Tuesday, June 4, 2013

ISRA’ MI’RAJ YANG FENOMENAL

"Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnay agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat" ~ QS 17 - Al Israa’:1 ~

Tanggal 27 Rajab 1434 H atau 6 Juni 2013 besok kita memperingati peristiwa penting sekaligus fenomenal bagi ummat Islam yaitu Isra' Mi’raj. Peristiwa ini ditegaskan dalam Al Qur’an surat Al Israa’ di atas. Kita semua tahu bahwa bagi kaum muslim esensi dari persitiwa ini adalah turunnya perintah untuk sholat lima waktu seperti yang kita lakukan sekarang.

Begitu pentingnya perintah shalat ini sampai-sampai Allah mengutus Jibril untuk menjemput Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam guna melaksanakan perjalanan semalam menuju Sidratil Muntaha atau “tempat tertinggi” di mana Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam menerima perintah shalat langsung dari Allah Subhaanahu wa ta’ala. Sungguh suatu perjalanan yang prestigious bagi seorang utusan Allah di akhir zaman ini, sekaligus membuktikan bahwa Muhammad Rasulullah adalah yang paling istimewa di antara para rasul lainnya.

Yang perlu kita renungkan kali ini adalah betapa Allah ingin menunjukkan kebesaran-Nya kepada Muhammad dan ummatnya. Ada beberapa ayat dalam Al Qur’an yang berkaitan dengan peristiwa Isra Mi’raj ini, yaitu: An Najm:13-18 dan Al Ma’aarij:3-4;

“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar” ~ QS 53 - An Najm : 13 – 18 ~

“(Yang datang) dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat2 dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun”
~ QS 70 - Al Ma’aarij: 3- 4 ~

Yang menjadi pertanyaan dan keingin-tahuan para ahli dan ilmuwan adalah di mana sebenarnya Sidratil Muntaha yang disebut sebagai tempat tertinggi itu. Pakar-pakar astronomi maupun para ahli antariksa mencoba mencari jawabnya, namun sampai ini belum juga ketemu.

Ini menunjukkan bahwa betapa pemikiran manusia di jaman modern ini masih sangat terbatas. Alam semesta yang bisa dijangkau secara fisik dengan teknoligi sekarang baru sebatas planet Saturnus yang berhasil dicapai oleh Voyager-2 setelah menjelajahi ruang angkasa selama lebih dari tiga tahun. Seperti kita ketahui, Voyager-2 diluncurkan 20 Agustus 1977 dan mencapai Saturnus 12 November 1980.

Padahal luasnya langit dengan segala obyek yang berada di dalamnya sepertinya tak terbatas jarak dan jumlahnya. Dalam hitungan teknologi manusia, jaraknya bisa berpuluh, beratus bahkan ribuan tahun cahaya.

Kalau kecepatan cahaya besarnya 300.000 km/detik dan merupakan materi dengan kecepatan tertinggi saat ini, maka jarak matahari = 8,3 menit cahaya = 150 juta kilometer! Sedangkan dimensi tatasurya yang dikenal oleh para ilmuwan saat ini jaraknya sekitar 800 menit = 13,3 jam cahaya (hitung sendiri deh kilometernya).

Jarak bintang di langit lebih jauh lagi (atau lebih tinggi lagi), bahkan bintang terdekat dan diketahui saja jaraknya 4,3 tahun cahaya. Sedangkan satu tahun cahaya setara dengan 946.052.973 X 10 pangkat 15 kilometer (susah kan hitungnya?). Bintang yang dekat dan diketahui keberadaannya demikian jauh adanya, apalagi bintang yang lebih jauh dan belum teridentifikasi atau tampak kasat mata dengan teleskop tercanggihpun. Lantas di mana lokasi Sidratil Muntaha sebagai tempat tertinggi itu?

Kalau dalam hitungan awam menggunakan hukum alam yang kita kuasai saat ini, maka perjalanan fisik semalam oleh Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam jaraknya hanyalah sebatas tepi tata surya. Lalu, seandainya letak Sidratil Muntaha diasumsikan di situ adanya, ya namanya bukan tempat tertinggi bukan?

Oleh karena itu kita mesti mencari clue yang lain dalam Al Qur’an yang menyatakan bahwa ada perbedaan dimensi waktu antara alam manusia dengan “suatu alam lain”, di mana disebutkan bahwa “di tempat-tempat naik itu satu hari setara dengan limapuluh ribu tahun”. Jadi suatu alam ghaib di atas sana yang belum bisa dijangkau oleh kecanggihan teknologi manusia saat ini.

Jadi, akhirnya kita kembali kepada Al Qur’an yang menyatakan bahwa memang perjalanan malam Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam adalah untuk menunjukkan kebesaranNya. Sesungguhnya kita dihadapkan pada 2 pilihan.

Pertama, menjadi seorang yang penasaran karena ilmu yang dimilikinya belum bisa memecahkan misteri Isra' Mi’raj itu dan menganggapnya sebagai sebuah cerita fiksi ilmiah serta belum meyakini kebesara Allah Subhaanahu wa ta’ala sehingga menyangkal keberadaan Sidratil Muntaha.

Kedua, menjadi orang yang beriman kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala dan haqqul yakin pada apa yang di firmankanNya dalam Al Qur’an. Sebagai seorang muslim pilihan kedualah yang pasti kita pilih

Akhirnya, kesimpulan yang dapat diambil dari renungan kita kali ini adalah bahwa sesungguhnya ilmunya manusia (science) masih terbatas untuk bisa memahami fenomena seperti Isra’ Mi’raj ini. Oleh karenanya, sebagai orang yang berilmu pendekatan keimanan merupakan pendekatan terbaik. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Bagaimana pendapat Anda?

Kepustakaan: Al Qur’an, Harian Republika
Filename: THINK48-Isra Mi’raj, Jkt 26/12/2001, Re-edited: 8 September 2009, Ramadhan 1430 H

Copyright 2001 © Bambang Irawan

No comments:

Post a Comment