Showing posts with label shalat rawatib. Show all posts
Showing posts with label shalat rawatib. Show all posts

Tuesday, April 22, 2014

TUNTUNAN SHALAT RAWATIB – Bagian 2

TUNTUNAN SHALAT RAWATIB – Bagian 2
Oleh: As-Syaikh Abdullah bin Za’li Al-‘Anzly


Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh saudara-saudaraku yang dirahmati Allah Subhaanahu wa ta’ala,

Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata: “Terdapat kumpulan shalat-shalat dari tuntunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sehari semalam sebanyak 40 rakaat, yaitu dengan 17 rakaat dari shalat fardhu, 10 rakaat atau 12 rakaat dari shalat rawatib, 11 rakaat atau 13 rakaat dari shalat malam, maka keseluruhannya adalah 40 rakaat. Adapun tambahan shalat selain yang tersebutkan, bukanlah shalat rawatib … maka sudah seharusnyalah bagi seorang hamba untuk senantiasa menegakkan terus menerus tuntunan ini selamanya hingga menjumpai ajal (maut). Sehingga adakah yang lebih cepat terkabulkannya doa dan tersegaranya dibukakan pintu bagi orang yang mengetuk sehari semalam sebanyak 40 kali? Allah-lah tempat meminta pertolongan” (Zadul Ma’ad 1/327)

Berikut ini adalah lanjutan dari Tuntunan Shalat Rawatib Bagian -1

16.PENGURUTAN KETIKA MENG-QODHO’

As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Apabila di dalam shalat itu terdapat rawatib qobliyah dan ba’daiyah, dan shalat rawatib qobliyahnya terlewatkan, maka yang dikerjakan terlebih dahulu adalah ba’diyah kemudian qobliyah. Contoh: seorang masuk masjid yang belum mengerjakan shalat rawatib qobliyah, mendapati imam sedang mengerjakan shalat dzuhur, maka apabila shalat dzuhur telah selesai, yang pertama dikerjakan adalah shalat rawatib ba’diyah dua rakaat, kemudian empat rakaat qobliyah”. (Syarh Riyadhus Dholihin, 3/283)

17.MENGQODHO’ SHALAT RAWATIB YANG BANYAK TERLEWATKAN

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Diperbolehkan mengqodho’ shalat rawatib dan selainnya, karena merupakan shalat sunnah yang sangat dianjurkan (muakkadah). Kemudian jika shalat yang terlewatkan sangat banyak, maka yang utama adalah mencukupkan diri mengerjakan yang wajib (fardhu), karena mendahulukan untuk menghilangkan dosa adalah perkara yang utama, sebagaimana “Ketika Rasulullah mengerjakan empat shalat fardhu yang tertinggal pada perang Khondaq, beliau mengqodho’nya secara berturut-turut”. Dan tidak ada riwayat bahwasanya Rasulullah mengerjakan shalat rawatib di antara shala-shalat fardhu tersebut… Dan jika hanya satu atau dua shalat yag terlewatkan, maka yang utama adalah mengerjakan semuanya sebagaimana perbuatan Nabi SAW pada saat shalat subuh terlewatkan, maka beliau mengqodho’nya bersama shalat rawatib (Syarh Al-‘Umdah, hal. 238)  

18.MENGGABUNGKAN SHALAT-SHALAT RAWATIB, TAHIYATUL MASJID, DAN SUNNAH WUDHU’

As-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata: “Apabila seseorang memasuki masjid di waktu shalat rawatib, maka ia bisa mengerjakan shalat dua rakaat dengan niat shalat rawatib tan tahiyatul masjid, dengan demikian tertunailah dengan mendapatkan keutamaan keduanya. Dan demikian juga shalat sunnah wudhu’ bisa digabungkan dengan keduanya (shalat rawatib dan tahiyatul masjid) atau digabungkan dengan salah satu dari keduanya” (Al-Qawaid Wal-ushul Al-Jami’ah, hal. 75)

19.MENGGABUNGKAN SHALAT SEBELUM SHUBUH DAN SHALAT DHUHA PADA WAKTU DHUHA

As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Seseorang yang shalat qobliyah subuhnya terlewatkan sampai matahri terbit, dan waktu shalat dhuha tiba, maka pada keadaan ini shalat rawatib subuh tidak terhitung sebagai shalat dhuha, dan shalat dhuha juga tidak terhitung sebagai shalat rawatib shubuh, dan tidak boleh juga menggabungkan keduanya dalam satu niat. Karena shalat dhuha itu tersendiri dan shalat rawatib shubuhpun juga demikian, sehingga tidaklah salah satu dari keduanya terhitung (dianggap) sebagai yang lainnya. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin, 20/13)

20.MENGGABUNGKAN SHALAT RAWATIB DENGAN SHALAT ISTIQORAH

Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata: “Rasulullah SAW mengajarkan kami shalat istiqorah ketika menghadapi permasalahan sebagaimana mengajarkan kami surat-surat  dari Al Qur’an”, kemudian beliau bersabda: “Apabila seseorang di antara kalian mendapatkan permasalahan, maka shalatlah dua rakaat dari selain shalat fardhu …” (HR Bukhari no.1166). Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Jika seseorang berniat shalat rawatib tertentu digabungkan dengan shalat istiqorah, maka terhitung sebagai pahala (boleh), tetapi berbeda, jika tidak diniatkan”. (Fathul Bari 11/189)

21.SHALAT RAWATIB KETIKA IQOMAH SHALAT FARDHU TELAH DIKUMANDANGKAN.

Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi SAW bersabda: “Apabila iqomah shalat telah ditegakkan, maka tidak ada shalat kecual shalat fardhu” (HR Muslim bi As-syarh An- Nawawi 5/222.
An Nawawi berkata: “Hadits ini terdapat larangan yang jelas dari mengerjakan shalat sunnah setelah iqomah shalat dikumandangkan sekalipun sgalat rawatib seperti rawatib shubuh, dzuhur, ashar dan selainnya”. (Al-Majmu’ 3/378)

22.MEMUTUS SHALAT RAWATIB KETIKA SHALAT FARDHU DITEGAKKAN

As-Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata: “Apabila shalat telah ditegakkan dan ada sebagian jama’ah sedang melaksanakan shalat tahiyatul masjid atau shalat rawatib, maka disyari’atkan baginya untuk memutus shalatnya dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat fardhu… “, akan tetapi seandainya shalat telah ditegakkan dan seseorang sedang berada pada posisi rukuk di rakaat kedua, maka tidak ada halangan baginya untuk menyelesaikan shalatnya. Karena shalatnya segera akan berakhir pada saat shalat fardhu baru terlaksana kurang dari satu rakaat. (Majmu’ Fatawa 11/392 dan 393)

23.APABILA MENGETAHUI SHALAT FARDHU AKAN SEGERA DITEGAKKAN, APAKAH DISYARI’ATKAN MENGERJAKAN SHALAT RAWATIB?

As-Syaikul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sudah seharusnya (mengenai hal ini) dikatakan: “Sesungguhnya tidak dianjurkan mengerjakan shalat rawatib di atas keyakinan yang kuat bahwasanya shalat fardhu akan terlewat dengan mengerjakannya. Bahkan meninggalkannya (shalat rawatib) karena mengetahui akan ditegakkan shalat bersama imam dan menjawab adzan (iqomah) adalah perkara yang disyari’atkan. Karena menjaga shalat fardhu dengan waktu-waktunya lebih utama daripada shalat sunnah rawatib yang bisa dimungkinkan untuk diqodho’ (Syarh Al-‘Umdah hal. 609)

24.MENGANGKAT KEDUA TANGAN UNTUK BERDOA SETELAH MENUNAIKAN SHALAT RAWATIB.

As-Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata: “Sahalat rawatib, saya tidak mengetahui adanya larangan dari mengangkat kedua tangan setelah mengerjakannya untuk berdoa, dikarenakan beramal dengan keumuman dalil (akan disyari’atkan mengangkat tangan ketika berdoa). Akan tetapi lebih diutamakan untuk tidak melakukannya terus menerus dalam hal itu (mengangkat tangan), karena tidaklah ada riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi SAW mengerjakan demikian, seandainya beliau melakukannya setiap selesai shalat rawatib, pasti akan ada riwayat yang dinisbahkan kepada beliau. Padahal para sahabat meriwayatkan seluruh perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Rasulullah baik ketika safar maupun tidak. Bahkan seluruh kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabat radiyallahu ‘anhum tersampaikan”. (Arkanul Islam, hal. 171)

25.KAPAN SHALAT RAWATIB KETIKA SHALAT FARDHU DIJAMA’

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Shalat rawatib dikerjakan setelah kedua shalat fardhu dijama’ dan tidak boleh dilakukan di antara keduanya. Dan demikian juga shalat rawatib qobliyah dzuhur dikerjakan sebelum kedua shalat fardhu dijama’”. (Shahih Muslim Bi Syarh An-Nawawi, 9/31)

26.APAKAH MENGERJAKAN SHALAT RAWATIB ATAU MENDENGARKAN NASIHAT?

Dewan Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Saudi: “Disyari’atkan bagi kaum muslimin jika mendapatkan nasihat (kultum) setelah shalat fardhu hendaknya mendengarkannya, kemudian setelahnya ia mengerjakan shalat rawatib seperti ba’diyah dzuhur, maghrib dan ‘isya” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah LilBuhuts Al-‘Alamiyah Wal Ifta’, 7/234)

27.MENDAHULUKAN MENYEMPURNAKAN DZIKIR-DZIKIR SETELAH SHALAT FARDHU SEBELUM MENUNAIKAN SHALAT RAWATIB.

As-Syaikh bin Jibrin rahimahullah ditanya: “Apabila saya mengerjakan shalat jenazah setelah maghrib, apakah saya langsung mengerjakan shalat rawatib setelah selesai shalat jenazah ataukah menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian shalat rawatib?”
Jawaban beliau rahimahullah” “Yang lebih utama ialah duduk untuk menyempurnakan dzikir-dzikir, kemudian menunaikan shalat rawatib.

Maka perkara ini disyari’atkan baik ada atau tidaknya shalat jenazah. Maka dzikir-dzikir yang ada setelah shalat fardhu merupakan sunnah yang selayaknya untuk dijaga dan tidak sepantasnya ditinggalkan. Maka jika anda memutus dzikir tersebut karena menunaikan shalat jenasah, maka setelah itu hendaknya menyempurnakan dzikirnya di tempat anda berada, kemudian mengerjakan shalat rawatib yaitu shalat ba’diyah. Hal ini mencakup  rawatib ba’diyah dzuhur, maghrib maupun ‘isya dengan mengakhirkan shalat rawatib setelah berdzikir” (Al-Qoul Al-Mubin fii Ma’rifati Ma Yahummu Al-Mushollin, hal 471)

28.TERSIBUKKAN DENGAN MEMULIAKAN TAMU DARI MENINGGALKAN SHALAT RAWATIB.

As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Pada dasarnya seseorang terkadang mengerjakan amal yang kurang afdhol (utama) kemudian melakukan yang lebih afdhol (yang semestinya didahulukan) dengan adanya sebab. Maka seandainya seseorang tersibukkan dengan memuliakan tamu di saat adanya shalat rawatib, maka memuliakan tamu didahulukan dari pada mengerjakan shalat rawatib” (Majmu’ Fatawa As- As-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin 16/176)

29.SHALATNYA SEORANG PEKERJA SETELAH SHALAT FARDHU DENGAN RAWATIB MAUPUN SHALAT SUNNAH LAINNYA.

As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Adapun shalat sunnah setelah shalat fardhu yang bukan rawatib maka tidak boleh. Karena waktu yang digunakan merupakan bagian dari waktu kerja.semisal akad menyewa dan pekerjaan lain. Adapun melakukan shalat rawatib (ba’da shalat fardhu), maka tidak mengapa. Karena hal itu merupakan hal yang biasa dilakukan dan masih dimaklumi (dibolehkan) oleh atasannya”

30.APAKAH MENINGGALKAN SHALAT RAWATIB TERMASUK BENTUK KEFASIKAN?

As-Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata: “Perkataan sebagian ulama’: (Sesungguhnya meninggalkan shalat rawatib termasuk fasiq). Merupakan perkataan yang kurang baik, bahkan tidak benar. Karena shalat rawatib itu adalah nafilah (sunnah). Maka barang siapa yang mengerjakan shalat fardhu dan minggalkan maksiat  tidaklah dikatakan fasiq, bahkan ia adalah seorang mukmin yang baik lagi adil. Dan demikan juga sebagian perkataan Fuqoha’: (Sesungguhnya menjaga shalat rawatib merupakan bagian dari syarat adil dalam persaksian), maka ini adalah perkataan yang lemah. Karena setiap orang yang menjaga shalat fardhu dan meninggalkan maksiat, maka ia adalah orang yang adil dan tsiqoh. Akan tetapi dari sifat seorang mukmin yang sempurna, selayaknya bersegera (bersemangat) untuk mengerjakan shalat rawatib dan perkara-perkara baik lainnya yang sangat banyak dan berlomba-lomba untuk mengerjakannya” (Majmu’ Fatawa 11/382)


Semoga bermanfaat


Wassalam, Mimuk Bambang Irawan

Monday, February 10, 2014

TUNTUNAN SHALAT RAWATIB - Bagian 1

TUNTUNAN SHALAT RAWATIB - Bagian 1
Oleh: As-Syaikh Abdullah bin Za’li Al-‘Anzly


Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh saudara-saudaraku yang dirahmati Allah Subhaanahu wa ta’ala,

Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata: “Terdapat kumpulan shalat-shalat dari tuntunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sehari semalam sebanyak 40 rakaat, yaitu dengan 17 rakaat dari shalat fardhu, 10 rakaat atau 12 rakaat dari shalat rawatib, 11 rakaat atau 13 rakaat dari shalat malam, maka keseluruhannya adalah 40 rakaat. Adapun tambahan shalat selain yang tersebutkan, bukanlah shalat rawatib … maka sudah seharusnyalah bagi seorang hamba untuk senantiasa menegakkan terus menerus tuntunan ini selamanya hingga menjumpai ajal (maut). Sehingga adakah yang lebih cepat terkabulkannya doa dan tersegaranya dibukakan pintu bagi orang yang mengetuk sehari semalam sebanyak 40 kali? Allah-lah tempat meminta pertolongan” (Zadul Ma’ad 1/327)

Sesungguhnya di antara hikmah dan rahmat Allah atas hambaNya adalah disyariatkannya At-tathowwu’ (ibadah tambahan). Dan dijadikan pada ibadah wajib diiringi dengan adanya at-tathowwu’ dari jenis ibadah yang serupa. Hal ini dikarenakan untuk melengkapi kekurangan yang terdapat pada ibadah wajib.

Dan sesungguhnya at-tathowwu’ di dalam ibadah sholat yang paling utama adalah sunnah rawatib. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam senantasa mengerjakannya dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam keadaan mukim (tidak berpergian jauh)

Mengingat pentingnya ibadah ini, serta dikerjakannya secara berulang-ulang sebagaimana shalat fardhu, sehingga saya (penulis) ingin menjelaskan sebagian dari hukum-hukum shalat rawatib secara ringkas.

1.KEUTAMAAN SHALAT RAWATIB

Ummu Habibah r.a. telah meriwayatkan sebuah hadits tentang keutamaan shalat rawatib, dia berkata: saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam, maka akan dibangunkan baginya rumah di syurga”. Ummu Habibah  berkata: saya tidak pernah meninggalkan shalat sunnah rawatib setelah mendengar hadits tersebut. ‘Anbasah berkata: Maka saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru bin Aus berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Ansabah. An-Nu’am bin Salim berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Amru bin Aus (HR. Muslim no. 728)

‘Aisyah r.a. telah meriwayatkan sebuah hadits tentang shalat sunnah rawatib sebelum (qobliyah) shubuh, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda: “Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya”. Dalam riwayat yang lain, “Dua rakaat sebelum shubuh lebih aku cintai dari pada dunia seisinya” (HR. Muslim no. 725)

Adapun shalat sunnah sebelum subuh ini merupakan yang paling utama di antara shalat sunnah rawatib dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tidak pernah meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpergian) maupun dalam keadaan safar (bepergian jauh)

Ummu Habibah r.a. telah meriwayatkan tentang keutamaan rawatib dzuhur, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Barangsiapa yang menjaga (shalat) empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah haramkan baginya api neraka”. (HR Ahmad 6/325, Abu Dawud no. 1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’I no. 1814, Ibnu Majah no. 1160)

2.JUMLAH SHALAT SUNNAH RAWATIB

Hadits Ummu Habibah di atas menjelaskan bahwa jumlah shalat rawatib ada 12 rakaat dan penjelasan hadits 12 rakaat ini diriwayatkan oleh At-Tarmdidzi dan An-Nasa’I r.a., ia berkata: Rasulallah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam  bersabda: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan 12 rakaat pada shalat sunnah rawatib, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di syurga, (yaitu) empat rakaat sebelum szuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah maghrib, dan dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum shubuh”. (HR At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’I no.1794)

3.SURAT YANG DIBACA PADA SHALAT RAWATIB QOBLIYAH SHUBUH

Dari Abu Hurairah r.a. “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam pada shalat sunnah sebelum shubuh membaca surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas (HR. Muslim no. 726)

Dan dari Said bin Yasar, bahwasanya Ibnu Abbas mengabarkan kepadanya: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam pada shalat sunnah sebelum shubuh di rakaat pertamanya membaca surah Al Baqarah : 36 dan di rakaat keduanya membaca surah Ali Imran : 52 (HR. Muslim no. 727)

4.SURAT YANG DIBACA PADA SHALAT SUNNAH RAWATIB BA’DIYAH MAGHRIB

Dari Ibnu Mas’ud r.a., dia berkata: Saya sering mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ketika beliau membaca surat pada shalat sunnah sesudah maghrib, surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas” (HR. At-Tarmidzi no 431, berkata Al-Albani: derajat hadits ini hasan shahih, Ibnu Majah no. 1166)

5.APAKAH SHALAT RAWATIB 4 RAKAAT QOBLIYAH DZUHUR DIKERJAKAN DENGAN SEKALI SALAM ATAU DUA KALI SALAM?

As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sunnah rawatib terdapat di dalamnya salam, seseorang yang shalat rawatib empat rakaat maka dengan dua salam bukan satu salam, karena sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Shalat (sunnah) di waktu malam dan siang dikerjakan dua rakaat salam dua rakaat salam” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al Utsaimin 14/288)

6.APAKAH PADA SHALAT ASHAR TERDAPAT RAWATIB?

As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Tidak ada shalat rawatib sebelum dan sesudah shalat ashar, namun disunnahkan shalat mutlak sebelum shalat ashar (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al Utsaimin 14/343)

7.SHALAT RAWATIB QOBLIYAH JUM’AT

As-Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata: “Tidak ada sunnah rawatib sebelum shalat Jum’at berdasarkan pendapat terkuat di antara dua pendapat ulama’. Akan tetapi di syari’atkan bagi kaum muslimin yang masuk masjid agar mengerjakan shalat beberapa rakaat semampunya” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh  bi Baz 12/386 & 387)

8.SHALAT RAWATIB BA’DIYAH JUM’AT

Dari Abu Hurairah r.a. berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Apabila seseorang di antara kalian mengerjakan shalat Jum’at, maka shalatlah sesudahnya empat rakaat: (HR. Muslim no. 881)

As-Syaikh Bin Baz r.a. berkata, “adapun sesudah shalat Jum’at, maka terdapat shalat rawatib sekurang-kurangnya dua rakaat dan maksimum empat rakaat” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz 13/387)

9.SHALAT RAWATIB DALAM KEADAAN SAFAR

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam di dalam safar senantiasa menerjakan shalat sunnah rawatib sebelum shubuh dan shalat sunnah witir dikarenakan dua shalat sunnah itu merupakan yang paling utama di antara shalat sunnah dan tidak ada riwayat bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengerjakan shalat sunnah selain keduanya” (Zaadul Ma’ad 1/315)

As-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata: “Disyari’atkan ketika safar meninggalkan shalat rawatib kecuali shalat witir dan rawatib sebelum shubuh”. (Majmu’ Fatawa 11/390)

10.TEMPAT MENGERJAKAN SHALAT RAWATIB

Dari Ubnu Umar r.a. berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Lakukanlah di rumah-rumah kalian dari shalat-shalat dan jangan jadikan rumah kalian bagai kuburan”. (HR. Bukhari no.1187, Muslim no. 777)

As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sudah seyogyanyabagi seseorang untuk mngerjakan shalat rawatib di rumahnya … meskipun di Mekkah dan Madinah sekalipun maka lebih utama dikerjakan di rumah dari pada di Masjid Al-Haram maupun masjid An-Nabawi, karena saat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda sementara beliau ada di Madinah … Ironisnya manusia sekarang lebih mengutamakan melakukan shalat  sunnah rawatib di masjidil Haram, dan ini termasuk bagian dari kebodohan”. (Syarh Riyadhus Sholihin 3/295)

11.WAKTU MENGERJAKAN SHALAT RAWATIB

Ibnu Qudamah berkata” Setiap sunnah rawatib qobliyah maka waktunya dimulai dari masuknya waktu shalat fardhu hingga shalat fardhu dikerjakan, dan shalat rawatib ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya shalat fardhu hingga berakhirnya waktu shalat fardhu tersebut” (Al-Mughni 2/544)

12.MENGGANTI (MENG-QODHO’) SHALAT RAWATIB

Daro Anas r.a. dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Barangsiapa lupa akan shalatnya, maka shalatlah ketika dia ingat, tidak ada tebusan kecuali hal itu (HR Bukhari no. 597, Muslim no.680)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Dan hadits ini meliputi shalat fardhu,  shalat malam, dan shalat sunnah rawatib” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 23/90)

13.MENG-QODHO’ SHALAT RAWATIB DI WAKTU YANG TERLARANG

Ibny Qoyyim berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam meng-qodho’ shalat ba’diyah dzuhur setelah ashar, dan terkadang melakukannya terus menerus, karena apabila beliau melakukan amalan selalu melanggengkannya. Hukum meng-qodho’ di waktu-waktu terlarang bersifat umum bagi Nabi dan umatnya, adapun dilakukan terus menerus pada waktu terlarang merupakan kekhususan Nabi” (Zaadul Ma’ad 1/308)

14.WAKTU MENG-QODHO’ SHALAT RAWATIB SEBELUM SUBUH

Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Barangsiapa yang belum mengerjakan dua rakaat sebelum shalat shubuh, maka shalatlah setelah matahri terbit”. (At-Tarmidzi 423, dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Dan dari Muhammad bin Ibrahim dari kakeknya Qois, berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam keluar rumah mendatangi shalat kemudian qomat ditegakkan dan shalat shubuh dikerjakan hingga selesai, kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berpaling menghadap ma’mum, maka beliau mendapati saya sedang mengerjakan shalat, lalu bersabda: “Sebentar wahai Qois apakah ada shalat shubuh dua kali?”. Maka saya berkata: Wahai Rasulullah, sungguh saya belum mengerjakan shalat sebelum subuh. Rasulullah bersabda: “Maka tidak mengapa”. (HR Tarmidzi). Adapun Abu Dawud dengan lafadz: “Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam diam (terhadap apa yang dilakukan Qoiz)” (HR AT-Tarmidzi no. 422, Abu Dawud no. 1267, dan Al-Albani menshahihkannya)

As-Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang masuk masjid mendapatkan jama’ah sedang shalat shubuh, maka shalatlah bersama mereka. Baginya dapat mengerjakan shalat dua rakaat sebelum shubuh setelah selesai shalat shubuh, tetapi yang lebih utama adalah emngakhirkan sampai matahari naik setinggi tombak” (Majmu’ Fatawa AS-Syaikh Muhammad bin Ibrahim 2/259 dan 260)

15.JIKA SHALAT SHUBUH BERSAMA JAMA’AH TERLEWATKAN, APAKAH MENGERJAKAN SHALAT RAWATIB DULU ATAU SHALAT SHUBUH?

As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Shalat rawatib didahulukan atas shalat fardhu (shubuh), karena shalat rawatib qobliyah shubuh itu sebelum shalay shubuh, meskipun orang-orang telah keluar selesai shalat berjama’ah dari masjid” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin 14/298)

Lanjut ke Tuntunan Shalat Rawatib Bagian - 2

Semoga bermanfaat

Wassalam, Mimuk Bambang Irawan