Showing posts with label islami. Show all posts
Showing posts with label islami. Show all posts

Saturday, December 1, 2018

NKRI BERSYARIAH ATAU…

NKRI BERSYARIAH ATAU…
Seri Renungan Singkat Seputar Isu Pilpres 2019
NKRI Bersyariah ATAU Ruang Publik Yang Manusiawi?
Oleh: Denny JA
Bagaimana sikap kita atas NKRI Bersyariah yang berulang ulang diperjuangkan oleh Habib Rizieq? Ketika ia mendukung capres Prabowo, tahun 2018, sekali lagi Habib Rizieq menyatakan perlunya NKRI Bersyariah.
Ketika memulai aksi 212 tahun 2016, isu NKRI Bersyariah sudah digaungkannya. Setahun kemudian, dalam Reuni 212 tahun 2017, perlunya Indonesia menjadi NKRI Bersyariah kembali diperkuatnya.
Bagaimana sikap kita atas seruan NKRI Bersyariah itu? Yang jelas, Habib Rizeq perlu mendetailkan proposalnya dalam dua tahap lagi. 
Tahap pertama, Ia perlu mengoperasionalkan apa yang dimaksudnya dengan NKRI Bersyariah itu. Sangat perlu ia turunkan dan ia terjemahkan nilai besyariah itu dalam index yang terukur. Sehingga konsep NKRI Bersyariah itu tak hanya menjadi list harapan harus itu dan  harus ini, bukan itu dan bukan ini.
Tahap Kedua, setelah menjadi index yang terukur, ia uji indeks itu dengan melihat dunia berdasarkan data. Dari semua negara yang ada di dunia, negara mana yang bisa dijadikan referensi yang paling tinggi skor indeks Negara Bersyariah (perluasan dari NKRI Bersyariah).
Setelah dua tahap itu ia selesaikan, kita bisa merespon gagasan NKRI bersyariah itu lebih rinci. Proposal NKRI Bersyariah itu menjadi  konsep yang serius, yang bisa diuji secara akademik hanya setelah melewati dua tahap itu.
-ooo-
Sebuah lembaga riset sudah bergerak lebih jauh. Lembaga itu bernama Yayasan Islamicity Index. Ia dipimpin oleh kalangan sarjana tingkat Ph.D bidang ekonomi, bidang keuangan, di samping yang ahli AlQuran. 
Lembaga itu dikendalikan antara lain oleh PhD bidang ekonomi (Hossein Askari), finance specialist (Hossein Mohammadkhan), PhD dalam Islamic Economics/Finance (Liza Mydin), web specialist (Mostafa Omidi). Dalam Web resmi lembaga ini, mereka memang meniatkan ingin melembagakan ruang publik sesuai dengan arahan kitab suci Al Quran.
Mereka menurunkan aneka nilai yang diperjuangkan dan direkomendasikan Al Quran dalam sebuah indeks. Termasuk di dalamnya nilai seperti keadilan, kemakmuran, pemerintahan yang bersih, penghormatan pada manusia. 
Cukup kompleks, aneka indeks itu ia  masukkan ke dalam empat kategori: Economic Islamicity, Legal and Governance, Human and Political Rights, dan International Relation Islamicity Index.
Tim ini merumuskan nilai Al Quran hanya pada sisi hubungan sosial saja. Sementara hubungan individu pada Tuhannya, seperti prinsip Tauhid dan akidah tidak diukur. Hal ini dilakukan agar nilai sosial Islami itu dapat pula diukur dalam masyarakat yang tidak secara resmi memeluk Islam.
Di tahun 2017, setelah Islamicity index resmi dibuat, mereka pun mencari data negara di seluruh dunia. Negara manakah yang paling tinggi skor index Islamicitynya: yang bersih pemerintahan, ketimpangan ekonomi kecil, tinggi penghormatan pada hak asasi. 
Dua tahap yang saya tuliskan di awal telah dipenuhi oleh Yayasan yang mengajukan Islamicity Index.
Temuan lembaga ini menarik. Ternyata Top 10 negara yang paling islami, yang paling tinggi skor Islamicity-nya adalah negara di Barat. Di tahun 2017, negara itu antara lain: Selandia Baru, Netherland, Swedia, Irlandia, Switzerland, Denmark, Kanada, Australia.
Sedangkan negara yang mayoritasnya Muslim justru skor Islamicity-nya biasa saja dan cenderung rendah. Misalnya: Malaysia (rangking 43), United Arab Emirat (rangking 47), Indonesia (rangking 74), dan Saudi Arabia (rangking 88).
Kesimpulan riset menohok: masyarakat yang mempraktekkan nilai-nilai sosial yang islami, yang dianjurkan Al Quran justru terjadi di negara Barat.
Banyak negara yang bahkan berlabel negara Islam tidak berhasil menggapai rangking teratas dalam mempraktekkan nilai yang islami. 
-ooo-
Yang mana yang lebih kita pentingkan? Label? Atau substansi? Label Islam atau praktek nilai Islami? 
PBB, lembaga dunia untuk semua negara (Persatuan Bangsa Bangsa) mengembangkan indexnya sendiri untuk menguji kemajuan sebuah bangsa. Mereka membentuk khusus lembaga bernama UN Sustainable Development Solution Network (SDSN).
PBB beranggapan kemajuan sebuah negara tak bisa diukur hanya oleh kemajuan ekonomi semata. Yang utama, negara harus mampu membuat warga negara merasa bahagia. 
Untuk bahagia, tak hanya kebutuhan dasarnya tercukupi, tak hanya pertumbuhan ekonomi dan pendidikan. Namun tercipta pula ruang sosial yang penuh dengan trust, tolong menolong, dengan pemerintahan yang bersih dan kompeten.
SDSN menamakannya World Happiness Index. Aneka list mengenai prinsip manusiawi dirumuskan  dalam index yang terukur. Lalu aneka negara di seluruh dunia diuji dengan data terukur. Dua tahap yang kita tuliskan di awal juga sudah dilakukan oleh SDSN.
Apa hasilnya? Top 10 negara yang paling tinggi skor Happiness Index tak banyak beda dengan Islamicity Index. Top 10 itu di tahun 2018 adalah negara: Finlandia, Norwegia, Denmark, Iceland, Switzerlands, Netherland, Canada, Selandia Baru, Australia.
Negara yang mayoritasnya Muslim berada di level tengah: United Arab Emirat (20), Malaysia (35), Indonesia berada di bawah top 50.
Pertanyaannya mengapa hasil Islamicity Index berdasarkan arahan kitab suci Al Quran hasilnya tak banyak beda dengan World Happiness Index.
Pada dasarnya nilai terbaik dari agama Islam, sebagaimana agama lain, jika diuniversalkan, itu sama dengan aneka nilai manusiawi yang dirumuskan oleh peradaban  mutakhir. 
Nilai yang Islami itu ternyata juga nilai  yang manusiawi.  Itulah ruang publik yang universal yang bisa dinikmati semua manusia, apapun agama dan keyakinannya.
Semua negara modern pada dasarnya mencoba menggapai Ruang Publik yang manusiawi.
-ooo-
Bagaimana dengan akidah Islam dalam Ruang Publik Manusiawi itu? Baik dalam Islamicity Index ataupun World Happiness Index, hak beragama sesuai dengan keyakinan setiap individu warga negara dijunjung sangat tinggi. Itu adalah hak asasi yang paling dasar. 
Negara tak boleh mengintervensi dan menghalangi pelaksaan akidah warga negara. Yang dilarang hanya jika ada upaya pemaksaan kehendak dan penyeragaman tafsir dengan kekerasan.
Pancasila bahkan potensial lebih ekstra memberi perhatian lebih terhadap agama. Kita mengembangkan kementerian agama secara khusus. Negara demokrasi yang lain tidak memilikinya.
Para pendiri bangsa, the founding fathers, sudah benar ketika mereka merumuskan fondasi bagsa. Dalam list pendiri bangsa juga terdapat tokoh Muslim seperti Wahid Hasyim, putra dari pendiri NU. Juga Mohammad Hatta yang pengetahuan keislaman dan integritas pribadinya sangat dipuji.
Apa yang pendiri bangsa rumuskan sebagai fondasi bangsa? Itu adalah Pancasila, bukan NKRI Bersyariah!
Karena itu teruslah kita gapai ruang publik yang manusiawi. Dunia sudah terbang menuju revolusi industri ke empat. Dunia sudah mengembangkan artificial inteligence, robot yang bisa berpikir, menciptakan lagu dan mengganti banyak sekali pekerjaan manusia. Fokus ke sana!
Soal fondasi bangsa selesai sudah. Sekali Pancasila tetaplah Pancasila karena fondasi itu sudah memadai mengantar indonesia menggapai ruang publik yang manusiawi.
Desember 2018

Wednesday, June 20, 2018

NEGARA ISLAMI

NEGARA ISLAMI
NEW ZEALAND ADALAH NEGARA ISLAMI NO 1 DI DUNIA, SEDANGKAN INDONESIA NO 141 (PALING TIDAK ISLAMI)
(untuk bahan introspeksi)
SYAIKH Muhamad Abduh, ulama besar dari Mesir pernah geram terhadap dunia Barat yang mengganggap Islam kuno dan terbelakang.
Kepada Renan, filosof Prancis, Muhammad Abduh dengan lantang menjelaskan bahwa agama Islam itu hebat, cinta ilmu, mendukung kemajuan dan lain sebagainya.
Dengan ringan Renan, yang juga pengamat dunia Timur itu. mengatakan: “Saya tahu persis kehebatan semua nilai Islam itu tercatat dalam Al-Quran. Tapi tolong tunjukkan satu komunitas Muslim di dunia yang bisa menggambarkan kehebatan ajaran Islam itu."
Muhammad Abduh pun terdiam mendapat pernyataan itu.
Satu abad kemudian beberapa peneliti dari George Washington University, AS  ingin membuktikan tantangan Renan.
Mereka menyusun lebih dari seratus nilai-nilai luhur Islam, seperti kejujuran (shiddiq), amanah, keadilan, kebersihan, ketepatan waktu, empati, toleransi, dan sederet ajaran Al-Quran serta akhlaq Rasulullah SAW.
Berbekal sederet indikator yang mereka sebut sebagai 'islamicity index' itu mereka datang ke lebih dari 200 negara untuk mengukur seberapa islami negara-negara tersebut.
Bagaimana hasilnya ?
New Zealand (Selandia Baru) sebuah negara di sebelah selatan Australia dinobatkan sebagai negara paling Islami di dunia.!
Bagaimana dan di mana posisi Indonesia ?
Kita harus kecewa karena Indonesia berada di urutan ke 140. Artinya, Indonesia adalah negara yang paling tidak Islami di dunia.
Nasib Indonesia  tidak jauh dengan negara-negara Islam lainnya yang kebanyakan sebagai negara yang paling tidak Islami di dunia atau bertengger di urutan ke 100-200 negara di dunia !
Apa itu Islam? Bagaimana sebuah negara atau seseorang bisa dikategorikan sebagai  negara atau orang paling islami ?
Kebanyakan ayat dan hadits menjelaskan Islam dengan menunjukkan indikasi-indikasinya, bukan definisi.
Misalnya hadits yang menjelaskan bahwa : “Seorang Muslim adalah orang yang di sekitarnya selamat dari tangan dan lisannya."
Itu indikator.
Atau hadits yang berbunyi: “Keutamaan Islam seseorang adalah kalau ia  meninggalkan yang tak bermanfaat." atau “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hormatilah tetangga dan hormati tamu." atau seperti kata peribahasa:Bicaralah yang baik atau diamlah."
Jika kita koleksi sejumlah hadits yang menjelaskan tentang islam dan iman, maka kita akan menemukan ratusan indikator keislaman seseorang yang bisa juga diterapkan pada sebuah kota bahkan negara.
Dengan indikator-indikator itu maka jangan heran ketika Muhamad Abduh melawat ke Perancis akhirnya dia berkomentar: “Saya tidak melihat Muslim disini, tapi merasakan (nilai-nilai) Islami di Perancis, sebaliknya, di Mesir saya melihat begitu banyaknya Muslim, tapi hampir tidak melihat yang Islami"
Pengalaman serupa dirasakan Professor Afif Muhammad (dari UIN Bandung) ketika ia berkesempatan meninjau Kanada yang merupakan negara paling islami no 5 di dunia,  padahal 90% penduduknya Kristen '
Ia heran melihat penduduk di sana yang tidak pernah mengunci pintu rumahnya.
Saat salah seorang penduduk ditanya tentang hal ini, mereka malah balik bertanya: Mengapa rumah harus dikunci ?”
Di kesempatan lain, masih di Kanada, seorang pimpinan ormas Islam besar pernah ketinggalan kamera di halte bis. Setelah beberapa jam kembali ke tempat itu, kamera masih tersimpan dengan posisi yang tidak berubah.
Sungguh ironis jika kita bandingkan dengan keadaan di Indonesia yang sepatu atau sandal saja bisa hilang di mesjid atau rumah Allah yang Maha Melihat. Padahal jelas-jelas kata  “iman” sama akar katanya dengan aman. Artinya, jika semua penduduk beriman, maka seharusnya bisa memberi rasa aman.
Penduduk Kanada menemukan rasa aman padahal (mungkin) tanpa iman.  Tetapi kita di Indonesia, suka merasa tidak aman berada di tengah orang-orang yang (mengaku) beriman
Seorang teman bercerita, di sebuah kota di Jerman, seorang wanita tua pernah marah kepada seorang Indonesia yang menyebrang saat lampu penyebrangan masih merah :
“Saya mendidik anak saya bertahun-tahun untuk taat pada aturan, dan hari ini Anda menghancurkannya. Tadi anak saya ini melihat kamu melanggar aturan, menyebrang jalan seenaknya saat lampu hijau masih menyala. Dan saya khawatir kalau anak saya ini akan meniru Anda melanggar peraturan itu."
Kejadian ini sangat kontras dengan sebuah video di Youtube yang menayangkan seorang bapak di Jakarta dengan pakaian jubah dan sorban naik motor tanpa helm.
Ketika ditangkap polisi karena melanggar, si bapak tersebut malah marah-marah dengan menyebut-nyebut bahwa dirinya tak bersalah.
Mengapa kontradiksi ini terjadi ?
Syaikh Basuni, seorang ulama Kalimantan, dahulu suau hari pernah berkirim surat kepada Muhamad Rashid Ridha, ulama terkemuka dari Mesir. 
Suratnya berisi pertanyaan :
“Limadza taakhara muslimuuna wataqaddama ghairuhum ?” ("Mengapa muslim terbelakang dan umat yang lain maju?")
Surat itu dijawab panjang lebar dan dijadikan satu buku dengan judul yang dikutip dari pertanyaan itu.
Inti dari jawaban Rasyid Ridha adalah: Islam mundur karena para Muslim meninggalkan ajarannya, sementara negara Barat maju karena menjalankan ajarannya.
Umat Islam terbelakang karena meninggalkan ajaran 'iqro' (membaca) yang artinya mencinta ilmu, sedangkan orang barat terus ’membaca’ untuk menuntut ilmu dan meninggikan derajatnya.
Muslim juga meninggalkan budaya disiplin dan amanah, sehingga tak heran negara-negara Muslim terpuruk dan berada di kategori 'low trust society' yang artinya, masyarakatnya sulit dipercaya dan sulit mempercayai orang lain alias selalu penuh curiga.
Muslim meninggalkan budaya bersih yang menjadi ajaran Islam, karena itu jangan heran jika kita melihat mobil-mobil mewah di kota-kota besar tiba-tiba melempar sampah ke jalan melalui jendela mobilnya.
Siapa yang salah ?
Mungkin yang salah yang membuat 'survey'. Sebab, kalau saja keislaman sebuah negara itu diukur dari jumlah penduduknya yang berbondong-bondong menunaikan ibadah haji  dan/atau melakukan umroh, maka pastilah Indonesia akan berada di ranking pertama.
Wallahu a'lam bish-shawwab.
*******
Saudaraku tercinta, mari kita berbenah... mulai dari diri kita sendiri... mulai dari hal yang terkecil/ sepele dan mulailah berubah sekarang juga !!!...