakan madzhabnya Imam Ahmad. Mayoritas ulama menyatakan, ucapan selamat pada hari raya hukumnya adalah ibahah/boleh (lihat: al-Adab al-Syar'iyah, jilid 3, hal. 219).
Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan, ucapan selamat (tahniah) secara umum diperbolehkan, karena adanya nikmat, atau terhindar dari suatu musibah, dianalogikan dengan validitas sujud syukur dan ta'ziyah (lihat al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, jilid 14, hal 99-100).
Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap ucapan baik, apalagi merupakan do'a, dalam momen nikmat atau bahkan musibah, adalah sesuatu yang boleh, bahkan baik untuk dilakukan.
Dengan kalam lain, ucapan di Idul Fitri yang biasa diucapkan di antara sebagian sahabat memang 'taqabbalallahu minna wa minkum'. 
Namun bukan berarti do'a dan ucapan lain yang baik itu tidak diperbolehkan. Apalagi itupun bukan ucapan atau perbuatan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam melainkan kebiasaan diantara beberapa sahabat, diantaranya Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma..
Meluruskan Makna Minal 'Aidin Wal Faizin
Minal 'Aidin wal Faizin dalam bahasa Indonesia berarti 'Semoga kita termasuk orang yang kembali dan menuai kemenangan'.
Kita yakin, orang yang mengucapkannya tidak akan memaknainya 'kembali pada kemaksiatan pasca ramadhan, meraih kemenangan atas bulan Ramadhan sehingga kita bisa kembali berbuat keburukan'. 
Anak kecil yang bodoh pun tidak akan mau mengucapkannya kalau maknanya seperti itu.
Pun, jangan memaknai Minal 'Aidin Wal Faizin' dengan 'Mohon Maaf Lahir Batin', hanya karena biasanya dua kalimat itu beriringan satu sama lain. 
Itu sama saja dengan 'membahasa-Inggriskan' keset di depan pintu rumah makan dengan welcome, dengan alasan tulisan itu biasanya ada di atas keset.
Makna popular kalimat tersebut adalah 'Ja'alanallahu wa iyyakum MINAL 'AIDIN ilal fithrah WAL FAIZIN bil jannah' (Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai orang yang kembali pada fitrah dan menuai kemenangan dengan meraih surga).
Jadi jangan khawatir. Maknanya bukan kembali ke perbuatan maksiat dan menang telah menaklukkan Ramadhan. Tanda orang yang diterima ibadahnya, ia makin meningkatkan ketaatan dan makin meninggalkan kemaksiatan (min 'alamati qabulit-tha'ah fa innah tajurru ila tha'atin ukhra).
Apa makna fitrah? Setidaknya ia memiliki dua makna: Islam dan kesucian
Makna pertama diisyaratkan oleh hadits (artinya): "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Ke dua orang tuanyalah yang menjadikan dia (sebagai/seperti) Yahudi, Nasrani, atau Majusi"
Sisi pengambilan kesimpulan hukum atau wajh al-istidlal-nya, Nabi telah menyebutkan agama2 besar kala itu, namun Nabi tidak menyebutkan Islam.
Maka fitrah diartikan sebagai Islam.
Dengan ujaran lain, makna kembali ke fitrah adalah kembali ke Islam, kembali pada ajaran, akhlak, dan keluhuran budaya Islam.
Makna fitrah yang ke dua adalah kesucian. Makna ini berdasarkan hadits Nabi (artinya), "Fitrah itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, mencabut/menghilangkan bulu ketiak, dan memotong kuku" (HR Bukhari dan Muslim)
Ke lima macam fitrah ini semuanya kembali pada praktik kebersihan dan kesucian. 
Dapat disimpulkan kemudian bahwa makna fitrah adalah bersih dan suci.
Minal 'Aidin ilal fithrah, berarti kita mengharap kembali menjadi orang bersih dan suci.
Dengan keyakinan pada hadits Nabi, orang yang shiyam dan qiyam (berpuasa dan menghidupkan malam) di bulan Ramadhan, karena iman dan semata mencari ridha Allah, akan diampuni dosanya yang telah lalu. 
Harapannya, semoga kita seperti bayi yang baru lahir dari rahim ibu, bersih-suci dari salah dan dosa. Amin ...
Sementara panjatan do'a "Semoga kita menuai kemenangan dengan meraih surga - Wal Faizin bil jannah", sangat terkait dengan tujuan puasa Ramadhan dan happy ending bagi orang yang berhasil membuktikan tujuan itu.
Dalam QS al-Baqarah ayat 183 dijelaskan bahwa tujuan puasa Ramadhan adalah 'agar kalian bertakwa (la'allakum tattaqun)'. Sedangkan QS al-Hijr ayat 45 dan Ali Imran ayat 133 menjelaskan, bagi orang bertakwa itu hadiahnya adalah surga.
Ringkasnya, puasa berdampak takwa, Takwa berhadiah surga
Hal inilah yang menjadi harapan orang yang berpuasa Ramadhan. 
Ia ingin dijadikan sebagai orang bertakwa dengan sebenarnya, dan mengharap menjadi salah satu penghuni surga.
Itulah makna kemenangan yang terucap dalam 'wal faizin' itu. 
Bukan kemenangan atas Ramadhan, sehingga bebas melakukan keburukan karena merasa sudah 'menang'!  Ekstrem sekali menuduh dan memvonis orang lain persis gaya kaum Khawarij.
Minta Maaf di Idul Fitri Keliru?
Orang yang minta maaf di hari Raya, in syaa-Allah tidak meyakini minta maaf itu hanya khusus di hari Raya saja, alangkah bodohnya tuduhan seperti ini. Ini adalah ikhtiar untuk kesempurnaan dalam beribadah.
Islam agama paripurna. Tidak sempurna iman seseorang sampai dua sisi tali yaitu "hablun minallah" dan "hablun minannas" sama2 dikuatkan.
Dalam sekian hadits dijelaskan misalnya, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, "hendaknya dia menghormati tamunya", "hendaknya dia mengatakan yang baik atau diam", dan seterusnya.
Surat al-Ma'un juga menjelaskan, pendusta hari pembalasan itu orang yang menolak anak yatim dan tidak memperdulikan orang miskin. 
Dan shalat itupun manfaatnya adalah tanha 'anil fahsyaa-i wal munkar. Zakat atau sedekah itu tujuannya tuthahhiruhum wa tuzakkihim biha.
Hajji itu dilakukan dengan fala rofatsa wala fusuqo wala jidal.
Artinya semua ibadah dalam Islam itu harus berkelindan antara hablun minallaah dengan hablun minan nas, lalu kenapa malah di vonis bid'ah?
Dus, dari sekian penjelasan baik dari al-Qur'an maupun Sunnah itu, akhirnya seorang muslim Aswaja sangat memahami, ada misi kebaikan secara vertikal dan horizontal.
Siapa yang mengaku bertauhid, harus baik pula dalam wilayah sosial. 
Kalau puasa Ramadhan adalah hubungan baik secara vertikal, mengapa kemudian untuk minta maaf pasca ramadhan sebagai ranah sosial dilarang?
Jadi siapa sebenarnya yang salah, yang mengamalkan perbuatan di atas dengan niat baik atau malah yang menuduh dengan disertai berbagai vonis, su'uzhon serta caci-maki kepada saudaranya sesama muslim di bulan Ramadhan..?
Wallahu a'lam..
Wa akhirul kalam..
Selamat merayakan Idul Fitri
Taqabbalallahu minna wa minkum.
Minal 'aidin wal faizin.

No comments:

Post a Comment