Thursday, April 16, 2015

ASBABUN NUZUL SURAH 4 – AN NISAA AYAT 128

TURUNNYA SURAH 4 – AN NISAA AYAT 128

Kisah Saudah binti Zam’ah RA yang ingin dibangkitkan sebagai isteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. ~ QS 4 – An Nisaa’ : 128 ~

Pada tahun ke 10 setelah kenabian, kaum Muslim dikejutkan dengan meninggalnya Khadijah bint Khuwaili, Ummul Mukminin yang pertama, isteri yang sangat dicintai dan dimuliakan Rasulullah. Kematian Khadijah yang senantiasa mendampingi Rasulullah dalam suka dan duka, semakin memberatkan tekanan hidup Rasulullah. Para pemuka Quraisy semakin gencar menyerang dan menyakiti beliau dan kaumnya, sementara Rasulullah harus membagi waktu antara menyebarkan ajaran Islam dan mengurus rumah tangganya yang ditinggal Khadijah.

Khaulah bint Al Hakim, wanita shaleha pelayan Rasulullah menyarankan agar Rasulullah menikah lagi. Mula-mula Rasulullah diminta meminang Aisyah bint Abu Bakar, namun mengingat Aisyah masih kanak-kanak, maka pernikahannya ditangguhkan hingga ia dewasa. Kemudiah Khaulah menyarankan Rasulullah untuk melamar Saudah bint Zam’ah yang belum lama ditinggal mati suaminya Al Sukran ibn Amr.

Siapakah Saudah...? Dia adalah seorang janda tua, yang tidak cantik, tidak menarik hati kaum laki-laki, berbeda jauh dengan Khadijah yang membuat para lelaki cemburu ketika dinikahi Rasulullah.

Pada saat Saudah bersuamikan Al Sukran, dia bermimpi: ‘Yang Pertama Rasulullah memeluk lehernya dan yang kedua bulan menjauhi dirinya’. Dia menceritakan mimpi itu kepada suaminya. Allah seakan-akan menyingkapkan tirai zaman dari Al Syukran, ia tiba-tiba berkata: “Seandainya mimpimu benar aku sebentar lagi akan mati dan engkau akan dinikahi Rasulullah”. Tidak ada sebercikpun dalam pikiran Saudah untuk menjadi pendamping Rasulullah, mengingat dia tahu siapa dirinya. Namun Allah berkehendak lain, Dia menjadikan Saudah bint Zam’ah, janda dari Al Sukran menjadi isteri Rasulullah setelah Khadijah.

Mulai saat itu Saudah hidup menjadi pasangan suami isteri dan hidup tenang, damai dan bahagia bersama Rasulullah. Dia mengambil peran sebagai pemelihara dan pengasuh anak-anak Rasulullah serta mengatur rumah tangga. Ketika Rasulullah sudah menetap di Madinah dan Aisyah sudah cukup dewasa, beliau resmi menikahi Aisyah. Tentu saja usia Aisyah dengan Saudah terpaut sangat jauh, sehingga perasaan Aisyah kepada Saudah layaknya anak terhadap ibu yang mengasihinya. Namun keduanya hidup dengan tenang sebagai isteri-isteri Rasulullah.

Tidak lama setelah itu masuk pula beberapa wanita lain yang menjadi isteri-isteri Rasulullah, yaitu Hafshah bint Umar ibn Khathab, Zainab bint Jahsy dan Ummu Salamah yang masing-masing memiliki hak yang sama di sisi Rasulullah.

Namun sebagai manusia biasa, Rasulullah memiliki kendala untuk menundukkan perasaannya dalam bersikap adil terhadap Saudah sebagaimana diperintahkan Allah SWT. Agar Saudah dapat hidup bebas dari rasa ketidak adilannya, maka beliau berniat untuk menceraikan Saudah. Mendengar Rasulullah akan menceraikannya, Saudah dengan hati yang sedih dan duka memohon kepada Allah agar dia sampai kapanpun tetap menjadi isteri Rasulullah.

Ia berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, aku memohon kepadamu atas nama Dzat Yang Menurunkan KitabNya kepadamu dan aku memuliakanmu diantara seluruh ciptaanNya, janganlah engkau menceraikanku. Biarkan aku sebagai isterimu...akan kuberikan malam-malam giliranku kepada Aisyah. Aku tidak menghendaki darimu sesuatupun seperti yang dikehendaki wanita-wanita lain”.

Rasulullah sangat memahami perasaan Saudah dan Allah Subhanahu wa ta’ala langsung menyayangi keduanya sehingga turunlah ayat:

Wa imra atun khaafat mimba’lihaa nusyuuzan aw i’raadhan falaa junaaha ‘alaihimaa ayyushlihaa bainahumaa shulhaa. Washshulhu khair. Wa uhdhiratil anfususysyuhh. Wa intuhsinuu wa wattaquu fainnallaaha kaana bimaa ta’maluun”

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. ~ QS 4 – An Nisaa’ : 128 ~

Rasulullah menyadari kedudukan Saudah yang sangat mengasihinya dan memahami bahwa Saudah ingin selalu mendampinginya, karena itu beliau tidak jadi menceraikannya.

Saudah berbahagia hidup selamanya bersama Rasulullah dan tenteram, damai bersama para isterinya yang lain meskipun Rasulullah wafat mendahuluinya.

Saudah bint Zam’an, wanita yang taat, tulus mengurus Rasulullah dan putera-puterinya wafat pada tahun 54 Hijriah. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menyayanginya.

Bekasi, 24 Jumadil Awal 1436 Hijriyah atau 15 Maret 2015.
Edited and posted by: Rika Rakasih
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul
Penulis : Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Disarikan oleh : Idih Ruskanda
Thema: SURAH 4 – AN NISAA AYAT 128 - Kisah Saudah binti Zam’ah RA yang ingin dibangkitkan sebagai isteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

No comments:

Post a Comment