Thursday, October 24, 2013

TELINGA TANPA SARINGAN

Bismillahirrohmanirrohiim

TELINGA TANPA SARINGAN


Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah Subhaanahu wa ta’ala, bertolak belakang dengan lirik lagu Bimbo: “….punya mata, tapi tak melihat. Punya telinga tapi tak mendengar……..”, yang menggambarkan manusia yang “bebal” terhadap sunatullah, maka saat ini satu hal yang justru banyak menyebabkan penyakit masyarakat (baca: penyakit hati: resah-gelisah, cemas, takut, was-was, curiga, buruk-sangka, dendam, dengki, bergunjing dan sebagainya) ialah: terlalu banyak melihat dan terlalu banyak mendengar.

Bayangkan! Mulai pagi, saat menyetel TV, kita disuguhkan berbagai ragam berita dan acara. yang masih bisa kita pilih antara satu stasiun TV dengan yang lain. Saat membaca koranpun – yang bisa 2 atau 3 macam koran – juga  kita disuguhi bermacam-macam berita. Belum lagi kalau kita berlanggan majalah yang juga macam-macam dan banyak lagi koran atau majalah gosip.

Keluar dari rumah, di radio mobil kita dengar berita dan aneka macam informasi lain. Dimana-mana terpasang spanduk promosi berbagai penawaran dengan headline yang ditulis mencolok.

Sesampai di kantor, teman-teman, rekanan atau partner bisnis tanpa diminta nerocos tentang macam-macam hal mulai dari hal-ihwal pekerjaan sampai kepada politik, kata si anu begini, si fulan bilang begitu dan seterusnya. Internet juga merupakan satu sumber informasi yang sering tidak jelas sumbernya, diragukan validitasnya, namun makin banyak diminati dan diamani, tanpa memeriksa kebenarannya. Para ibu rumah-tangga barangkali sekali-sekali mendengarkan tetangganya berkicau mengeluhkan ini-itu dibumbui dengan sedikit gosip.

Terlepas dari benar tidaknya, bermanfaat atau merugikan, baik atau buruknya informasi, kita telah dijejali informasi seharian sampai kita tidur. Kita menjadi mahluk yang over-informed, kelebihan informasi. Dengan begitu banyak yang kita baca dan dengar, maka penyakit hatipun merebak dan menjangkiti siapa saja yang kiranya memiliki telinga tanpa saringan dan mata tanpa sensor.

Berita dan isu yang merebak akhir-akhir ini membuat sebagian kita terperangah. Kita cemas, khawatir, gemas dan marah mendengar berita tentang tingkah laku koruptif yang semakin parah dinegeri tercinta Indonesia ini. Sikap koruptif yang telah menjangkiti seluruh kehidupan bangsa ini, terutama di antara para pemimpin, pejabat, pengusaha, penegak hukum dan bahkan kalangan para pembuat undang-undang.  

Berita dan isu tak terkontrol lagi. Mengaduk-ngaduk perasaan kita, marah, benci, dendam, kecewa, putus asa, rasa ingin berontak yang bisa jadi pencetus tindakan-tindakan kekerasan sampai pembunuhan ....dan seterusnya dan seterusnya! Na’udzubillah minzaliq .....

Nah, bagaimana pencegahannya, agar kita tidak termakan isu sehingga tidak terserang penyakit-penyakit itu? Ciba kita renungkan ayat-ayat berikut. Allah berfirman:

“Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” ~ QS 45 – Al-Hujuraat : 6 ~

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. ~ QS 17 – Al-Israa’ : 36 ~

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri* diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebagian kecil saja (diantaramu)” ~ QS 4 – An–Nisaa’  : 83 ~

Note:  *Ulil Amri ialah tokoh-tokoh sahabat dan para cendikiawan diantara pengikut Nabi. Rasul dan Ulil Amri dianggap ahli dalam menetapkan kesimpulan (istimbat) tentang berita itu.

“Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu, orang mu’minin dan mu’minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah berita bohong yang nyata”. Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta” ~ QS 24 – An-Nuur : 12-13 ~

Dari ayat-ayat Al-Qur’an yang merupakan satu-satunya sumber berita tentang kebenaran, maka pantaslah kita bersyukur bahwa untuk situasi yang over-informed ini sudah tersedia petunjuk yang jelas, sehingga kita terhindar dari penyakit-penyakit hati itu.

Yang tersirat adalah bahwa setiap ada berita hendaknya kita menyaring berita itu. Tidak dibenarkan untuk menelan mentah-mentah setiap berita yang masuk ketelinga kita atau terbaca oleh mata kita. Waspadailah berita bohong atau berita yang berniat memecah belah. Jangan kita ikuti atau terpengaruh oleh hal-hal yang kita tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Kita harus selalu meneliti sumber berita dengan seksama dan penuh kehati-hatian. Kita diingatkan untuk menggunakan kemampuan intelegensia kita, bukan perasaan emosi kita.

Orang yang bijak ialah orang yang selalu memfungsikan pendengaran, penglihatan dan pengamatan kemudian menggunakan daya analisanya secara cermat, sehingga menjadi ahli dalam menyimpulkan berita. Dengan demikian langkah-langkah yang diambilnya kemudian mencerminkan kemantapan pribadi dan penuh percaya diri yang tahan terhadap isu dan khabar bohong.

Berita apapun tidak akan meresahkannya dan menimbulkan kepanikannya. Semuanya ditanggapi dengan ketenangan karena yakin akan kebenaran Al-Qur’an dan bimbingan Allah swt.

Tugas menyimpulkan berita sebagaimana yang dilakukan oleh Rasul dan Ulil Amri di jamannya, harus bisa dihayati dan diamalkan oleh para kepala keluarga sekarang dalam setiap keluarga, sehingga keluarga, istri dan anak bisa hidup dalam ketentraman dan ketenangan terbebas dari isu-isu yang sangat diragukan kebenarannya.

Memang, pada saat penuh isu ini tugas kepala keluarga ialah “memasang saringan di telinganya”.

Bagaimana pendapat Anda?

Kepustakaan: Al-Qur’an dan Hikmah Republika.
Filename: THINK12-Telinga tanpa saringan – 1998, Re-edited: 26 Agustus 2009, Ramadhan 1430 H
1998 © Mimuk Bambang Irawan

No comments:

Post a Comment