Showing posts with label allahu akbar. Show all posts
Showing posts with label allahu akbar. Show all posts

Wednesday, March 21, 2018

MULIA DENGAN AL QUR’AN

MULIA DENGAN AL QUR’AN
Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah mengangkat derajat, suatu kaum dengan Al-Qur'an. Dan merendahkan kaum lainnya dengan Al-Qura'an." (HR. Muslim)
Subhanallah, kita mulia dengan Al Qur'an apabila:
1. Meyakini Al-Qur'an datangnya dari Allah Subhanahu wa ta’ala dan tidak ada keraguan didalamnya.
2. Al Qur'an sebagai petunjuk hidup. Karena Al-Qur'an sebagai petunjuk Hidup, maka Al-Qur'an harus dibaca, (termasuk terjemahan bahasa Indonesia) harus dipelajari, harus diamalkan dan harus di ajarkan atau didakwahkan.
3. Diakhirat Al-Qur'an akan memberikan syafaat kepada sahabatnya atau pemiliknya. Dia tidak akan masuk surga sebelum pemiliknya masuk Surga duluan.
Oleh karena itu, sahabatku yang sahalih dan shalihah. Miliki Al-Qur'an, dan baca. Jangan sampai tidak memiliki Al-Qur'an atau punya tetapi disimpan hingga dimakan rayap.
Firman Allah tentang perdagangan yang menguntungkan dengan Al Qur'an
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah (Al-Qur'an) dan mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan merugi”  ~ QS 35 – Faathir : 29 ~
agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri” ~ QS 35 - Faathir : 30 ~
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur'an) dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” ~ QS 29 - Al-'Ankabut 45 ~
dan supaya aku membacakan Al-Qur'an (kepada manusia). Maka barang siapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barang siapa sesat, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku (ini) tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan." ~ QS 27 - An-Naml : 92 ~
Bangun sahabatku yang shalih dan dan shalihah, Sempurnakan Wudhu, dan dirikan sholat Tahajjud. Semakin banyak membaca Al-Qur'an dalam sholat Tahajjud, maka Insya Allah semakin mulia disisi Allah Subhanahu wa ta’ala, Allah angkat derajat kita didunia dan diakhirat. Aamiin ya Rabbal’aalamiin
 Allahu Akbar...Allahu Akbar...Allahu Akbar

Thursday, August 31, 2017

INSPIRASI IDUL ADHA

Inspirasi Idul Adha
Allahu Akbar....Allahu Akbar....Allahu Akbar
Hari Raya Idul Adha 10 Dhulhijjah 1438 H memiliki makna sangat mendalam tentang sosok ketauladanan yang diajarkan Siti Hajar, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Sa'i – Berlari-lari kecil yang dilakukan Siti Hajar- ibunda Nabi Ismail saat mencari sumber air untuk memberi minum ketika beliau tidak bisa memberi air susu kepada putranya Nabi Ismail adalah  sarat dengan makna perjuangan, cinta kasih, tidak pernah menyerah dan kebaikan. Bahwa perjuangan dan kebaikan yang kita tanam balasannya sangat  PASTI dari Allah.
Persoalannya adalah soal proses, bentuk balasan dan waktu saja. Bahwa kebaikan yang kita tabur tidak  harus diganti/dibalas di tempat kita memberi kebaikan. Juga tidak harus dibalas oleh orang yang pernah kita tolong (Siti Hajar menemukan sumber air bukan di  lintasan 7x Sa'i antara bukit  Safa - Marwa tersebut)
Bisa jadi dibalas oleh orang lain atau dalam bentuk lain atau ditunda di lain waktu.
Kalaupun tidak semua...maka sebagai orang beriman kita yakin Allah akan membalasnya dengan perhitungan dan balasan pahala di akhirat kelak.
MAKA SETIAP KALI MEMBERI KEBAIKAN... LUPAKAN DAN YAKINLAH BAHWA BALASANNYA PASTI DARI ALLAH.
Jangan pernah berharap (mendapat)  balasan dari sesama  manusia. Jika tidak..... maka siap-siaplah untuk  kecewa. Mari hanya berharap kepada Sang Maha Kuasa Yang Tiada Batas - Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai unlimited hopes agar tidak pernah ada kata kecewa pada akhirnya
Pengorbanan Nabi Ibrahim untuk rela menyembelih putra kesayangannya Nabi Ismail AS  adalah manifestasi dari Kepatuhan Tanpa Syarat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala sampai-sampai seluruh malaikat tertegun dan takjub. Kepatuhan seperti itu hanya terjadi dan dilakukan oleh para malaikat yang memang diciptakan tanpa akal sehingga hanya kata setia dan patuh (tanpa berfikir dan berlogika) untuk menjalankan semua perintah Alah.
Ibrahim dan Ismail diciptakan bukan dari bangsa malaikat melainkan dari bangsa manusia yang diberi akal untuk berfikir dan berlogika......namun keduanya memiliki kadar kepatuhan dan ketaatan seperti malaikat... patuh dan taat sekalipun harus mengorbankan (menyembelih) Nabi Ismail anak terkasih Nabi Ibrahim AS.
Ya Allah ampuni kami yang seringkali belum sepenuhnya  memiliki Kepatuhan Tanpa Syarat terutama dalam menjalankan firman-firmanMu Al Qur'an  yang dijamin kebenarannya hingga akhir jaman
Mari jadikan Idul Adha sebagai momen pembentukan karakter mulia berupa Peduli (Care) terhadap (nasib) sesama terutama mereka yang masih belum beruntung (miskin/susah)  disertai semangat Rela Berkorban (membantu) untuk sesama dan ummat lain yang membutuhkan (mementingkan umum daripada kepentingan sendiri.
Mohon maaf lahir bathin. Tulisan ini ditujukan sebagai sarana belajar diri saya sendiri dan semoga bermakna untuk sahabat-sahabat pejuang yang berkesempatan membaca

Salam Idul Qurban - Dari Mesjid Istiqlal Jakarta, 10 Dhulhijjah 1438 H

Wednesday, May 30, 2012

ALLAHU AKBAR

Menuju sifat tawadhu dan berserah diri di hadapan Allah
Bismillahirrohmanirrohiim


Saudara-saudara yang dirahmati Allah SWT, betapa seringnya kita mengucapkan kalimat yang mengagungkan Kebesaran Allah itu dalam sehari. Dalam setiap shalat, doa dan dzikir kita ucapkan. Begitu seringnya sehingga ada kecenderungan pengucapannya menjadi otomatis, tanpa meresapi atau menghayati apa yang kita ucapkan. Kita kehilangan sensing tentang makna Allahu Akbar karena indra kita sudah ter-conditioned untuk melafalkannya tanpa diikuti oleh perasaan hati kita.

Bahkan ada orang muslim yang mengucapkan Allahu Akbar ketika akan melaksanakan kemungkaran. Kalau sudah begini hubungan kita dengan Allah SWT terasa beku, shalat kita terasa tak khusyuk, bahkan bisa terputus. Bahkan kita terancam untuk mendapat azab dari Allah SWT. Bagaimana kita mencegah ini terjadi? Bagaimanakah kita mengembangkan diri kita sehingga setiap kali mengucapkan Allahu Akbar, akan terasa suatu “aliran listrik” dalam dada ini?

Memang perlu kita mengkondisikan diri kita bahwa betapa kecilnya kita dihadapan Allah Yang Maha Besar, Sang Maha Pencipta. Satu cara untuk mengkondisikan diri kita semacam itu adalah dengan bertafakur. Obyek tafakur kita adalah ciptaan-ciptaanNya yang ada disekitar kita. Alam, seperti bumi dan langit, binatang besar kecil, phenomena alam, manusia dan sebagainya.

Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak surah dan ayat yang mengingatkan kita untuk selalu menggunakan akal kita (= bertafakur) tentang ciptaan-Nya. Coba Adi tekuni surat-surat Yunus:24, Ar-Ra’d:3, An-Nahl:3-18, 44, 65-69, Ar-Ruum:20-27 dan Az-Zumar:43. Tafakur tentang kebesaran Allah ini, akan lebih meresap bila dibarengi dengan pengindraan. Untuk menjelaskan ini Papa akan memberikan beberapa contoh.

Seorang dengan susah payah mencapai puncak gunung Bromo. Dengan terengah ia duduk di bibir kawah Bromo untuk mengatur nafasnya kembali. Asap kepundan keluar dengan deras dari kawahnya disertai bunyi gelegar yang keras dan menggaung yang seakan berasal jauh dari dalam perut bumi.

Ia melihat ke sekeliling, dan melihat hamparan laut pasir yang dibatasi oleh gunung-gunung lain. Jauh di bawah sana, ia melihat turis-turis yang menaiki kuda sebesar titik membentuk garis bak semut beriring. Diatas ia disinari oleh matahari yang seolah menjadi lebih dekat. Ia merasa begitu kecil ditengah alam yang begitu besar dan luas. Keheningan disekitarnya membuat ia termenung; “Ya Allah, betapa kecilnya aku ditengah ciptaanMu yang hebat ini. Allahu Akbar” katanya seraya menitikan air mata.

***

Sungguh kita harus berterima kasih pada camera-man film dokumenter “Killing for Living” yang di beberapa waktu yang ditayangkan di salah satu stasiun TV swasta. Camera-man mengabadikan kehidupan binatang-binatang liar di alam bebas yang memangsa bintang lain yang memang menjadi makanan sehari-harinya.

Kalau camera-man, yang orang barat, mengabadikannya untuk penelitian dan ilmu pengetahuan, kita bisa memanfaatkannya sebagai bahan tafakur. Ada satu footage dimana semut hutan yang jumlahnya ratusan ribu menempuh jarak berkilo-kilometer, membentuk barisan panjang, menembus hutan, naik turun pohon, menjelajahi tanah datar untuk kemudian memangsa sejenis serangga lain, lalu hasil buruannya dibawa kembali kesarangnya setelah “dipanggul” berkilo-kilometer. Hasil buruannya ini digunakan sebagai makanan untuk ratu semut serta larva-larva muda yang kelak menjadi semut dewasa.

Sungguh menakjubkan dunia hewan kecil ini. Mereka seakan-akan punya sistim untuk mendeteksi mangsa yang letaknya sangat jauh bagi hewan sekecil itu. Lantas, kemampuan mereka untuk mengorganisir diri dalam jumlah yang begitu besar, bergerak serentak dalam barisan tanpa kehilangan arah, untuk kembali ke sarang dengan sukses membawa makanan. Allahu Akbar. Maha Agung Sang Pencipta.

***

Satu lagi, coba renungkan tentang diri kita sendiri. Renungkan tentang kejadian kita, mulai dari kita tumbuh sebagai janin, bayi, berkembang menjadi remaja dan akhirnya tua dan mati. Renungkan tentang kemampuan yang kita miliki. Tentang keahlian kita. Tentang bakat yang ada pada kita. Tentang perasaan yang mewarnai hidup dan sikap kita. Tentang kelebihan-kelebihan kita dibanding mahluk lain. Pencipta “mahluk” ini pastilah seorang yang ke-jeniusannya luar biasa.

Seorang mahasiswa kedokteran yang belajar anatomi dan ilmu faal memiliki lebih banyak kesempatan untuk bertafakur tentang kesempurnaan tubuh manusia yang dibuat oleh Sang Pencipta.  Bertafakur tentang betapa hebatnya Dia yang mencipta berbagai sistim dalam tubuh yang terdiri dari berjuta-juta sel yang saling berkoordinasi untuk membuat badan ini tetap hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari. Allahu Akbar

***

Sehabis satu shalat Jum’at di Masjidil Haram saat berhaji, saya dan Kang Diman ipar saya berada di tingkat tiga masjid memperhatikan ribuan ummatNya melaksanakan berbagai ibadah. Karena dari ketinggian maka kerumunan manusia tampak seperti semut. Di dalam masjid terlihat jemaah yang begitu banyak itu melakukan tawaf (mengelilingi Ka’bah), ada yang sa’i, ada yang hilir mudik saja, ada yang shalat, berdoa dan ada pula yang katam Al Qur’an, bahkan ada yang tidak melakukan apa-apa dan duduk melepaskan lelah dan berbincang-bincang dengan sesama.

Di luar masjid saya menyaksikan beribu-ribu orang yang baru datang atau justru akan meninggalkan masjid. Di pelataran masjid terlihat kegiatan manusia yang luar biasa. Masya Allah, kekuatan apa yang menggerakan sekian juta orang sekaligus dalam satu ibadah akbar semacam ini?

Timbul suatu perasaan yang aneh dalam diri ini yang berkata: “Alangkah agungnya rumahMu ya Allah, didatangi berjuta-juta orang dalam kebaikan. Betapa banyaknya ummat ciptaanMu yang berada dalam kekuasaan-Mu, ya Allah, dan betapa kecilnya aku ditengah ummat ciptaanMu yang begitu banyak ya Allah. Semua ini karena kehendakMu, ya Allah. Allahu Akbar”.

Jadi, kunci sebenarnya adalah melatih diri kita untuk senantiasa merasa kecil dan tak berdaya dihadapanNya atau pada setiap kali kita menyebut nama Allah.

Namun mengapa kita harus melakukan ini semua, yaitu mengakui kebesaran Allah swt itu?

Pertama: agar kita sadar bahwa ada satu zat yang pasti akan melebihi kita, yakni Allah subhanahu wa ta’ala, betapapun pandainya kita. Jangan mengira bahwa dengan penguasaan ilmu, kita berarti bisa mengalahkan ilmu Allah. Para sarjana yang telah berhasil meng-cloning beberapa jenis ternak seperti Dolly si biri-biri hasil rekayasa genetika, belum apa-apanya dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki Allah swt.

Banyak orang yang masih sering lupa bahwa pengalaman-pengalamannya di masa lampau tidak menjamin keberhasilannya di masa yang akan datang, karena masih ada Allah yang Maha Menentukan. Oleh karena itu ucapkanlah selalu Insya Allah dengan tulus ikhlas bila meng-commit sesuatu.

Kedua: agar kita bisa tetap rendah hati pada saat kita memiliki kelebihan dibanding orang lain, apapun jenis kelebihan yang kita miliki. Kalau kita cerdas dan tampan, tak perlu kita pamer kecerdasan dan ketampanan. Kalau kita diberikan ni’mat rizki dan harta lebih dari orang lain, tak perlu kita menonjolkannya.

Kelebihan yang kita miliki itu justru harus memperbanyak rasa syukur kita dengan makin taqwa kepadaNya. Jangan seperti iblis yang tinggi hati. Karena merasa terbuat dari api, ia merasa lebih mulia dari pada manusia yang diciptakan dari tanah, sehingga ia berani menentang perintah Allah untuk sujud di hadapan manusia.

Mudah-mudahan dengan meresapi makna Allahu Akbar dalam setiap shalat, do’a dan dzikirmu maka sifat sombong dapat dihindari, suatu sifat yang sangat tidak disukai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Amien ya Rabbal alamiin.

Bagaimana pendapat Anda?

Penulis: H. R. Bambang Irawan