Saturday, April 4, 2015

ASBABUN NUZUL SURAH 33 – AL AHZAB AYAT 4, 5 DAN 40

TURUNNYA SURAH 33 – AL AHZAB AYAT 4, 5 DAN 40

Kisah bahwa anak angkat tetap harus memakai nama bapak biologisnya.

[4]“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
[5] Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 4 dan 5 ~

Zaid ibn Haritsah adalah seseorang yang dikehendaki Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai orang yang perjalanan hidupnya menjadi catatan sejarah, bahkan dia adalah satu-satunya sahabat Rasulullah yang namanya tercatat dalam Al Qur’an.

Zaid adalah putera Haritsah ibn Abdil Izzi dan isterinya Sa’ida bint Tsa’labah yang sangat disayang dan diharapkan kelak akan menjadi pemuda yang dapat membantu ayahnya melawan musuh-musuhnya.

Pada suatu hari Sa’ida, ibunya Zaid meminta ijin kepada suaminya untuk berkunjung ke keluarganya di luar kota sambil membawa Zaid yang kala itu berusia 6 tahun. Sesampainya di sana, keduanya disambut dengan suka cita mengingat sudah lama sekali tidak bertemu. Namun malang, pada suatu malam sekelompok orang menyerang kampung itu dan membunuhi penduduk laki-lakinya sementara para wanitanya ditawan sebagai budak belian. Sa’da, ibunya Zaid dapat lolos tidak tertawan dan kabur melapor pada suaminya, namun nasib Zaid ditawan sebagai budak.

Zaid ibn Haritsah dijual belikan dari pasar ke pasar dan berpindah-pindah majikan dari yang satu ke yang lainnya, hingga terakhir dia dibeli oleh Hakim ibn Hizam yang merupakan saudara Sayyidah Hadijah, isteri Rasulullah. Karena Hadijah menyukainya, maka Zaid dibelinya dan dihadiahkan kepada Rasulullah. Zaid hidup ditengah keluarga Rasulullah dan Siti Hadijah yang sangat berbahagia dan dia pun senang sekali memiliki majikan yang sangat baik serta menyayanginya. Untuk itu dia tidak ragu-ragu lagi masuk Islam mengikuti ajaran Rasulullah. Dengan demikian Zaid ibn Haritsah tercatat sebagai budak pertama yang masuk Islam dan mengimani ajaran Rasulullah.

Haritsah yang tidak henti-henti mencari Zaid, akhirnya mendengar dari orang-orang yang sehabis Umrah, bahwa Zaid sebagai budak seorang utusan Allah, Muhammad. Dia berangkat ke Mekkah dan mendatangi Rasulullah serta meminta untuk mengembalikan Zaid kepadanya.

Rasulullah memaklumi keinginan ayah Zaid yang telah berpisah dengan buah hatinya, namun beliau menyerahkan sepenuhnya kepada Zaid mau ikut siapa.

Alangkah terkejutnya ayah Zaid mendengar jawaban Zaid yang dengan tegas lebih memilih ikut Rasulullah meskipun dirinya hanya sebagai budak: “Aku telah melihat keistimewaan pada orang ini, sehingga aku terdorong untuk memilihnya. Selamanya aku tidak akan memilih orang lain selain Tuanku Muhammad”.

Ucapan yang tulus dari hati yang murni ini membuat Rasulullah terharu dan memeluk Zaid serta membawanya ke Ka’bah seraya berseru: “Wahai manusia, wahai semua yang hadir disini, saksikanlah sesungguhnya Zaid adalah puteraku dan ahli warisku”. Dengan diangkat anak oleh Rasulullah, maka nama Zaid berubah menjadi Zaid ibn Muhammad. Melihat peristiwa itu Haritsah merasa bahagia dan tenang untuk meninggalkan Zaid dalam perlindungan orang yang baik dan terpercaya.

Namun Allah Subhanahu wa ta’ala hendak menjelaskan permasalahan ini dan menetapkan bahwa seseorang hanya bisa dinisbahkan kepada ayah biologisnya, bukan kepada ayah angkatnya. Maka saat itu pula Allah berfirman:

”Maa ja’alallaahu lirajulin min qalbaini fii jaufihii. Wa maa ja’ala azwaajakumullaa ii tudhaahiruuna minhunna ummahaatikum. Wa maa ja’ala ad’iyaa akum abnaa akum. Dzaalikum qaulukum biafwaahikum. Wallaahu yaquulul haqqa wa huwa yahdissabiila.

Ud’uuhum liaabaaihim huwa aqsathu ‘indallaah. Faillam ta’lamuu aabaa ahum faikhwaanukum fiddiini wa mawaaliikum. Wa laisa ‘alaikum junaahun fiimaa akhtha’tum bihii wa laakimmaa ta’ammadat quluubukum. Wa kaanallaahu ghafuurarrahiimaa”.

Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 4 dan 5 ~

Maa kaana Muhammadun abaa ahadimmirrijaalikum wa laakirrasuullallaahi wa khaatamannabiyyiina wa kaanallaahu bikulli syai in ‘aliimaa”

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 40 ~

Ayat-ayat diatas menjelaskan pandangan hukum agama tentang hubungan anak angkat dengan orang tuanya.

Kedudukan anak angkat dalam Islam tidak sama dengan anak kandung yang terkait dengan garis keturunan dan aturan waris. Anak angkat tidak lebih dari orang lain yang dipelihara, disayangi dan dipenuhi kebutuhannya seperti kepada anaknya sendiri.

Setelah menerima wahyu itu nama Zaid yang sudah dirobah menjadi Zaid ibn Muhammad, kembali menjadi Zaid ibn Haritsah.

Zaid tidak mau berpisah dari Rasulullah apalagi saat itu Rasulullah ditinggal Siti Khadijah yang wafat mendahului beliau. Dia jua tidak pernah absen untuk ikut berperang melawan kaum musyrikin, bahkan setiap kali Rasulullah membentuk pasukan rahasia, beliau pasti menunjuk Zaid sebagai komandannya. Karena ingin mendapatkan berkah keutamaan diantara kaum muslimin lainnya, Zaid dijodohkan dengan Zainab bint Jahsy. Namun Zainab menolak pernikahan itu, karena merasa dirinya yang keturunan bangsawan dan saudagar di Mekkah sedangkan Zaid seorang bekas budak. Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat, mengenai hal ini:

“Wa maa kaana limu’miniwwalaa mu’minati idzaa qadallaahu wa rasuuluhuu amran ayyakuunalahumulkhiyaratu min amrihim. Wamayya’shillaaha wa rasuulahuu faqad dhalla dhalaalammubiinaa”.

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan mu’min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” ~ QS 33 – Al Ahzab : 36 ~

Ayat ini memerintahkan Zainab untuk menerima pernikahan dengan Zaid demi hikmah yang dikehendaki oleh Allah.

Zaid ibn Haritsah syahid saat berperang melawan tentara Romawi. Mendengar kematian Zaid, Rasulullah sangat bersedih dan tak kuasa menahan tangisnya karena terharu. Melihat itu kaum Muslimin bertanya kepada Rasulullah: “Kami melihatmu berduka begitu dalam wahai Rasulullah...”. Rasulullah menjawab: “Aku adalah seperti laki-laki biasa. Kesedihanku bagaikan seseorang yang ditinggalkan sahabat dekatnya...”.


Bekasi, 15 Jumadil Awal 1436 Hijriyah atau 6 Maret 2015.
Edited and posted by: Rika Rakasih
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul
Penulis : Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Disarikan oleh : Idih Ruskanda
Thema : SURAH 33 – AL AHZAB AYAT 4, 5 DAN 40 - Anak angkat tetap harus memakai nama bapak biologisnya

No comments:

Post a Comment