Thursday, October 24, 2013

JANGAN OMDO AH!

Bismillahirrohmanirrohiim

JANGAN OMDO AH!


Saudara-saudaraku yang di rahmati Allah Subhaanahu wa ta’ala, belakangan ini kuping dan mata kita terpolusi oleh orang-orang yang suka OMDO (ngomong doang), alias NATO (Talk Only No Action). Di koran dan TV kita bisa baca dan dengar bagaimana berbagai pejabat, tokoh masyarakat, selebriti, ahli ini dan itu, pengamat bidang ini dan itu angkat bicara. Lucunya, mereka bicara dengan penuh kebanggaan diri, padahal amat sering mereka tampak seperti pelawak yang sok pinter.

Yang lebih lucu, yang bukan ahli dan belum pernah menjadi pengamatpun bisa dan boleh angkat bicara. Ahli hukum bicara ekonomi, ahli ekonomi bicara teknik, insinyur bicara politik dan sebaliknya. Satu topik bisa dikomentari macam-macam oleh berbagai ‘ahli’. Makin banyak komentarnya makin bagus buat koran, majalah atau media-massa yang lain untuk menaikkan rating. Akhirnya yang bingung adalah masyarakat dan membuat negara ini makin runyam.

Mengenai berbicara atau berkata-kata itu, ada suatu hadits dari Bukhari dan Muslim yang menyatakan:

Barang siapa yang percaya akan Allah dan hari kiamat, hendaklah ia berkata-kata yang baik-baik atau diam. (HR Bukhari dan Muslim).

Jadi, artinya kita boleh ngomong, asal yang baik-baik dan inipun dalam rangka amal ma’ruf nahii munkar. Seorang yang obral bicara, obral janji, obral statement, apalagi obral caci-maki, umpatan, hujatan dan sejenisnya jelaslah bukan cara berbicara yang diteladani oleh Rasulullah seperti yang tersurat dalam hadits diatas.

Kalau ada hal yang tidak penting, apalagi yang tidak perlu atau tidak kita ketahui hakekatnya, maka sebaiknya kita diam. Silent is golden, kata pepatah orang barat. Orang barat pada dasarnya juga kurang suka kalau ada orang yang banyak bicara tanpa tindakan apa-apa. Ini barangkali karena orang barat lebih firm (tegas), terbuka dan pandai.

Berkata yang baik-baik memiliki makna yang dalam. Pada dasarnya berkata baik itu memberikan dampak positif bagi lawan bicara atau pendengarnya. Ada beberapa konteks dimana kita bisa berkata baik-baik itu.

 1. DAKWAH. Drs. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc. mendefinisikan dakwah sebagai suatu “aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistim kegiatan manusia beriman, dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara untuk merasa, berpikir, bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosio-kultural, dalam rangka terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan suatu cara tertentu.

Dakwah dilakukan dalam rangka amal ma’ruf nahi mungkar, sehingga hanya mengandung dan mengundang kepada yang baik-baik. Dakwah menjadi kewajiban setiap muslim untuk menyampaikan berita yang baik mengenai ajaran Islam, sejalan dengan makin meningkatnya iman kita. Keharusan untuk berdakwah difirmankan Allah sebagai berikut:

Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka” ~ QS 88 – Al-Ghaasyiyah : 21-22 ~

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali sgala urusan”
~ QS 22 – Al-Hajj : 41 ~

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada jalan Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang yang berserah diri”? ~ QS 41 – Fushshilat : 33 ~

Pada intinya, isi dakwah bertujuan agar makin banyak orang bersedia untuk masuk kejalan Allah dan secara bertahap tapi pasti menuju peri kehidupan yang Islami.

 2. MENASIHATI. Berkata yang baik-baik dapat di-implementasikan melalui saling nasihat menasihati sebagaimana dititahkan Allah swt. dalam beberapa ayat surah Al-Ashr:

Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran ~ QS 103 – Al’Ashr : 1-3 ~

Untuk dapat menasihati seseorang tentunya kita sendiri harus memiliki wawasan yang luas tentang kebenaran (ahlaq) dan pengetahuan (ilmu). Oleh karena itu menjadi sangat penting bagi kita untuk memperdalam ketauhidan dan mencari ilmu seluas-luasnya. Bila kita ingin menasihati orang maka hendaknya kita sendiri telah menjalani isi nasihat itu sendiri.

Kahlil Gibran, seorang ahli filsafat Arab yang tersohor mengatakan: Bila engkau hendak mengajak seseorang ke jalan terang (suci), maka itu tak mungkin kau lakukan bila engkau sendiri berada dalam gelap (berlumur dosa).

 3. MEMBELA YANG BENAR. Memperjuangkan dan membela kebenaran juga merupakan kewajiban seorang muslim (Al-‘Ashr:3). Sudah sering kita mendengar bahwa kita harus menegakkan kebenaran dan melawan kebathilan. Kebenaran yang kita bela dan tegakkan merupakan dasar dari prinsip keadilan yang ada dalam diri kita sebagaimana firman Allah sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman,  hendaklah kamu menjadi orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil”  ~ QS 5 – Al-Maa’idah : 8 ~

Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan” ~ QS 7 – Al-A’raaf : 29 ~

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan” ~ QS 16 – An-Nahl : 90 ~

Kedua sifat ahlaq yang saleh itu mesti berjalan seiring, saling menunjang dan saling mengisi. Sangat sering orang-orang munafik memisahkan keduanya. Mereka menuntut keadilan bagi dirinya namun menyembunyikan kebenaran kepada orang lain.

 4. MENGEJAR ILMU PENGETAHUAN. Mengapa kita harus senantiasa berusaha mengajarkan ilmu pengetahuan yang kita miliki kepada orang lain, terutama sesama muslim? Ini tak lain karena ummat Islam dimuka bumi ini (apalagi di Indonesia) masih sangat memerlukan peningkatan dalam kekuatan dan kualitas hidup agar dapat berperan optimal sebagai Khalifah Allah di muka bumi ini.

Kita lihat betapa masih ketinggalannya kaum muslim dibandingkan dengan sarjana barat dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi. Keharusan menurunkan ilmu yang ada pada kita adalah sesuai dengan firman Allah:

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya” ~ QS 3 – Ali-‘Imran : 187 ~

Oleh karena itu sungguh patut kalau kita menimba ilmu sebanyak-banyaknya untuk diberikan kepada orang lain dalam rangka tersebut diatas. Pada dasarnya ilmu yang kita timba itu haruslah ilmu yang bermanfaat bagi ummat dan dapat digolongkan dalam 4 macam ilmu:
1.     Ilmu yang menanamkan keyakinan aqidah yang benar, yang selamat dari syirik dan khurafat
2.     Ilmu yang makin meningkatkan ibadah kita secara benar dan penuh keikhlasan terhadap Allah swt.
3.     Ilmu yang makin membersihkan jiwa dan hati kita.
4.     Ilmu yang dapat mendisiplinkan tingkah laku kita yang berkaitan dengan aspek hablum-minannas
Selain itu, menebar ilmu merupakan suatu ibadah yang dijanjikan Allah akan mendapat pahala yang besar (QS 4 – An-Nisaa’:162)

 5. MENGAJUKAN GAGASAN YANG BERMANFAAT.. Kita diperintahkan oleh Allah Subhaanahu wa ta’ala untuk melakukan pemikiran-pemikiran atas ciptaanNya yang nyata maupun yang ghaib (Ar-Ra’d:3, An-Nahl:44, 65-69, 3-18, Ar-Ruum:20-21, Az-Zumar:42, Yunus:24),  sehingga kita memperoleh hikmah ilmu daripadanya. Olah pikir akan mencetuskan gagasan-gagasan baru yang bisa bermanfaat buat kehidupan kita.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan ide-ide sebagai sarana untuk mencari rizkiNya. Kita melahirkan konsep-konsep, teori-teori, hipotesa, rumus-rumus, metoda, sistim dan sebagainya. Itu semua harus dikomunikasikan, disebar-luaskan dalam bentuk ceramah, presentasi, makalah, sehingga diketahui dan bisa dimanfaatkan oleh orang lain.

Mengenai halnya tentang diam, maka dalam konteks hadits di atas, berarti kita mesti berkata yang baik dulu baru diam. Jadi, kalau ada orang diam dari awalnya, kita bisa menduga ia tergolong orang yang introvert. Disekeliling kita banyak ditemui orang yang introvert yang dilandasi kurang percaya diri sehingga cenderung untuk diam, takut kekurangannya akan ketahuan.

Biasanya orang jenis ini jarang bergaul atau sedikit sekali memiliki teman-teman. Ia kurang berhasil dalam hidup, karena gagal mengekspresikan keinginan, gagasan-gagasan dan  kemampuan yang dimilikinya. Ia gagal mengaktualisasi diri. Jadi, pepatah “Silent is golden”  itu tidak berlaku bagi yang introvert.

Kemudian, ada orang-orang yang bukan hanya banyak ngomong, tapi juga menghujat dan mengumpat orang lain. Untuk golongan ini Allah berfirman:

“Celakalah mereka yang suka mengumpat dan mencela”
~ QS 104 – Al-Humazah : 1 ~

Bagaimana pendapat Anda?


Kepustakaan: Al-Qur’an, Pengajian Kang Dedet, Drs. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc, “Dakwah Aktual”, Hikmah Republika. Filename: THINK33-Jangan OMDO ah - Jakarta, 14 Juli 1999, Re-edited 1 September 2009, Ramadhan 1430 H - Copyright 1999 © Mimuk Bambang Irawan

1 comment: