Monday, April 6, 2015

ASBABUN NUZUL SURAH 33 – AL AHZAB AYAT 36, 37, 53

TURUNNYA SURAH 33 – AL AHZAB AYAT 36, 37, 53

Kisah Pernikahan Rasulullah dengan Zainab yang diatur oleh Allah Subhanahu wa ta’ala

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni’mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni’mat kepadanya: ‘Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah’, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 37 ~

Zaid ibn Haritsah adalah budak milik Siti Khadijah yang dihibahkan kepada Rasulullah dan selanjutnya diangkat anak angkat oleh Rasulullah. Ia sangat disayangi dan dipenuhi segala kebutuhannya. Saat diangkat menjadi anak angkat Rasulullah, namanya diganti menjadi Zaid ibn Muhammad, namun dengan turunnya Surah Al Ahzab ayat 4, 5 dan 40, namanya dikembalikan menjadi Zaid ibn Haritsah.

Karena kecintaannya kepada Zaid, Rasulullah berniat menikahkannya dengan puteri bibi beliau yaitu Zainab bint Jahsy dengan maksud untuk menghapus sekat pembeda kasta maupun status sosial. Rasulullah ingin menegaskan bahwa didalam Islam tidak membedakan sesama muslim, kecuali tingkat ketakwaan dan amal shalehnya.

Zainab dikenal seorang puteri yang cantik, memiliki garis keturunan bangsawan, cucu Abdul Muthalib pemuka Quraisy dan saudagar, disamping itu dia sangat dermawan. Mendengar dirinya akan dinikahkan dengan Zaid yang bekas budak, Zainab sangat kaget dan memandang dirinya tidak pantas untuk bersanding dengan seorang bekas budak serta akan disejajarkan dengan isteri pertama Zaid, yaitu Ummu Aiman yang sama-sama budak belian. Apa yang akan dikatakan orang...? Seorang puteri bangsawan bersanding dengan seorang bekas budak belian. Menurutnya belum pernah ada sejarah kaum ningrat menikah dengan budak atau pembantu. Pantasnya dia dinikahkan dengan laki-laki yang sederajat. Karena itu dia menolak tawaran Rasulullah.

Sebenarnya apa yang diinginkan Zainab bisa saja terjadi, tetapi kehendak Allah tidaklah sama. Allah berfirman:

“Wa maa kaana limu’minati idzaaqadallaahu wa rasuuluhuu amran ayyakuuna lahumulkhiyaratu min amrihim. wa mayya’shillaaha wa rasuulahuu faqad dhalla dhalaalammubiinaa”.

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”.
~ QS 33 – Al Ahzab : 36 ~

Akhirnya untuk menyenangkan Rasulullah dan takut di cap durhaka, maka Zainab mau dinikahkan dengan Zaid meskipun hatinya tidak sepenuhnya bisa menerima kenyataan itu.

Zaid sudah berusaha sekuat mungkin untuk membahagiakan Zainab, tetapi hati isterinya tetap congkak dan sombong pada suaminya serta masih menganggap suaminya adalah budak. Konflik rumah tangga makin meruncing dan keutuhan rumah tangga mulai tercabik-cabik dengan sering terlontarnya kata-kata yang tidak pantas dari Zainab untuk melukai kelelakian dan menyakiti perasaan Zaid.

Rasulullah sudah berusaha keras mendamaikan mereka. Beliau minta Zaid untuk bersabar juga menasihati Zainab agar tunduk pada suami dan tidak sombong.

Jurang perselisihan antara Zaid dan Zainab semakin menganga lebar, mengeruhkan samudera hati berdua. Kepada Rasulullah Zaid mengemukakan keinginannya untuk menceraikan isterinya, tapi beliau meminta Zaid untuk bersabar mempertahankannya. Akhirnya rumah tangga mereka sulit dipertahankan dan Zaid menceraikan Zainab.

Karena merasa bertanggung jawab atas anak pamannya itu yang dulu dipaksa untuk menikah dengan Zaid, Rasulullah berfikir untuk menikahi Zainab, tapi hal ini bisa menjadi desas desus yang tidak mengenakkan. Apa kata orang jika beliau diketahui menikahi mantan isteri anak angkatnya...? Maka keinginan beliau itu disimpan dihati yang dalam, sampai Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat:


“Wa idztaquulu lilladzii an’amallaahu ‘alaihi wa an’amta ‘alaihi amsik ‘alaika zaujaka wattaqillaaha watukhfii fii nafsika mallaahu mubdiihi watakhsyannaasa. Wallaahu ahaqqu an takhsyaahu. Falammaa qadhaa zaidumminhaa watharaa. Zawwajnaakahaa likai laa yakuuna ‘alalmu’miniina harajun fii azwaaji ad’ibaa ihim idzaa qadau minhunna watharaa. Wa kaana amrullaahi maf’uulaa”.

“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni’mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni’mat kepadanya: ‘Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah’, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 37 ~

Akhirnya Rasulullah menikahi Zainab yang dirayakan dengan menggelar pesta meriah. Pernikahan Rasulullah dengan Zainab ini bukanlah semata-mata karena dorongan biologis pada diri Rasulullah, atau hasrat merajut cinta diantara mereka. Tapi Allah Subhanahu wa ta’ala sengaja menginginkan pernikahan tersebut untuk mengajarkan sebuah Kaidah Fiqih dalam Islam, yaitu seseorang diperbolehkan menikahi mantan isteri anak angkatnya.

Kedudukan anak angkat dalam Islam tidak sama dengan anak kandung yang terkait dengan garis keturunan dan aturan waris. Anak angkat tidak lebih dari orang lain yang dipelihara, disayangi dan dipenuhi kebutuhannya seperti kepada anaknya sendiri.

Zainab hidup bersama Rasulullah, sebagaimana isteri-isteri Rasulullah yang lain, namun bagi Zainab pernikahan ini merupakan kebanggaan, karena dia dinikahkan oleh ketentuan Allah Subhanahu wa ta’ala, sebagaimana Rasulullah sabdakan: ‘Semoga Allah merahmati Zainab bint Jahsy. Di dunia ini telah menerima kehormatan yang tiada duanya, yaitu bahwa Allah menikahkanku dengannya’.

Ditengah kemeriahan pesta, sesuatu terjadi... Karena begitu banyak orang yang bersuka cita, otomatis mereka hilir mudik di rumah Rasulullah. Suasana seperti ini tentu saja membuat Rasulullah dan isterinya tidak nyaman dan sulit bagi Rasulullah untuk mencegahnya. Akhirnya beliau sendiri yang mengungsi.
Pada saat itu Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat:

“Yaa ayyuhalladziina aamanuu laa tadkhuluu buyuutannabiyyi illaa ayyu’dzanalakum ilaa tha’aamin ghairanaadhiriina inaahu walaakin idzaadu’iitum fadkhuluu faidzaa tha’imtum fantasyiruu wa laa musta’nisiina lihidiits. Innadzaalikum kaanayu’dzinnabiyya fayastahyii minkum. Wallaahu laa yastahyii minalhaq. Waidzaasa altumuu hunna mataa’an fas aluuhunna miwwaraa i hijaab. Dzaalikum athharu liquluubikum wa quluu bihinn. Wa maa kaana lakum an tu’dzuu rasuulallaahi wa laa an tankihuu azwaajahuu mim ba’dihii abadaa. Inna dzaalikum kaana ‘indallaahi ‘adhiimaa.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik  memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan  mengganggu Nabi sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi isteri-isterinya selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) disisi Allah”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 53 ~

Ayat ini pula mengharuskan isteri-isteri Rasulullah untuk mengenakan hijab dan melarang menikahi mantan isteri Rasulullah kelak setelah beliau wafat.

Zainab mendampingi Rasulullah dan para isteri lainnya juga ikut perang Khandaq dan Haji Wada. Zainab-lah isteri yang pertama menyusul Rasulullah .....

Bekasi, 22 Jumadil Awal 1436 Hijriyah atau 13 Maret 2015.
Edited and posted by: Rika Rakasih
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul
Penulis : Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Disarikan oleh : Idih Ruskanda
Thema : Al Ahzab (33) - Ayat 36, 37 dan 53 - Pernikahan Rasulullah dengan Zainab diatur oleh Allah Subhanahu wa ta’ala

No comments:

Post a Comment