Friday, October 18, 2013

KUANTITAS ATAU KUALITAS

KUANTITAS ATAU KUALITAS



Dalam era yang kita namakan demokrasi ini sangat sering kita menentukan atau memutuskan sesuatu melalui penentuan jumlah. Kita memilih pemimpin, nasional maupun daerah melalui pemungutan suara yang disebut pilpres atau pilkada. Kita memilih wakil kita atawa calon legislatif dengan cara yang sama.  Semuanya mengacu pada kuantitas. Yang menjadi pertanyaan ialah, benarkah the majority atau jumlah yang paling banyak adalah yang terbaik atau paling benar atau paling bermutu?

Manusia memang sering sekali menghargai atau menilai sesuatu berdasarkan jumlah. Sepertinya, kalau sesuatu sudah berjumlah banyak maka ia akan lebih baik dari yang berjumlah sedikit. Padahal Allah mengingatkan kita tentang ini:

“Dan jika kamu ikuti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanya mengikuti persangkaan belaka” ~ QS 6 - Al An’aam : 116 ~

Kalau kita hayati ayat diatas, maka Allah telah mengingatkan kita bahwa yang berjumlah banyak belum tentu baik, benar atau berkualitas. Kebenaran atau sesuatu yang berkualitas justru sering kali berada pada pihak yang sedikit. Banyak sekali contoh mengenai ini.

Buih di laut sangat banyak, tapi tidak memiliki kekuatan. Yang benar-benar memiliki kekuatan adalah arus dan gelombang laut yang datang sesekali-sesekali. Emas dan intan adalah benda yang sedikit terdapat, namun nilainya sangat tinggi. Bandingkan nilai satu kilogram emas dengan beronggok-onggok besi atau sebutir intan dengan butir-butir pasir di gurun Sahara yang luas.

Hal ini juga berlaku pada manusia. Banyak diantara manusia yang keadaannya seperti buih di lautan. Hanya sedikit yang berkualitas. Allahpun berfirman mengenai hal ini:

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu, sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan amat sedikitlah mereka ini” ~ QS 38 – Shaad : 24 ~

Jadi, manusia yang berkualitas dan menyuarakan kebenaran sesungguhnya amat sedikit. Ini suatu kenyataan. Kita bisa lihat di sekitar kita betapa banyaknya orang yang masih belum melaksanakan amal saleh dengan konsekuen.

Kita bisa lihat betapa bangsa Indonesia yang 90% rakyatnya adalah muslim, tapi ternyata masih banyak orang yang menampilkan sifat-sifat non-Islami seperti kekerasan, fitnah, saling menghujat dan membenci, tidak mau bersatu dan lain sebagainya. Sungguh suatu kondisi yang masih jauh dari masyarakat Madani yang kita inginkan.

Kalau kita melihat sejarah perkembangan Islam, maka kita tahu betapa committed-nya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabatnya pada kualitas ummat. Pergerakan dakwah Nabi dimulai dari yang sedikit tapi berkualitas tinggi, walaupun usaha dari kaum Quraisj untuk menghambat dakwah Nabi sungguh dahsyat.

Namun dengan kesabaran dan ketaqwaan yang tinggi Nabi dan pengikutnya akhirnya mencapai kesuksesan. Dalam 13 tahun pertama dakwah Nabi saw di Makkah pengikut Nabi saw hanya sekitar 300 orang. Mereka inilah yang turut hijrah ke Madinah dan merupakan cikal bakal masyarakat Madani yang berhasil membangun kejayaan Islam.

Kehidupan bangsa di dunia ini - disamping contoh tentang negeri kita di atas - bisa memberikan gambaran tentang hubungan antara kualitas dan kuantitas. Negara-negara besar dengan penduduk yang banyak seperti Cina dan Sovyet Uni (dulu) ternyata komunis dan atheis alias tidak mengakui adanya Tuhan.

Negeri-negeri kecil di Eropa dengan penduduk yang jauh lebih sedikit malah penganut agama yang taat, bersifat seperti yang tersurat dalam Al Qur’an walaupun mereka bukan orang Islam. Di negara-negara kecil yang berpenduduk sedikit itu, kebenaran dan keadilan lebih bersuara melalui tegaknya hukum yang berlaku. Jarang sekali kita mendengar adanya pelanggaran HAM karena memang betul-betul ada pemahaman atas nilai-nilai tentang kemanusiaan dan kehidupan.

Di negara dengan penduduk banyak, HAM malah sering dilanggar. Contohnya adalah di Indonesia. Banyak diantara kita - yang kemungkinan besar adalah seorang muslim (probability-nya 90% lho!) - tidak begitu peduli apakah HAM dilanggar atau tidak.

Ada satu hal lagi, yaitu bahwa Allah subhaanahu wa ta’ala menilai kita bukan dari banyaknya harta (kuantitas) yang kita miliki, namun Allah memuliakan manusia satu atas yang lainnya berdasarkan ketaqwaannya (kualitas). Oleh karena itu, sifat taqwa perlu kita latih dan tempa sejak dini yaitu dengan mengutamakan berlatih kesabaran, mengerjakan sholat lima waktu, berpuasa Ramadhan dan ibadah-ibadah lainnya. Ini harus mulai kita lakukan, sedikit demi sedikit. Dengan demikian ketaqwaan kita akan semakin tertanam dalam diri kita sehingga kita bisa semakin mulia di dihadapan Allah subhaanahu wa ta’ala.

Saudara-saudaraku yang di rahmati Allah, seiring dengan itu, ada satu pepatah Inggris terkenal; “Small is beautiful” yang artinya sesuatu yang kecil atau sedikit itu indah. Mulailah sesuatu dari yang kecil, tapi jadikanlah sesuatu itu berkualitas. Jangan langsung mau yang besar atau banyak saja, tanpa memperhatikan kualitasnya. Yang sedikit namun berkualitas itu, sedikit demi sedikit kita jadikan banyak, namun tetap harus berkualitas. Begitulah kiranya kita harus mengisi hidup kita yang penuh taqwa kepada Allah subhaanahu wa ta’ala.

Bagaimana pendapat anda?

Kepustakaan: Al-Qur’an, Lembaran Dakwah Keluarga Marhamah no. 389, Pengajian Kang Dedet.
Filename: THINK39-Kuantitas atau kualitas - Jkt, 20 Oktober 1999, Re-edited: 4 September 2009, Ramadhan 1430 H
Copyright 1999 © Mimuk Bambang Irawan

No comments:

Post a Comment