Friday, June 28, 2013

PASANG SURUTNYA IMAN

Sahabat-sahabatku yang budiman, dalam ibadah haji ada satu ibadah yang disebut tawaf, yaitu gerakan mengelilingi Ka’bah berlawanan dengan jarum jam sebanyak 7 kali. Hakekat dari ibadah ini adalah untuk mempertebal keimanan kita kepada Allah swt. Yang menarik, adalah bagaimanapun kuatnya seseorang, gerakannya tidak merupakan lingkaran yang sempurna.

Artinya jarak terhadap pusat Ka’bah tidak selalu sama. Ada saat dimana kita begitu dekat dengan Ka’bah, tapi tanpa terasa ada kekuatan yang mendorong kita ke pinggir, sehingga kita harus berusaha untuk kembali lagi ketengah. Yang menakjubkan adalah, ada jema’ah yang dengan susah payah dan segala tenaganya harus berusaha mendekat ke Ka’bah, tapi toh tidak berhasil.

Namun ada yang dengan santai bisa mendekat ke Ka’bah, bahkan mencium Hajar Aswad seolah-olah ada yang mendorong atau memberinya jalan. Fenomena tawaf ini lebih jelas lagi kelihatan kalau kita memperhatikan gerakan jema’ah dari lantai tiga Masjidil Haram. Coba kita perhatikan satu jema’ah, maka akan kelihatan gerakannya yang berbentuk lingkaran yang tidak menentu.

Gerakan tawaf ini sama seperti keimanan kita terhadap Allah swt, ada pasang ada surut. Suatu saat begitu khusyuk kita melakukan ibadah. Tapi di lain kesempatan begitu sulit untuk khusyuk dalam sholat, begitu sulit untuk melakukan perintahNya seakan-akan ada tarikan untuk menjauh dariNya.

Ada saat dimana begitu mudah kita titik air mata mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibaca oleh imam sholat Jum’at. Di waktu yang lain kita tidak merasa apa-apa. Di satu waktu kita bergetar bila mengucapkan asma Allah, tapi dilain waktu tak terasa apa-apa juga. Di satu waktu begitu rajin kita mengikuti pengajian, namun di waktu yang lain timbul kemalasan kita dan sungguh berat untuk berangkat ke tempat pengajian yang letaknya hanya beberapa rumah dari rumah kita. Di satu waktu kita begitu taat mengikuti perintahNya, namun di waktu yang lain kita justru melanggar perintah yang sama. Dulu sholat selalu tepat waktu, sekarang semakin sering kita menunda sholat. Kenapa dulu bisa sekarang jadi berat?

Ini terjadi karena godaan dunia dari hari ke hari semakin berat. Seakan-akan semakin besar kekuatan yang ingin menenggelamkan kita dalam kesibukan dan kenikmatan dunia. Sebagian besar waktu, tenaga dan pikiran kita dipacu untuk mengurus hal-hal non spiritual. Sebagian besar untuk urusan fisik dan materi. Mulai dari kita bangun pagi, setelah sholat beberapa menit, waktu kita habis untuk mengurus keberangkatan kita ke kantor.

Di jalan urusannya juga bisa macam-macam. Syukur-syukur bisa berdzikir sambil nyetir mobil. Sampai di kantor, urusan sudah sepenuhnya tentang kerjaan. Kerja sampai malam, pulang sudah capai, makan, sholat isya’ sebentar, lalu tidur yang bisa lelap sampai esoknya. Suatu rutinitas yang membosankan tapi toh kita kerjakan terus. Kalau demikian adakah waktu kita untuk meningkatkan iman kita? Adakah waktu untuk menyiram iman kita yang semakin gersang karena kurang mendapat siraman rohani?

Jawabannya; ada, kalau kita mau!! Masalahnya adalah kita membiarkan diri kita tenggelam dalam rutinitas seperti itu. Bukankah kita mengenal time manegement, di mana kita bisa mengelola waktu yang sedikit itu untuk berbagai hal yang esensial buat kehidupan kita? Kalau kita mau, sekali lagi, kalau kita mau maka pasti ada waktu dan cara untuk membuat keimanan kita semakin tebal. Siapa suruh kita kerja sampai malam? Siapa suruh anda menunda sholat? Siapa suruh anda tidak ngaji? Itu kan semua berasal dari hati nurani kita sendiri yang enggan melakukan hal yang sebetulnya bisa. Nah jadi usaha pertama adalah meningkatkan kemauan ini. Kemauan untuk mengatur waktu, sehingga ada keseimbangan antara urusan materi dan spiritual.

Usaha lain untuk membuat iman kita tetap pasang, adalah meng-conditioning tempat kerja kita dengan kemudahan atau setidaknya mengingatkan kita untuk melakukan kegiatan spiritual.

Sediakan sejadah di ruang kerja yang setiap waktu bisa dipakai. Jangan lupa sandal untuk wudhu. Lebih bagus lagi kalau ada Al-Qur’an, Juz-amma dan buku “Bahan Renungan Kalbu” plus ”Sentuhan Kalbu melalui Kultum”-nya Kang Dedet di laci paling atas. Pasang satu panel kecil di dinding ruang kerja yang mengingatkan kita kepada Allah swt., misalnya panel yang berisi Asmaul Husna. Kalau ada radio di ruang kerja, pasanglah stasiun radio yang bernafaskan Islam, karena sekali-sekali ditayangkan terjemahan dan tafsir ayat Al-Qur’an atau hadits yang bermanfaat buat kegiatan kita sehari-hari.

Ikutilah ceramah subuh di berbagai stasiun TV. Kita tinggal pilih mana yang mau di dengar. Di mobilpun kita bisa pasang kaset-kaset atau CD ceramah atau kuliah para ustadz seperti Aa Gym atau Zaenuddin MZ, bahkan lagu qasidah sekarang juga disamping mengandung pesan spiritual yang bermanfaat juga enak untuk dinikmati. Ini semua meng-conditioning kita ke arah spiritualitas.

Keimanan kita bisa mantap dengan terus melakukan dzikrullah dimana dan kapanpun sempat. Mengingat Allah adalah salah satu kunci keimanan kita. Berdzikir akan mendorong kita untuk melakukan ibadah-ibadah lain sesuai perintahNya. Berdzikir juga akan memudahkan kita meluangkan waktu untuk melakukan ibadah-ibadah itu. Tanpa terasa kita akan mengutamakan sholat dan ibadah-ibadah lainnya. Dengan dzikir, kita akan meninggalkan kerja atau rapat sejenak untuk sholat, bilamana memang waktunya telah tiba. Dengan dzikir kita bisa memaksakan untuk menghentikan aktifitas kerja hari itu untuk pergi ke tempat pengajian atau melaksanakan aktifitas spiritual lainnya.

Nah, semuanya itu tergantung dari hati kita. Sekuat apa kemauan hati kita untuk dekat dengan Allah dan menjalankan perintahNya serta menjauhi laranganNya. Sama seperti usaha kita saat bertawaf. Kita perlu usaha yang keras agar bisa dekat dengan Ka’bah dan tidak membiarkan kekuatan lain mendorong kita ketepi. Modalnya sama; kemauan dan tekad yang besar. Sungguh ada untungnya kita proaktif mendekatkan diri kita pada Allah swt, sebagaimana digambarkan dalam hadits dibawah ini:

“Aku selalu menuruti sangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku selalu menyertainya ketika ia berdzikir kepada-Ku. Dan jika ia ingat kepada-Ku di dalam jiwanya, maka Akupun mengingatnya di dalam Zat-Ku. Dan jika ia ingat kepada-Ku di tempat yang ramai, Akupun mengingatnya di tempat ramai yang lebih baik daripadanya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Akupun akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Akupun akan mendekat kepadanya satu depa. Dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Akupun akan datang kepadanya dengan berlari cepat.” ~ Hadits Qudsi ~

Semoga kita senantiasa menjadi orang yang beriman mantap. Aamiin ya Rabbal’aalamiin.

Kepustakaan: 1. Al-Qur’an, 2. Bahan Renungan Kang Dedet
Filename: THINK53-Pasang surutnya iman - Jkt, 06/01/2002, Re-edited: 8 September 2009, Ramadhan 1430 H - Copyright 2009 © Bambang Irawan

No comments:

Post a Comment